Menuju konten utama

Polemik Mobilisasi Becak dan Pernyataan Sumir Sandiaga Uno

Sandi menyatakan bahwa ucapannya soal mobilisasi becak adalah informasi yang belum terklarifikasi.

Polemik Mobilisasi Becak dan Pernyataan Sumir Sandiaga Uno
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menjalani pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metrojaya dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan tanah di Jakarta, Selasa (30/1/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id -

"Soal becak itu, ternyata belum terklarifikasi..."
Kalimat singkat dilontarkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiga Uno, Selasa (30/1/2018). Konteks dari pernyataan itu adalah pernyataannya beberapa hari lalu tentang adanya mobilisasi becak dari luar daerah untuk menciptakan distabilitas di ibu kota.

Namun, Sandi tak menjelaskan mengapa ia sampai menyatakan informasi keliru bahwa ada mobilisasi becak dari luar Jakarta.

"Ada mobilisasi dengan pakai truk, tapi jangan dibesar-besarkan. Kalau ada politik di belakangnya, ini kan buih-buihnya," kata Sandi, Minggu (28/1/2018), seperti dikutip Antara.

Sandi memilih nyelonong meninggalkan balai kota untuk menghadiri pemeriksaan sebagai saksi di Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan penjualan tanah di Jalan Curug Raya, Desa Kadu, Tangerang.

Bukan kali ini saja Sandi menyampaikan informasi yang belum terklarifikasi ke publik melalui awak media. Sebelumnya, Kamis (11/1/2018), ia menyebut ada guru di DKI Jakarta yang gajinya mencapai Rp31.000.000. Informasi ini ia dapatkan usai bertemu dengan dua tokoh pendidikan yaitu Nanat Fatah Natsir dan Andi Faisal Bakti, serta Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Adrianto, juga Sekretaris Susi Nurhati.

Menurut Nanat, standar gaji guru di Finlandia sudah mencapai Rp300-400 juta per tahun yang jika dibagi per bulan sekitar Rp30 juta. Sandi kemudian merespons pernyataan Nanat dengan menyatakan gaji dengan angka tersebut sukar diterapkan di Indonesia. Namun, Sopan kemudian menyahut dengan mengatakan DKI Jakarta memiliki guru bergaji Rp31.000.000.

Pernyataan Sopan inilah yang kemudian disampaikan Sandi kepada awak media di siang hari dan menjadi kontroversial. Namun, di malam hari, Sandi sadar dan mengklarifikasi bahwa angka Rp31.000.000 itu ia kutip dari Sopan. "Lho, kita juga ada, Pak, yang segitu. TKD kita ada yang Rp17-19 juta belum ada tambahan sertifikasi, belum tambahan dari macam-macam," kata Sandi menirukan ucapan Sopan.

Ketua Fraksi PDI-Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai, kesalahan-kesalahan informasi itu menunjukkan sikap panik Sandiaga dalam merespons isu-isu negatif yang beredar akibat kebijakan yang diambilnya. Gembong mencontohkan persoalan becak seharusnya tidak ditanggapi berlebihan. Apalagi dengan kalimat-kalimat yang jauh dari substansi persoalan.

"Namanya public figure ya wajar kalau salah. Tapi ini salahnya keseringan. Kan kita jadi bertanya, selama ini komunikasi dengan stafnya dengan SKPD (Satuan Kinerja Perangkat Daerah) gimana?" kata Gembong saat dihubungi Tirto.

Kekeliruan Sandi menyampaikan informasi menurut Gembong juga karena kebijakan yang diambil belum terkonsep secara jelas. Padahal menurut Gembong kebijakan yang berdampak terhadap orang banyak tidak dilihat dari satu aspek saja.

Dalam konteks legalisasi becak, Gembong mengatakan Anies-Sandi mestinya memikirkan dampak terhadap minat tukang becak yang ada di daerah-daerah untuk masuk ke Jakarta. "Dampaknya kan jadi seperti ini. Mereka enggak punya cara bagaimana bisa melarang mereka [becak-becak daerah] kalau konsepnya belum matang. Dan jadi bilang ada mobilisasi, padahal itu memang dampak logis dari kebijakan yang diambil," ujarnya.

Dosen Ilmu Komunikasi Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Iding Rosyidin, menyarankan Sandiaga lebih berhati-hati mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang belum jelas kebenarannya. Sebab, hal itu dapat membuatnya kehilangan kepercayaan dari publik.
"Dalam konteks komunikasi, pesan apapun yang disampaikan kepada publik selalu bersifat irreversible. Artinya dampak Sandiaga menyampaikan pesan yang belum jelas kebenarannya itu bisa dipersepsikan tidak baik oleh publik," katanya.
Menurut Iding Sandiga haru selalu memeriksa ulang setiap informasi yang disampaikan kepadanya sebelum berhadapan dengan media. "Ini bisa dilakukan dengan memaksimalkan fungsi tim yang dia punya. Karena mereka ini kan banyak sekali mendapat sorotan publik."
Hal serupa juga disampaikan oleh Dosen Politik Universitas Padjadjaran, Lely Arrianie. Menurutnya, Sandi harus menyampaikan soal kekeliruan informasi soal mobilisasi becak itu kepada publik, meskipun dampak yang dari pengakuan itu bisa direspons negatif.

Sandi juga harus mulai mengarahkan pembicaraan soal legalisasi becak di Jakarta menjadi sebuah konsep konkret sebelum dijalankan. "Dia [Sandi] misalnya pernah bilang kalau becak bisa dijadikan angkutan pariwisata. Tapi bagaimana [konsepnya], itu yang belum dijelaskan," katanya.

Konsep dan kajian yang matang, kata Lely, membuat masyarakat komprehensif menilai apakah legalisasi becak benar-benar keberpihakan Anies-Sandi kepada rakyat kecil atau sekedar kosmetik politik yang tidak berdampak apa-apa. "Ini [persoalan] yang saya lihat sering luput dari pernyataan-pernyataan mereka ke media," kata dia.

infografik balada becak

Baca juga artikel terkait BECAK atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Jay Akbar & Maulida Sri Handayani