tirto.id - Pendidikan karakter menjadi salah satu fokus utama sejumlah sekolah. Pendidikan karakter dianggap memiliki manfaat penting dengan pendidikan akademis, sebab berhubungan dengan pembentukan karakter anak di masa depan.
Dikutip dari Gudang Jawaban, pendidikan karakter menjadi salah satu wacana utama dalam kebijakan nasional di bidang pendidikan karakter. Semua kegiatan belajar mengajar di Indonesia harus berpedoman berdasarkan pelaksanaan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter merupakan upaya sadar dan terencana demi menciptakan suasana, proses pemberdayaan serta pemurnian potensi peserta didik. Kemudian diharapkan untuk dapat membangun pribadi yang unik atau kepribadian kolektif sebagai warga negara.
Fungsi pendidikan karakter untuk mengembangkan potensi dasar seorang anak agar memiliki hati yang baik, perilaku yang baik dan pemikiran yang baik. Tugas utamanya adalah memperkuat dan membangun perilaku anak bangsa yang multikultural.
Selain itu, pendidikan karakter juga meningkatkan peradaban manusia dan bangsa yang benar dalam ikatan dunia. Karakter dapat diajarkan tidak hanya di sekolah, tetapi juga dari berbagai media antara lain keluarga, lingkungan, pemerintah, dunia usaha, dan media teknis.
Meski demikian, pendidikan karakter yang dimaknai secara tidak menyeluruh justru akan bersifat kontraproduktif terhadap pembentukan karakter anak didik. Hal itu berdasarkan kajian penulis buku, pembicara, sekaligus pakar pendidikan karakter Doni Koesoema dalam situs resmi Sahabat Keluarga Kemendikbud. Doni berpendapat pendekatan secara parsial yang tidak didasari pendekatan pedagogi yang kokoh, alih-alih menanamkan nilai-nilai keutamaan dalam diri anak, justru akan menjerumuskan anak didik pada perilaku kurang bermoral.
Dalam kajian buku Pendidikan Karakter Integral, disebutnya formula pendidikan karakter yang efektif dan utuh. Kemudian, ada tiga desain dalam perencanaan hingga pelaksanaan pendidikan karakter :
1. Desain pendidikan karakter berbasis kelas
Desain ini berfokus pada interaksi guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar di dalam kelas. Dalam hubungan keduanya, proses pembelajaran tidak boleh berlangsung secara monolog di mana guru memberikan penjelasan dan siswa menyimak.
Idealnya, terjadi dialog antara guru dengan siswa di kelas. Dengan demikian, akan tercipta pemahaman dan pengertian selama proses belajar. Kemudian, ranah non instruksional juga perlu diterapkan, seperti kesepakatan antara murid dan guru di kelas, manajemen kelas, demi membantu terciptanya suasana belajar yang nyaman.
2. Desain pendidikan karakter berbasis kultur sekolah
Dalam upaya, menanamkan pendidikan karakter seperti nilai kejujuran, memberikan pesan-pesan moral berupa nasihat kepada anak didik saja tidak cukup
Pesan moral harus diperkuat dengan peraturan sekolah yang tegas dan konsisten terhadap setiap perilaku ketidakjujuran.
Dengan bantuan norma-norma, guru dan pihak sekolah akan mampu membangun kultur sekolah yang membentuk karakter anak didik. Demikian begitu, nilai tertentu terbentuk dalam diri siswa.
3. Desain pendidikan karakter berbasis komunitas
Komunitas sekolah tidak bisa berjuang sendirian dalam mendidik siswa. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, termasuk keluarga, masyarakat umum, dan negara, juga memiliki tanggung jawab moral yang sama untuk melakukan pendidikan karakter untuk anak.
Ketika penegakan hukum oleh negara lemah, ketika yang bersalah tidak pernah mendapatkan sanksi yang setimpal, maka negara telah mendidik masyarakatnya sebagai manusia yang tidak menghargai makna tatanan sosial bersama.