Menuju konten utama

Penjelasan BPOM soal Proses Izin EUA Vaksin Corona & Syaratnya

BPOM menjelaskan skema proses dan syarat penerbitan izin penggunaan darurat (EUA) untuk vaksin Covid-19 buatan Sinovac.

Penjelasan BPOM soal Proses Izin EUA Vaksin Corona & Syaratnya
Ilustrasi penelitian vaksin virus Corona. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Presiden Joko Widodo sudah menyatakan program vaksinasi Covid-19 di Indonesia akan dimulai pada Januari 2021. Jokowi menegaskan vaksin Covid-19 akan diberikan gratis kepada masyarakat setelah tenaga medis, anggota TNI-Polri, dan guru selesai divaksinasi.

Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 buatan Sinovac telah didatangkan ke Indonesia pada 6 Desember lalu, dan akan disusul dengan suplai tambahan pada awal 2021.

Penggunaan 1,2 juta dosis vaksin itu secara massal menunggu penerbitan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Dalam siaran resmi yang dirilis lembaganya pada 16 Desember 2020, Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan evaluasi terhadap keamanan, khasiat, dan mutu vaksin Covid-19 dilakukan dengan merujuk ketentuan baku dan standar dari sejumlah lembaga internasional.

BPOM merujuk pada standar kualitas vaksin corona yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia atau WHO (WHO Emergency Listing), US Food and Drug Administration (US FDA), dan European Medicines Agency atau EMA (Conditional Approval).

"Izin penggunaan terhadap vaksin Covid-19, termasuk vaksin Sinovac yang saat ini sedang dalam proses uji klinik fase 3 di Brazil, Turki dan Indonesia, dilakukan melalui skema izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA)," kata Penny.

Untuk keperluan penerbitan izin EUA vaksin Covid-19, kata Penny, BPOM dapat menggunakan data interim, yaitu berupa hasil pengamatan selama 3 bulan setelah penyuntikan vaksin.

Soal data hasil uji klinis vaksin Sinovac di Indonesia, menurut Penny, sampai 16 Desember 2020, masih disiapkan laporannya oleh peneliti UNPAD dan Bio Farma sebagai sponsor pengujian itu.

Penny memastikan, setelah laporan itu diserahkan kepada BPOM, lembaganya segera melakukan evaluasi guna memeriksa hasil uji klinis tersebut.

Evaluasi tersebut dilakukan untuk melihat apakah hasil uji klinis fase 3 di Indonesia membuktikan bahwa vaksin Sinovac memiliki khasiat dan aman. Evaluasi itu juga akan membandingkan manfaat dan risiko penggunaan vaksin, sebagai dasar pemberian EUA.

"Seperti diketahui, uji klinik vaksin Sinovac di Bandung telah dimulai sejak 11 Agustus 2020, dan semua relawan uji klinik telah mendapat dua kali suntikan," ujar Penny.

"Saat ini semua relawan dalam pengamatan efek samping yang terjadi setelah penyuntikan untuk melihat keamanan dan pemantauan efektivitas vaksin dengan memeriksa kadar antibodi dan kemampuan vaksin dalam melindungi orang dari infeksi virus SARS-CoV-2 [virus corona]," tambah dia.

Penny menegaskan, pemberian izin penggunaan vaksin dengan skema EUA tetap memperhatikan aspek keamanan, mutu, dan khasiat vaksin yang harus dibuktikan data pendukung memadai. Jika izin EUA sudah ada sekalipun, BPOM akan terus mengamati kemungkinan ada efek samping dan efikasi jangka panjang dari vaksin.

"Setelah pemberian EUA, uji klinik vaksin tetap dilanjutkan dengan pengamatan pada masyarakat yang sudah divaksinasi untuk mendapatkan data keamanan dan khasiat sampai 6 bulan setelah penyuntikan," dia menjelaskan.

Sementara dalam penjelasannya pada 17 Desember 2020 yang dilansir laman Satgas Covid-19, Penny mengatakan BPOM bersama tim audit halal MUI, Bio Farma, dan Kemenkes sudah pernah melakukan inspeksi ke lokasi produksi vaksin Sinovac di China. Dia menilai, dari aspek mutu dan cara produksi, sudah baik.

"Hingga saat ini tidak ada efek samping yang kritikal [akibat vaksin Sinovac]," tutur Penny.

"Dari aspek keamanan, vaksin Covid-19 sudah baik. Sekarang aspek efektivitas yang masih kita tunggu," dia melanjutkan.

Penny menjelaskan analisa terkait aspek efektivitas vaksin dilakukan dengan mengambil sampel darah untuk pengujian di laboratorium. Pengujian itu untuk memeriksa efektivitas vaksin dalam meningkatkan antibodi yang menangkal Covid-19.

"Ada standarnya harus mencapai angka efektivitas tertentu, sehingga bisa dikatakan bahwa vaksin itu efektif dari segi meningkatkan antibodi, juga kemampuannya menetralisir virus yang masuk ke badan kita," jelas dia.

Selama pandemi Covid-19 berlangsung, BPOM sebenarnya sudah beberapa kali menerbitkan izin penggunaan darurat (EUA) untuk penggunaan sejumlah obat bagi pasien corona.

"Selama krisis pandemi ini sudah ada beberapa obat yang kita berikan izin penggunaan darurat, yaitu antigen; Favipiravir dan Remdesivir."

"Antigen atau Favipiravir untuk pasien kondisi ringan sampai sedang dan Remdesivir untuk pasien yang berat," ujar Penny dalam keterangan pers yang disiarkan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis (17/12/2020).

----------------

Artikel ini diterbitkan atas kerja sama Tirto.id dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Baca juga artikel terkait KAMPANYE COVID-19 atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH