tirto.id - Pada Selasa, 21 Februari 2017, publik dunia maya Indonesia sempat was-was. Kabarnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo akan melakukan sertifikasi bagi pengguna media sosial di Indonesia. Namun, kabar itu diklarifikasi oleh pemerintah.
“Kemarin ada dua statement menjadi satu [verifikasi akun dan sertifikat],” kata Dirjen Aplikasi Informatika Sammy Pangerapan, dalam konferensi pers, 22 Februari 2017. "Akun [media sosial] perlu sertifikat tidak benar sama sekali.”
Dalam konferensi pers, disebutkan bahwa baik Twitter dan Facebook, sebenarnya telah melakukan verifikasi. Pengguna yang akan membuat akun, diwajibkan mengisi kode yang dikirim ke nomor ponsel pengguna. Selain itu, verifikasi juga dilakukan dalam bentuk “centang” oleh raksasa media sosial tersebut.
Dalam wawancara terpisah, Sammy menjelaskan bahwa sertifikasi digital memang merupakan salah satu program Kominfo, tapi tidak untuk penggunaan media sosial semisal Facebook atau Twitter. Sertifikasi digital akan dilakukan “karena tumbuhnya transaksi internet yang semakin tinggi,” kata Sammy. "Layanan itu bisa [untuk] individu, bisa perusahaan.”
Sertifikasi digital yang akan dilakukan Kominfo, menurut Sammy akan dilakukan bagi entitas yang banyak melakukan transaksi elektronik. Media online, bukan merupakan target dari sertifikasi digital yang akan dilakukan. Namun ia menambahkan, “[media online] kalau ada transaksinya [bisa melakukan sertifikasi digital].”
Hadirnya sertifikasi digital tidak akan membunuh anonimitas di internet. Sammy mengungkapkan bahwa, “enggak ada urusannya dengan [akun] anonim.” Lalu ia menambahkan, “anonim boleh saja, tapi nanti anonim tergeser sendiri kayak di Korea [Selatan]. Enggak ada orang anonim, ngapain?”
Sertifikasi digital, menurut Sammy juga tidak akan membunuh kebebasan bersuara. Ia dengan tegas mengungkapkan, “tolong sebutkan [jika] ada orang berekspresi tanpa fitnah yang dipermasalahkan.”
Sertifikasi digital yang akan dilakukan Kominfo bertujuan untuk mewujudkan “provide trusted digital identity." Sertifikat digital amat penting mengingat pesatnya pertumbuhan pengguna internet. Menurut Sammy, internet bisa hidup dengan 3 syarat, yakni: secure, safe, dan trusted. Tanpa ketiga hal tersebut, Sammy memprediksi, “siapa yang mau make [internet]?”
Sertifikasi digital, seperti disebut dalam situsweb Microsoft, mirip dengan apa yang kita kenal dengan kartu identitas, semisal KTP, SIM, dan paspor. Diwartakan Techrepublic, sertifikat digital merupakan sebuah data digital yang memuat informasi-informasi pribadi si pemilik. Semisal informasi pribadi, foto, tanda tangan, dan berbagai data sensitif lainnya.
Sammy mengatakan bahwa sertifikat digital adalah “metode untuk memverifikasi setiap orang. "Ini dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan antara pengguna internet satu sama lain. “Lu kalo online gimana lu tahu? Gue Sammy gimana lu tahu?” ujar Sammy.
Menurut situsweb Microsoft, sertifikat digital diterbitkan oleh perusahaan atau entitas yang disetujui pemerintah. Di dunia, nama VeriSign merupakan pemain dalam bidang ini. Diberitakan TechTarget, sertifikat digital akan melindungi informasi yang dipertukarkan melalui jaringan internet, akan aman. Sertifikasi digital dibuat dengan suatu infrastruktur bernama Public Key Infrastruktur. Sertifikat digital akan aman, karena didukung dengan teknologi kriptografi mutakhir.
Di Indonesia, sertifikat digital salah satunya contohnya bisa dilihat melalui sebuah layanan bernama iOTENTIK. Hingga saat ini, iOTENTIK ditujukan terutama bagi pemerintah, belum menyentuh masyarakat secara luas.
Di Indonesia, sebenarnya telah ada landasan hukum mengenai sertifikasi digital. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik merupakan landasan legal bagi sertifikasi elektronik. Pasal 1 ayat 18 mengatakan, “sertifikat elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan tangan elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikat elektronik.”
Sebenarnya, sertifikat digital juga lazim digunakan pengguna internet di seluruh dunia. Jika pengguna internet berselancar di dunia maya melalui perambah atau browser Chrome bikinan Google misalnya, di pojok kiri atas sebelah alamat situsweb, terlihat tanda gembok berwarna hijau dan bertuliskan “secure”. Tanda tersebut, menandakan bahwa situsweb itu telah memasang sertifikat digital di servernya. Dalam bahasa teknis, teknologi ini bernama SSL atau Secure Socket Layer.
Menurut laporan Techrepublic, SSL digunakan untuk mengamankan data si pengakses situsweb agar aman ketika ia berpergian di dunia maya. Dengan penggunaan SSL, data pengguna yang diberika dalam proses registrasi misalnya, akan sampai dengan selamat menuju server situsweb yang sebenarnya. Tanpa SSL, hacker bisa memotong jalur pengiriman data antara si pengguna dan situsweb dan memanfaatkannya untuk hal-hal yang tidak diinginkan.
Situs W3Techs menyebut 23,2 persen situsweb yang mereka pantau, tidak menggunakan SSL. Comodo, salah satu perusahaan penyedia SSL, meraih pangsa pasar hingga 43,5 persen situsweb yang mereka pantau. Raksasa internet Google juga memanfaatkan SSL yang digunakan situsweb sebagai bagian dari poin pemringkatan di hasil pencarian.
Dengan kata lain, sertifikat digital sebenarnya bukanlah hal asing bagi pengguna internet. Kesalahpahaman membuat topik ini ramai diperbincangkan.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Maulida Sri Handayani