Menuju konten utama

Para Jawara Bisnis Travel Online Indonesia

Persaingan bisnis travel yang terwakili oleh situs-situs penyedia informasi tempat wisata plus pemesanan tempat menginap di Indonesia makin kompetitif dan terus tumbuh. Anggaran perusahaan terkuras banyak demi iklan. Pada akhirnya, sang jawara adalah yang mampu memberikan pelayanan terbaik bagi para pelancong.

Para Jawara Bisnis Travel Online Indonesia
Tampilan web Traveloka. [foto/www.traveloka.com]

tirto.id - Perkembangan teknologi makin memanjakan kehidupan manusia. Bisnis-bisnis yang menerapkan modal konvensional secara perlahan mulai surut akibat kemajuan teknologi. Salah satu platform ekonomi yang terkena imbas dari kondisi ini adalah bisnis travel online. Kemudahan layanan mulai dari pemesanan tiket hingga penginapan, membuat konsumen ramai-ramai berburu travel online.

Tamana Lohan, pendiri situs pemesanan hotel mewah Mr & Mrs Smith, menyadari hal ini sejak lama. Baginya, proses digitalisasi atas banyak hal membuat manusia memiliki pilihan yang jauh lebih luas dari era-era sebelumnya.

“Lebih banyak orang yang melancong dibanding masa sebelumnya, dan perusahaan seperi Airbnb (layanan online untuk sewa inap di rumah orang-red) memfasilitasi anak-anak muda untuk berpetualang dengan cara yang lebih efektif. Teknologi (internet) telah memberikan lebih banyak informasi tempat-tempat yang akan kita tuju,” kata Lohan kepada The Guardian.

Pendapat Lohan diamini juga oleh James McCLure, manajer Airbnb untuk Inggris dan Irlandia. McCLure kecipratan untung yang berlipat selama 15 tahun terakhir sebab semakin banyak orang yang memanfaatkan situsnya untuk menyewa penginapan. Praktis, efektif, dan efisien.

Kondisi di Indonesia tak jauh berbeda. Sejak satu dekade belakangan, masyarakat tak hanya ramai memanfaatkan situs jual-beli online untuk berbelanja. Kemunculan situs-situs penyedia informasi hotel dan tempat wisata, sekaligus fitur untuk pemesanannya, membuat peta bisnis perjalanan wisata pelan-pelan berubah.

Orang-orang makin jarang berurusan dengan agen perjalanan dengan sistem konvensional. Kini kebutuhan melancong sudah terlayani dengan baik oleh situs-situs seperti Traveloka, Trivago, Mister Aladin, Pegi-pegi, Nusatrip, Tiket.com, dan lain sebagainya. Calon pelancong tinggal mengakses situs-situs tersebut lewat gawai di genggaman tangan. Lagi-lagi karena praktis, efektif, dan efisien.

Masing-masing situs menjadi kompetitor satu sama lain, dan persaingannya hingga kini masih terhitung sehat. Mereka berusaha untuk memberikan informasi sedetail dan seaktual mungkin demi kepuasan konsumen, termasuk kemudahan dalam pemesanan tempat menginap maupun tiket perjalanan.

Siapa Jawaranya?

Menurut rilis Millward Brown, terhitung sampai pertengahan tahun 2016 angka pertumbuhan nilai brand (brand potential) Traveloka menjadi yang tertinggi yakni sebesar 33 persen. Traveloka mengungguli dua situs jual-beli online yang populer di Indonesia yaitu Tokopedia (22 persen) dan Bukalapak (15 persen). Dengan nilai Brand Contribution lebih dari 60 persen, Traveloka diakui sebagai brand terkuat di sektor online.

Dalam siaran persnya, Dannis Muhammad selaku Head of Marketing Traveloka, berkata “Kunci kesuksesan sebuah brand di industri yang serba cepat seperti sekarang ini adalah menghadirkan sebuah layanan online booking yang terlengkap dan dapat diandalkan oleh siapapun. Terutama mereka yang bergaya hidup mobile. Itulah mengapa kami selalu berupaya untuk memberikan pengalaman konsumen yang terbaik, secara menyeluruh”.

Sekadar info, metodologi riset Millward Brown memakai metrik Brand Contribution sebagai teknik untuk menetapkan efektivitas sebuah brand dalam usaha membuatnya spesial dan unik dengan brand kompetitor lain agar mampu membangkitkan minat serta memperkuat loyalitas konsumen.

Hasil riset Millward Brown mengungkapkan, dalam dua tahun terakhir semakin banyak brand digital commerce yang berhasil mengubah wajah industrinya masing-masing.

Khusus untuk situs travel online di Indonesia, mengapa Traveloka bisa dominan? Sebagaimana dikutip Antara, Traveloka adalah perusahaan nasional pertama di Asia yang menerima investasi seri A dari Global Founders Capital (perusahaan pemodalan dari Samwer Brothers yang memiliki Rocket Internet) dan East Ventures.

Sejak menerima investasi, Traveloka terus tumbuh dengan cepat dengan melayani pemesanan tiket pesawat dari 27 maskapai untuk lebih dari 18.000 rute di Asia-Pasifik dan belasan ribu kamar hotel di Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, dan Hong Kong.

Kinerja ini juga ditunjang dengan metode pembayaran yang beragam, mekanisme perbandingan harga antar maskapai, dan call-center yang beroperasi selama 24 jam. Di antara sekian variabel yang menjadikan Traveloka memenangi persaingan bisnis travel online, salah satu faktor yang juga mampu mendongkrak pundi-pundi keuntungan perusahaan adalah fakta bahwa Traveloka tak pelit dalam beriklan di televisi.

