Menuju konten utama

Pengamat Sebut Masalah Penutupan Jatibaru Hanya Soal Komunikasi

Yayat mengatakan, komunikasi yang buruk menyebabkan tak adanya dukungan dari polisi terhadap Pemprov DKI dalam penutupan Jalan Jatibaru Raya.

Pengamat Sebut Masalah Penutupan Jatibaru Hanya Soal Komunikasi
Suasana Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (28/3/2018). tirto.id/Lalu Rahadian

tirto.id - Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menganggap akar persoalan penataan Jalan Jatibaru Raya di Tanah Abang, Jakarta Pusat, ada dalam hal komunikasi. Menurutnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya tak berkomunikasi baik dalam mengatur wilayah itu.

Komunikasi yang buruk menyebabkan tak adanya dukungan dari polisi terhadap Pemprov DKI dalam penutupan Jalan Jatibaru Raya. Saat menyambangi kawasan itu, Rabu (28/3/2018), Tirto tak menemukan kehadiran satu pun polisi yang mengatur lalu lintas di sana.

Pengaturan hanya dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dan petugas dari Transjakarta.

"Sejak awal saya akui pihak polisi tidak dilibatkan karena otoritas itu ada di Dinas Perhubungan. Selama ini memang semua usulan itu datangnya dari Pemprov DKI. Jadi di sini hanya persoalan bagaimana cara mengkomunikasikannya," ujar Yayat kepada Tirto, Rabu (28/3/2018).

Persoalan di Jalan Jatibaru Raya muncul setelah Pemprov DKI memutuskan menutup sementara ruas jalan itu, akhir Desember 2017. Penutupan di waktu tertentu dilakukan dengan alasan mengakomodasi kepentingan pedagang kaki lima (PKL).

Penutupan Jalan Jatibaru Raya dilakukan pada pukul 08.00-18.00 WIB setiap hari. Selama ditutup, PKL bebas berjualan di salah satu ruas jalan, dan bis Transjakarta diperkenankan melintas di sampingnya.

Ombudsman RI menganggap banyak masalah yang timbul dari kebijakan penutupan Jalan Jatibaru Raya. Salah satunya, penutupan jalan yang dilakukan tanpa izin Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya.

"Ini kan persoalan kepentingan, ada persoalan beban jalan. Apapun yang kita lakukan, Tanah Abang itu tetap macet. Mau ditutup, dibuka, macet," ujar Yayat.

Pengajar di Teknik Planologi, Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti itu menyarankan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuka komunikasi dengan semua pihak dalam menata kawasan Tanah Abang. Menurutnya, negara harus menyelesaikan masalah antarlembaga di dalamnya sendiri.

"Kalau dibuka [Jalan Jatibaru Raya] angkotnya ngetem suka-suka, ditutup komplain. PKL dikasih tempat senang, tidak dikasih tempat kemana-mana. Jadi menurut saya mari kita duduk selesaikan bersama persoalannya," kata Yayat.

Baca juga artikel terkait PENATAAN TANAH ABANG atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Alexander Haryanto