tirto.id - Direktur Transformasi Teknologi, Komunikasi, dan Informasi Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak, Iwan Djuniardi, optimistis Google Indonesia akan segera memenuhi kewajibannya membayar pajak. Akan tetapi, Iwan masih belum bisa menyebutkan besaran pajak yang harus perusahaan tersebut lunasi, pasalnya proses perhitungan masih terus dilakukan sampai saat ini.
“Angka pastinya itu harus dihitung dulu nilainya berapa. Mereka kan bicaranya digital commerce. Sementara di kita, belum bisa menghitung digital commerce itu siapa saja. Seperti rincian siapa saja yang menggunakan Google, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk ini kami butuh bantuan Kominfo [Kementerian Komunikasi dan Informatika] dan Perbankan,” ujar Iwan saat ditemui seusai acara dengan Microsoft di Plaza Senayan, Selasa (28/2/2017).
Iwan menilai, guna menyelesaikan persoalan itu, pemerintah perlu memperhatikan serta merevisi perundang-undangan di Indonesia. “Dari segi Undang-Undang Perbankan jelas, lalu juga Undang-Undang Pajak sendiri. Jadi harus mendefinisikan apa itu Badan Usaha Tetap, hak pemajakan, itu harus coba kita revisi,” ujar Iwan.
“Kemudian dari Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), ini juga harus disesuaikan,” tambahnya.
Iwan menegaskan, meskipun Google Indonesia menginduk pada Google Asia Pacific di Singapura, namun sudah semestinya perusahaan tersebut tunduk pada aturan yang berlaku di Indonesia. “Sehingga meskipun ini bisnis digital, tapi ketika beroperasi di Indonesia, dia harus tunduk pada Undang-undang di Indonesia, khususnya Undang-undang membuka bisnis,” ucapnya.
Untuk mengantisipasi kasus utang pajak semacam ini tidak terjadi lagi, Iwan menyatakan Ditjen Pajak harus berkolaborasi dalam payment gateway nasional yang akan diterapkan Bank Indonesia. “Karena setiap transaksi yang berbentuk pembayaran akan melewati payement gateway, sehingga alurnya nanti bisa satu pintu saja,” kata Iwan lagi.
Seperti disampaikan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv, pada Selasa (21/2) pekan lalu, persoalan pajak Google ini telah dibahas sampai tingkat kementerian. “Sudah menteri, dan mungkin sudah melibatkan Presiden. Google kan bilangnya mau investasi juga di Indonesia, tapi diharapkan kasus pajak ini bisa diselesaikan terlebih dahulu,” ujar Haniv.
Ia mengatakan status Google Indonesia sendiri saat ini masih dalam tahap pemeriksaan bukti permulaan. Perbedaan antara penghitungan yang dilakukan Ditjen Pajak dengan pihak Google Indonesia masih menjadi kendala utama dalam mencari solusi permasalahan ini.
Google Indonesia pada 2015 lalu mengungkapkan bahwa pihaknya hanya memperoleh laba sebesar Rp20,9 miliar dan telah membayar pajak sebesar Rp5,2 miliar. Mereka menyatakan bahwa angka itu sangat jauh apabila dibanding dengan pernyataan Ditjen Pajak yang mengungkapkan bahwa Google Indonesia memperoleh keuntungan dari iklan dan bisnisnya di Indonesia hingga mencapai Rp 5 triliun. Menurut Google Indonesia, dari 282 ribu transaksi, pihaknya hanya mendapat 35 ribu transaksi saja yang berasal dari Indonesia.
Terkait dengan itu, Haniv pun mengatakan bahwa perusahaan raksasa penyedia layanan internet itu membandingkan penghitungan pajak di Indonesia dengan di Inggris.
“Mereka kan bandinginnya sama London, Inggris. Maksudnya London saja segini, tapi kok Indonesia segini. Padahal revenue di London itu 10 kali lipatnya di Indonesia. Tapi kami tekankan, kami punya standing dan prinsip sendiri,” kata Haniv.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto