Menuju konten utama

Pelonggaran Rasio Intermediasi Terbit, BI Harap Kredit Tumbuh

BI mengubah Ketentuan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dari 80-92 persen menjadi 84-94 persen untuk mempercepat penyaluran kredit.

Pelonggaran Rasio Intermediasi Terbit, BI Harap Kredit Tumbuh
Logo Bank Indonesia. Tirto.id/Wenang Budiargo

tirto.id - Bank Indonesia (BI) akhirnya merilis pelonggaran Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) lewat Peraturan Anggota Dewan Gubernur 21/5/PADG/2019.

Beleid yang diterbitkan pada Jumat (29/3/2019) pekan lalu itu, mengubah Ketentuan RIM dari 80-92 persen menjadi 84-94 persen.

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Linda Maulidina berharap, pelonggaran tersebut dapat menstimulasi perbankan agar penyaluran kredit tumbuh, terutama terhadap bank-bank yang intermediasinya rendah.

Linda menyampaikan, pertumbuhan kredit sepanjang Januari 2019 lalu tercatat meningkat 12 persen dari 11,8 persen dalam periode sama tahun sebelumnya.

Namun, kata dia, angka tersebut belum cukup untuk menopang pendapatan domestik bruto (PDB) yang signifikan.

"Di sisi lain dana pihak ketiga juga pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan kredit. Ini yang jadi alasan kami melonggarkan RIM," ujar dia, dalam konferensi pers di kompleks Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2019).

RIM merupakan kebijakan yang diberlakukan untuk Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik terhadap intermediasi perbankan.

RIM dihitung dengan memasukkan komponen pembelian obligasi korporasi oleh bank sebagai indikator pembiayaan, serta penerbitan obligasi sebagai indikator pendanaan.

Pelonggaran RIM tersebut diharapkan mampu mendorong perbankan nasional untuk membeli obligasi korporasi dan menerbitkannya. Dengan demikian, sumber pembiayaan yang rendah dari DPK bisa ditambal dengan penerbitan obligasi.

"Kami memberikan keringanan ruang likuiditas bagi perbankan untuk menyalurkan pembiayaan secara tak langsung melalui kepemilikan obligasi korporasi. Di sisi lain, kami juga melihat kecenderungan korporasi non keuangan akan makin giat mencari sumber dana melalui penerbitan obligasi," imbuh dia.

Beleid baru itu, kata Linda, mulai diberlakukan pada 1 Juli 2019. Sedangkan pemberian sanksi untuk BUK, BUS dan UUS yang melanggar kebijakan batas bawah dan batas ataa RIM tersebut baru akan berlaku mulai Oktober 2019.

Sementara sanksi yang diterapkan masih sama dengan beleid sebelumnya. Untuk satu hari pelanggaran, bank mesti membayar kekurangan giro RIM dikali 125 persen dikali suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (Jibor) over night.

"Sanksi mulai Oktober 2019, karena [kita] berikan kesempatan itu berarti berikan kesempatan untuk berikan kredit dan pembiayaan lebih banyak lagi," ujar dia.

Baca juga artikel terkait RASIO INTERMEDIASI MAKROPRUDENSIAL atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Bisnis
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Zakki Amali