tirto.id - Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta Saefullah mengatakan, pertemuan antara pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan dilangsungkan besok (10/5/2019) tidaklah terkait dengan persoalan korupsi.
"Enggak ada [indikasi korupsi swastanisasi air]," kata Saefullah saat ditemui di Balai Kota, Jakarta Pusat, pada Kamis (9/5/2019).
Saefullah menyampaikan, bentuknya berupa konsultasi terkait pilihan atau kebijakan yang akan diambil menyangkut swastanisasi air.
"Ini kami menyampaikan hal telaah-telaah, apa yang harus dikerjakan, aspek hukumnya seperti apa, belum ada kebijakan yang diambil," kata Saefullah.
"Kalau kita intinya air itu kebutuhan pokok rakyat ini harus tercapai sampai ke semua lapisan masyarakat. Begitu cakupannya," ujarnya.
KPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) memang sempat diminta untuk mengawal proses penghentian privatisasi atau swastanisasi air di Jakarta.
Ketiga lembaga tersebut diharapkan turut memantau proses negosiasi dalam pelaksanaan rencana Pemprov DKI memutuskan kontrak antara PD PAM JAYA dengan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra).
Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa aktivis masyarakat sipil yang memantau isu privatisasi air di Jakarta, yaitu Elisa Sutanudjaja dari RUJAK Center, peneliti HAM dan privatisasi air Andreas Harsono, dan Direktur Kantor Hukum Lokataru, Haris Azhar.
Andreas Harsono mencatat privatisasi air di Jakarta sejak 1998 hingga Desember 2016, telah menyebabkan PAM Jaya mengalami kerugian Rp1,26 triliun dan ekuitas negatif Rp945 miliar.
"Ini merujuk Laporan Hasil Pemeriksaan BPKP tahun 2017," kata Andreas saat konferensi pers di RUJAK Center, Cikini, Rabu (3/4/2019).
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno