Menuju konten utama
Piala Dunia 2018

Perancis vs Kroasia, Duel Dua Tim yang Menaklukkan Lionel Messi

Di Piala Dunia 2018, Argentina menelan dua kekalahan, semuanya terjadi atas dua tim yang kini akan bertarung di final: Perancis dan Kroasia.

Perancis vs Kroasia, Duel Dua Tim yang Menaklukkan Lionel Messi
Ekspresi kekalahan Lionel Messi pada pertandingan babak 16 besar Piala Dunia 2018 antara Timnas Perancis vs Timnas Argentina di Kazan Arena, Kazan, Rusia, Sabtu (30/06/2018). AP Photo/Thanassis Stavrakis

tirto.id - Pertandingan final Piala Dunia 2018 antara Perancis vs Kroasia pada Minggu (15/7/2018) di Stadion Luzhniki, Moskwa, akan mempertemukan dua tim yang menghadang mimpi Lionel Messi dan Argentina untuk meraih gelar juara dunia tahun ini.

Harapan fans Argentina dan Barcelona agar Lionel Messi mengakhiri puasa gelar internasionalnya di level senior belum juga terwujud. Si Nomor 10 tersebut tak mampu membantu timnya bahkan sejak babak 16 besar ketika Argentina diempaskan oleh Perancis dengan skor 4-3.

Kampanye Argentina di Piala Dunia 2018 sendiri cenderung mengecewakan. Tim asuhan Jorge Sampaoli hanya mampu meraih satu kemenangan, melawan Nigeria dengan skor 2-1 di partai terakhir babak penyisihan grup.

Pada pertandingan pertama, Argentina ditahan imbang Islandia dengan skor 1-1. Dalam laga itu, Lionel Messi gagal mengeksekusi penalti. Laga berikutnya, La Albiceleste dibantai oleh Kroasia tiga gol tanpa balas. Setelah menaklukkan Nigeria, Argentina lalu berjumpa Perancis dan berujung pulangnya tim runner-up Piala Dunia 2014 tersebut lebih awal.

Kalah Penguasaan Bola dari Argentina, Tetapi Memenangi Laga

Kini di partai final, ada dua tim yang akan saling bunuh. Mereka adalah Kroasia dan Perancis, yang sama-sama belum pernah terkalahkan. Mereka juga sama-sama lolos dari penyisihan grup dengan status juara. Vatreni adalah juara Grup D, sedangkan Les Bleus memuncaki klasemen Grup C.

Namun, cara mereka memenangi grup berbeda. Kroasia mencatatkan tiga kemenangan beruntun, sedangkan Perancis sedikit 'ternoda' karena bermain imbang tanpa gol melawan Denmark di laga terakhir penyisihan grup.

Selebihnya tidak ada persamaan lain. Rute Perancis ke final dianggap jauh lebih terjal karena mereka berada di blok 'neraka'. Sebelum bersua Kroasia, tim asuhan Didier Deschamps terlebih dahulu berjumpa Argentina, Uruguay, lalu Belgia.

Sementara itu, Kroasia berada di blok yang lebih mudah. Tim asuhan Zlatko Dalic mengalahkan Denmark di babak 16 besar, memukul Swedia pada perempat-final, lalu terakhir menenggelamkan Inggris dengan skor 2-1.

Perancis selalu melewati babak fase gugur dalam tempo 90 menit. Sebaliknya, Kroasia seperti tim yang spesialis berlaga selama dua jam, karena entah itu kala melawan Denmark, Swedia, atau Inggris, Vatreni memang butuh waktu 90 menit, ditambah setidaknya babak perpanjangan waktu selama 30 menit.

Satu-satunya kesamaan, yang juga tidak 100 persen, adalah, Kroasia dan Perancis sama-sama pernah membuat Argentina tidak berdaya. Baik Vatreni maupun Les Bleus sama-sama pula menerapkan strategi anti-Messi untuk menyingkirkan Argentina.

Ketika mengalahkan La Albiceleste dengan skor 4-3, Perancis secara khusus menggunakan N'Golo Kante untuk meredam Lionel Messi. Hasilnya, La Pulga bermain serba-terbatas. Meskipun menghasilkan dua assist, Messi di babak 16 besar hanya bisa melepaskan empat tembakan, tiga di antaranya diblok.

Messi cuma mampu mengirimkan 39 umpan, dengan akurasi 85 persen. Ia melakukan tiga dribble sukses, kurang dari setengah yang dilakukan Kylian Mbappe (7 kali).

"Kita sudah melihat N'Golo saat melawan Messi. Dia diberi tugas khusus, dan dia melakukan tepat seperti yang diperintahkan," kata pelatih Perancis, Didier Deschamps jelang laga melawan Belgia di semifinal dikutip ESPN.

Kroasia terlihat lebih hebat lagi dalam menjaga Lionel Messi daripada Perancis. Mereka membuat aliran bola kepada La Pulga nyaris sepenuhnya terputus. Messi hanya bisa melepaskan satu tembakan dalam laga kontra Vatreni, itupun berhasil diblok.

Messi juga hanya bisa melepaskan 24 umpan akurat dari 32 percobaan. Tingkat keberhasilan umpannya cuma 75 persen. Meskipun La Pulga bisa melakukan lima dribble dari enam percobaan, ruang geraknya sangat terbatas. Ia hanya menyentuh bola tiga kali di kotak penalti Kroasia.

Baik Perancis maupun Kroasia juga sama-sama kalah penguasaan bola dari Argentina di kedua laga itu. Les Bleus hanya memiliki 40 persen, berbanding 60 persen milik Argentina. Sementara itu, Vatreni memiliki 42 persen, berbanding 57 milik La Albiceleste.

Menumbangkan Argentina Adalah Pencapaian Besar

Perancis dan Kroasia punya kemiripan lain: mengalahkan Argentina yang memiliki Lionel Messi mereka anggap sebagai pencapaian besar.

Zlatko Dalic, sebelum pertandingan lawan Argentina menyebutkan, Messi adalah pemain terbaik dunia dan tidak ada satu pemain yang bisa menghentikannya. Namun, Kroasia berupaya membatasi Messi.

Setelah kemenangan 3-0 atas Argentina, Dalic mengatakan, "(Kami membuat) Tidak ada entah ruang atau waktu untuk Messi. Hal utamanya adalah mengeblok aliran bola kepadanya. Dia merasa tidak berdaya, bahasa tubuhnya menunjukkan hal itu."

Sementara itu, setelah kemenangan 4-3 atas Argentina, legenda Perancis Patrick Vieira menyatakan, "ketika Anda menonton pertandingan (Perancis) melawan Argentina, laga itu menjadi pertanda baik untuk yang terjadi selanjutnya. Mereka membutuhkan laga kunci dan mereka mendapatkannya kala berjumpa Argentina.

"Setelah pertandingan, Anda dapat melihat para pemain mendapatkan kepercayaan diri yang lebih. Mereka bermain lebih bebas. Laga seperti ini akan membantu mereka mencapai final."

Sekarang, dua tim yang sama-sama menumbangkan Lionel Messi akan bertarung untuk memperebutkan gelar juara. Para fans Messi, Barcelona, dan Argentina, dapat tersenyum bangga akan hal itu, atau mungkin menangis tersedu menunggu Piala Dunia Qatar 2022.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA 2018 atau tulisan lainnya dari Fitra Firdaus

tirto.id - Olahraga
Penulis: Fitra Firdaus
Editor: Fitra Firdaus