tirto.id - Kawat gigi atau behel gigi dapat digunakan untuk mengatasi struktur gigi yang tidak rapi pada anak-anak. Beberapa di antaranya keadaan gigi yang bengkok, tumpang tindih, atau maloklusi.
Maloklusi adalah keadaan adanya perbedaan ukuran rahang atas dan rahang bawah setiap orang.
Ketika rahang atas lebih besar dari rahang bawah disebut overbite, sebaliknya jika rahang bawah lebih besar daripada rahang atas maka disebut underbite. Penyebab lainnya bisa jadi datang ketika anak mengalami kecelakaan, atau kebiasaan lain seperti menghisap jempol.
Kunjungan rutin ke dokter gigi penting dilakukan untuk mengetahui apakah anak membutuhkan kawat gigi atau tidak. Hal tersebut juga merupakan upaya untuk mengantisipasi kerusakan struktur pada gigi anak dan mendeteksi lebih dini terkait kebutuhan akan kawat gigi. Lalu, pada umur berapa sebaiknya anak memasang kawat gigi?
Secara tradisional, kawat gigi untuk anak dapat dipasang saat ia telah kehilangan seluruh gigi susunya dan telah berganti pada gigi dewasa atau gigi permanen. Hal itu biasanya terjadi pada usia 8 hingga 14 tahun. Pada usia tersebut, gigi permanen setidaknya telah tumbuh meskipun masih ada gigi susu yang tinggal di dalam mulut.
Menurut Mayo Clinic, seorang anak dengan usia 7 tahun sebaiknya mendapatkan perawatan gigi dan evaluasi ortodontik. Ortodontik adalah dokter gigi ahli dengan pelatihan tambahan dalam meluruskan gigi. Waktu terbaik bagi anak untuk mendapatkan kawat gigi tergantung pada tingkat keparahan dan penyebab ketidakselarasan gigi.
Untuk perawatan tahap pertama, beberapa ortodontis menyarankan untuk melakukan pendekatan interseptif yang melibatkan penggunaan peralatan gigi (tidak selalu kawat gigi) pada usia lebih dini. Hal itu disebabkan banyak anak yang masih memiliki gigi susu.
Perawatan tahap kedua dimulai ketika seorang anak telah memiliki gigi dewasa. Pada fase kedua ini, anak sudah dapat mengenakan kawat gigi. Jangka waktu penggunaan kawat gigi pada fase kedua ini dapat lebih pendek jika anak telah melakukan perawatan gigi sejak dini.
Namun, akan ada kesulitan bagi orang tua untuk mengetahui apakah kawat gigi menjadi kebutuhan anak terlebih jika tidak ada kunjungan rutin ke dokter gigi yang dilakukan. Stanford Children’s Health memaparkan beberapa keuntungan yang dapat diperoleh ketika anak melakukan kunjungan rutin ke dokter gigi seperti:
- Mengatasi kehilangan gigi susu yang terlalu dini, terlambat, atau tidak teratur
- Mengatasi kesulitan anak ketika mengunyah atau menggigit
- Mengatasi anak yang menghisap jempol atau jari
- Mengatasi gigi yang penuh, salah tempat, atau tersumbat
- Mengatasi rahang yang bergeser, bersuara, menonjol, atau bersembunyi
- Mengatasi anak yang menggigit pipi atau atap mulut
- Gigi yang tidak normal
- Mengatasi rahang dan gigi yang tidak proporsional dengan bagian wajah lainnya
Perawatan Kawat Gigi
Memasang kawat gigi pada mulut akan memudahkan makanan untuk terselip di antara kawat gigi. Bagi anak-anak, menjaga kebersihan kawat gigi membutuhkan kerja keras dan perhatian ekstra dari orang tauanya. Oleh karenanya, menyikat gigi setelah makan sangat penting untuk dilakukan.
Biasanya, dokter gigi akan memberikan flosser khusus untuk anak guna membersihkan area dalam dan di sekitar kawat gigi. Flossing adalah istilah yang merujuk pada upaya membersihkan gigi.
Kids Health menyarankan anak untuk tidak mengonsumsi makanan tertentu seperti pop corn, permen biasa maupun permen karet. Soda dan jus manis sebaiknya juga dihindari karena dapat menyebabkan kerusakan pada gigi. Selain itu, anak-anak yang memasang pelurus gigi plastik bening harus selalu melepasnya saat makan.
Setelah dokter gigi melakukan penyesuaian pada gigi, anak akan merasakan ketidaknyamanan. Kawat gigi akan memberi tekanan pada gigi. Sehingga sering kali anak butuh meminum obat penghilang rasa sakit.
Selain itu, sebaiknya segera temui dokter gigi ketika terdapat kawat atau braket yang longgar atau kawat yang merusak mulutnya. Anak dapat menggunakan lilinortodontik lunak untuk menutupi bintik-bintik tajam pada kawat gigi yang mengganggu.
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari