Menuju konten utama

Pasangan Humoris dan Resep Awet Menjalin Hubungan

Punya pasangan yang humoris diyakini memberi warna pada hubungan. Benarkah pasangan yang suka melucu punya nilai lebih?

Pasangan Humoris dan Resep Awet Menjalin Hubungan
Humor dalam hubungan. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - "Jika kamu bisa membuat seorang perempuan tertawa, kamu bisa membuat dia melakukan apa saja."

Sepenggal ucapan Marilyn Monroe ini bisa jadi ada benarnya. Berinteraksi bersama seseorang yang humoris tentu menyenangkan—apalagi sosok itu adalah orang terdekat seperti pasangan.

Psikolog Daniel Doerksen dari Simon Fraser University, Kanada, mengatakan dalam interaksi antar manusia, kemampuan melucu sangatlah berpengaruh. Seseorang yang mempunyai selera humor yang bagus akan membuatnya jauh lebih menarik di depan orang lain termasuk lawan jenis, apalagi pada situasi kesan pertama.

"Humor adalah kekuatan untuk membuat orang lain tertarik kepada kita,” kata Daniel yang juga penulis dikutip dari Live Science.

Untuk melihat apakah karakter humoris seseorang berpengaruh terhadap kesan pertama terhadap pasangan bicara yang baru kenal, Jeffrey A. Hall dari University of Kansas melakukan riset yang diberi berjudul Sexual Selection and Humor in Courtship: A Case for Warmth and Extraversion yang dipublikasikan pada 2015.

Sejumlah 35 responden laki-laki dan perempuan menjelajahi halaman profil Facebook 100 orang asing untuk mengukur kepribadian mereka. Dari studi tersebut ditemukan bahwa sebagian besar responden tersebut menilai orang asing yang dinding Facebook berisi konten-konten humoris cenderung bersifat lebih cerdas dan terbuka.

Baca juga:

Mati karena Tertawa

Apa Kunci Hubungan Bahagia?

infografik why so serious

Sikap Humoris dalam Hubungan

Dalam sebuah hubungan, selain sikap tanggung jawab dan rela berkorban, sikap humoris adalah salah satu sikap penting yang juga dibutuhkan. Hal tersebut turut dituturkan oleh Annisa, seorang ibu rumah tangga yang telah 18 tahun ini menjalani pernikahannya dengan suaminya.

“Seperti banyak pasangan lainnya, usia pernikahan paling menyenangkan tentu saja di satu-dua tahun pertama. Namun bukan berarti, lima atau sepuluh tahun berikutnya lebih hambar. Saya yang hampir dua dekade ini menikah tentu saja pernah mengalami kebosanan dan perselisihan. Namun, dua hal itu bisa tiba-tiba menjadi lebih ringan ketika kami sudah bisa kembali tertawa bersama. Beruntungnya, suami saya bukan orang yang kaku dan pandai melucu,” katanya kepada Tirto.

Pentingnya sikap humoris di kalangan pasangan yang menikah menjadi perhatian Karl Pillemer, seorang profesor pengembangan manusia dari Universitas Cornell. Ia melakukan wawancara terhadap 700 orang Amerika berusia 65 tahun ke atas. Sebanyak 700 responden tersebut berasal dari latar belakang, ras, etnis, sejarah pernikahan, dan tingkat sosio ekonomi yang beragam. Penelitiannya ia rangkum dalam sebuah buku yang berjudul 30 Lessons for Loving: Advice from the Wisest Americans on Love, Relationships, and Marriage.

"Orang bisa hidup bersama, tumbuh bersama, berkelahi bersama, dan bahagia selama 50 tahun atau lebih," tulisnya dalam bukunya.

Ia juga menemukan bahwa berbagi selera humor adalah satu satu kunci hubungan yang langgeng. "Nasihat penting dari orang yang sudah lama menikah adalah untuk lebih ceria. Dan ini pentingnya tertawa bersama," kata Pillemer.

Penelitian lain juga mengungkapkan bahwa tertawa bersama bisa menjadi indikator seberapa kuat sebuah hubungan. Laura E.Kurtz dan Sara B. Algoe dalam riset yang berjudul Putting laughter in context: Shared laughter as behavioral indicator of relationship well-being dan dipublikasikan di Journal Personal Relationships tahun 2015, mengungkapkan bahwa kemampuan humoris mempengaruhi kualitas hubungan pasangan. Hasilnya, mereka menemukan kaitan kuat antara seberapa sering pasangan tertawa bersama dengan seberapa dekat dan merasa didukung satu sama lain.

Dalam studi tersebut, Kurtz dan Algoe mengumpulkan 71 pasangan heteroseksual yang telah menjalin hubungan rata-rata 4 tahun. Kurtz dan Algoe merekam video pasangan-pasangan tersebut dan menghitung seberapa banyak dan seberapa lama sepasang responden tertawa spontan. Selanjutnya, semua responden diminta menyelesaikan survei mengenai kedekatan relasional mereka.

"Secara umum, pasangan yang tertawa lebih banyak cenderung memiliki kualitas hubungan yang lebih tinggi. Kita bisa menyebut tawa bersama sebagai indikator kualitas hubungan yang lebih baik," kata Kurtz.

Dalam penelitian itu terungkap, pasangan yang sering tertawa spontan bersama ternyata merasa ikatannya lebih kuat. Mereka juga saling mendukung dalam segala macam situasi. Hasilnya berbeda dengan pasangan yang tidak berbagi tawa bersama.

"Ini bukan seberapa sering pasangan Anda tertawa atau membuat Anda tertawa, tetapi momen ketika Anda dan ia tertawa bersama," kata Kurtz.

Kurtz dan Algoe juga mencatat terdapat beberapa pola gender yang muncul dari penelitiannya. Perempuan mempunyai kadar tertawa yang lebih banyak dibanding laki-laki. “Namun, tawa laki-laki lebih menular. Saat pria tertawa, mereka 1,73 kali lebih mungkin membuat pasangan mereka tertawa." Lanjutnya.

Dalam sebuah laporan yang berjudul Humor, Laughter, and Those Aha Moments di Harvard Mahoney Nuuroscience Institute Letter, edisi Spring 2010 Vol. 16, No. 2, dalam laporan itu mengungkapkan saat orang tertawa, otak akan melepaskan neurotransmitter berupa endorfin, dopamin, dan serotonin. Hormon-hormon ini akan menghilangkan nyeri di dalam tubuh, mengurangi stres dan memberi efek bahagia bagi tubuh.

Kondisi yang menyenangkan yang dirangsang dari tertawa dalam sebuah hubungan pasangan sangat penting untuk terus menyegarkan sebuah relasi intim. Namun, untuk menciptakan situasi demikian, setidaknya harus ada kemauan untuk saling mengisi menciptakan keadaan untuk bisa tertawa bersama antar pasangan. Resep yang barangkali ampuh, bisa dimulai dengan mencari pasangan yang humoris, atau paling tidak bagi seorang pria bisa memulainya dari apa yang pernah dikatakan Marilyn Monroe.

Baca juga:

Seks yang Tetap Membara Saat Usia Bertambah

Benarkah Krisis Kebahagiaan Terjadi Pada Usia 35?

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Yulaika Ramadhani
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Suhendra