Menuju konten utama

'Pejabat Praktis' ala Jokowi

Pejabat praktis’ lahir karena tuntutan melakukan politik praktis. Tapi apa jadinya jika penunjukkannya dilakukan dengan cara ala kadar. Arcandra Tahar bukan satu-satunya.

'Pejabat Praktis' ala Jokowi
avatar teguh

tirto.id - Belum genap tiga pekan usai pelantikan para menteri baru, publik dikejutkan oleh kabar bahwa Menteri ESDM yang baru Arcandra Tahar memiliki kewarganegaraan ganda, Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Padahal, sesuai UU Kementerian Negara Tahun 2008, seorang menteri haruslah warga Negara Indonesia.

Arcandra diketahui sepanjang Maret tahun 2012-Juli 2016 memasuki Indonesia dengan menggunakan paspor AS sebanyak 4 kali (Jakarta Globe Online). Panasnya isu ini disusul oleh harian Kompas yang menempatkannya sebagai headline Minggu (14/8/2016) dengan judul ‘Reputasi Presiden Jadi Taruhan.’

Presiden memang kemudian memberhentikan Arcandra dari posisi yang baru didudukinya selama 19 hari. Tapi, di luar keputusan presiden ini, ada perkara strategis yang tetap patut dicermati dan dibahas: kebiasaan Presiden Joko Widodo mengambil solusi praktis saat mengangkat/memberhentikan pejabat, namun alpa menyiapkan perangkat administrasi atau konsekuensi jangka panjangnya.

‘Kelalaian’ model ini bisa jadi buah dari upaya mencari sosok pejabat untuk kepentingan praktis. Arcandra, jika benar apa yang dipaparkan oleh Faisal Basri, ditunjuk demi memuluskan program onshore Blok Masela.

“Kalau Sudirman Said dan teman-temannya kan offshore (lepas pantai). Nah, dipilih menteri yang setuju onshore (Arcandra). Bahkan yang melakukan kajian informal itu ya menteri yang sekarang ini kan. Jadi, memuluskan onshore,”kata Faisal lepas diskusi di Veteran Caffe, Jakarta (1/8/2016).

Faisal Basri adalah sosok yang dekat dengan mantan menteri ESDM Sudirman Said. Ekonom ini pernah ditunjuk Sudirman Said sebagai Kepala Tim Reformasi Tata Kelola Migas.

Entah benar atau tidak, faktanya tiga minggu setelah pelantikan, Arcandra menggaransi pengembangan blok Masela dengan skema onshore—seperti yang dikhawatirkan kubu offshore—yang biayanyabesar. "Angka pastinya (penurunan biaya Masela), nanti akan disampaikan," kata Arcandra saat beraktivitas menyambut HUT Kemerdekaan di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, (14/8/2016).

Selain pengangkatan Arcandra, yang juga masih segar adalah penambahan staf khusus presiden. Dua minggu sebelum melakukan reshuffle, Jokowi mendadak menambah jumlah staf khusus presiden dari empat menjadi enam.

Dua nama baru yang masuk adalah M Diaz Hendropriyono, putra Jenderal TNI (Purn) A.M Hendropriyono dan Letjen Pol (Purn) Gories Mere, mantan komandan antiteror dan juga Kepala BNN, yang dikenal dekat dengan Hendropriyono. Dalam Keppres pengangkatan keduanya, tak disebutkan secara jelas bidang mana yang akan keduanya ampu dalam membantu tugas presiden.

Sangat berkebetulan dengan penunjukan itu, sebelumnya Danpaspampers Mayjen Andika Perkasa dimutasi menjadi Pangdam Wirabuana yang berkedudukan di Pontianak, Kalimantan Barat. Andika adalah menantu dari Hendropriyono.

Adakah penunjukan itu hanya rotasi representasi Hendropriyono di ring-1 presiden? Tak jelas, namun jamak diketahui, Hendro punya peran signifikan bagi Jokowi, khususnya dalam membendung kharisma militer yang dimiliki Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto pada masa Pilpres 2014.

Cerita penunjukan Wiranto sebagai Menkopolhukam pun konon tak luput dari aroma politik praktis. Memang Wiranto ditunjuk menjadi menteri utama setelah Partai Hanura kehilangan dua kursi menteri, namun nuansa penunjukan lebih dikarenakan kebutuhan Jokowi untuk menertibkan anggota kabinetnya.

Ada anggota kabinet yang berada di luar kendali presiden, namun memiliki hubungan sangat erat dengan petinggi di PDIP – yang secara formal adalah pengusung Jokowi menjadi Capres 2014. Beberapa kali terlihat statemen si menteri, keluar dari pakem yang digariskan pemerintahan Jokowi.

Luhut Pandjaitan yang semula ada di pos tersebut, memang sukses dalam banyak hal, namun dianggap tak mampu mengendalikan satu poin tersebut. Masalahnya, jika si menteri dicopot, hanya akan memantik friksi baru dengan Teuku Umar dan tentu saja kian menambah dalam jurang komunikasi Jokowi dengan PDIP. Itu bukan risiko politik yang siap dihadapi Jokowi untuk saat ini.

Solusi praktisnya adalah mengundang kembali nama Wiranto, yang terhitung unggul dari sisi senioritas dan kharisma ketimbang si menteri. Mungkin solusi yang tepat bagi Jokowi, tapi ia melupakan satu hal, nama Wiranto masih tercatat sebagai salah satu jenderal yang dicekal masuk ke Amerika Serikat (AS).

Mari kita tarik pada era reshuffle sebelumnya, pola serupa mungkin bisa ditunjuk pada pengangkatan Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman. Tak jelas, angin apa yang membawa Rizal di posisi itu. Isu yang beredar, konon sekadar mengimbangi agresivitas politik Jusuf Kalla. Faktanya, Rizal hanya bertahan setahun di kabinet.

Jika acuannya adalah tertib administrasi, Jokowi dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memang beda gaya. SBY melakukan penunjukan dengan kehati-hatian penuh. Karenanya, SBY sadar karena alasan yang sama yang diterima Wiranto, ia tak akan bisa menunjuk Letjen TNI (Purn) Sjafrie Samsoeddin sebagai menteri. Untuk itu, Sjafrie cukup mendapat porsi jabatan sebagai wakil menteri pertahanan.

Meski demikian, SBY pun pernah kebobolan sekali, ketika jaksa agung pilihannya Hendarman Supandji ‘dipaksa lengser’ oleh Yusril Ihza Mahendra atas nama hukum tata negara.

Sesungguhnya, masuk akal jika Presiden Jokowi mengangkat seorang ‘pejabat praktis.’ Dia dalam situasi politik yang rumit. Dukungan politik dari PDIP sebagai parpol yang mengusungnya terlihat berjarak, sementara kekuatan aliansi politik partai-partai pendukung Jokowi belum teruji.

Di sisi lain, Jokowi masih enggan percaya pada kekuatan publik yang memilihnya secara langsung. Terpaksa Jokowi harus bermanuver, menjalankan politik akomodasi sekaligus menyelesaikan permasalahan politik praktis.

Tapi jika Jokowi terus melakukannya dengan cara yang sumir, itu seperti memberikan Yusril Ihza Mahendra amunisi untuk meruntuhkan kewibawaan pemerintahannya.

___________

Berita terkait: Jokowi Akhirnya Copot Arcandra

*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.