Iklan adalah Kunci

Merujuk data Adsensity, sepanjang tahun 2015 lalu Traveloka mengalokasikan dana sebesar Rp 631 miliar untuk jasa iklan di 13 stasiun televisi nasional. Tak jeran jika iklan Traveloka mendapat porsi yang terbesar di antara situs-situs travel lain. Tahun lalu Traveloka muncul di layar televisi sebanyak 39.169 kali. Bulan Juni menjadi waktu paling boros bagi Traveloka yang menghabiskan dana sebesar Rp100 miliar dan tampil di televisi sebanyak 5.931 kali.

Bandingkan dengan situs lain seperti Trivago yang “hanya” menghabiskan anggaran sebesar Rp80 miliar dan tayang di televisi 8 kali lebih jarang ketimbang Traveloka atau sebanyak 5.431 kali saja. Di urutan ketiga ada Mister Aladin yang menghabiskan Rp50 miliar untuk 2.142 kali tayang iklan. Berturut-turut di bawahnya ada Pegi-pegi.com, Nusatrip, dan Tiket.com.

Jika keenamnya digabung, persentase besaran pengeluaran iklan dan jumlah tayang Traveloka mencapai 78 persennya. Di tahun 2016 mulai bulan Januari-Juli, data statistik gabungan antara Traveloka, Trivago, Mister Aladin, dan Pegi-pegi.com masih menempatkan Traveloka di puncak peringkat dengan 61 persen.

Anggaran untuk iklan Traveloka juga masih yang terbesar, yakni Rp339 miliar untuk tayang sebanyak 17.629 kali. Dana tersebut tiga kali lipat lebih besar dari anggaran Trivago yang hanya sebesar Rp112 miliar. Perbandingan dengan kedua situs lainnya lebih jauh lagi meski urutannya masih sama dengan tahun lalu. Mister Aladin menghabiskan Rp96 miliar sedangkan Pegi-pegi.com hanya merogoh Rp12 miliar.

Terus Tumbuh

Meski cakupan pengeluaran dan pendapatannya tak sebesar Traveloka, situs-situs travel online tersebut bukannya tak berkembang. Tahun 2015 gabungan keempatnya mencatatkan pengeluaran untuk iklan hampir menyentuh angka Rp800 miliar. Sedangkan hingga pertengahan tahun ini (periode Januari-Juli) saja angkanya sudah mencapai Rp560 miliar. Dana gigantis ini tentu akan terus bergerak naik hingga akhir tahun sebab masing-masing situs memiliki rencana pengeluaran untuk iklan tiap bulannya.

Membaca kondisi ini, dapat disimpulkan jika bisnis situs online penyedia informasi seputar dunia traveling terus tumbuh. Merujuk data e-Marketer, keuntungan penjualan situs travel online tahun ini mencapai $5,97 miliar atau setara dengan Rp78 triliun. Angka ini naik dari tahun 2014 sebesar $4,26 miliar dan 2015 sebesar $5 miliar. Diperkirakan pada tahun 2020 angkanya sudah mencapai $10,49 miliar.

Indonesia pernah mencatatkan pertumbuhan bisnis online travel sebesar 44,1 persen di tahun 2014. Memang ada tren penurunan di tahun-tahun setelahnya, namun angka pertumbuhan Indonesia masih lebih tinggi ketimbang sejumlah negara maju di kawasan Asia Pasifik.

Tahun ini persentase pertumbuhan bisnis travel online Indonesia tercatat sebesar 19, 5 persen atau lebih besar dibandingkan Korea Selatan (13), India (14), Jepang (7,3) dan Australia (3,6). Pertumbuhan dan keunggulan dibanding keempat negara tersebut diperkirakan masih akan terlihat di tahun-tahun mendatang. Indonesia hanya kalah dari Cina yang tahun ini mencatatkan pertumbuhan sebesar 24 persen.

Di tingkat global, penjualan bisnis travel online di kawasan Asia-Pasifik menempati urutan ketiga setelah Amerika Utara dan Eropa Barat. Tahun ini pundi-pundi keuntungan Asia Pasifik mencapai $177,9 miliar, sedangkan Amerika Utara sebesar $190,9 miliar dan Eropa Barat senilai $140,3 miliar. Setidaknya Asia-Pasifik masih mengungguli Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika, Eropa Timur, dan Eropa Tengah.

Arus Balik & Segmentasinya

Tren positif bisnis travel online berbanding terbalik dengan bisnis offline. Saat banyak perusahaan start up yang meraup keuntungan dengan bergerilya di jagad maya, perusahaan penyedia jasa informasi dan pemesanan tiket hotel ataupun tiket kendaraan secara offline sedang dilanda tren negatif selama beberapa tahun terakhir.

Di kawasan Asia-Pasifik, dalam periode tahun 2010-2016 bisnis travel offline terus menurun dari proporsi penjualan sebesar 82,8 persen menjadi 63,2 persen. Riset e-Marketer ini berbanding terbalik dengan perkembangan bisnis travel online. Dalam kurun waktu yang sama bisnis ini tumbuh minimal 3 persen per tahun. Dari proporsi penjualan sebesar 17,2 persen, enam tahun kemudian angkanya sudah naik dua kali lipat lebih atau sebesar 36,8 persen.

Khusus di Indonesia, pemerintahan era Presiden Jokowi sejak awal memang berusaha untuk memanfaatkan tren ini. Pertumbuhan bisnis online diperlakukan sebagai pendukung visi ekonomi kreatif. Akhir tahun lalu, misal, Jokowi menerima sejumlah perwakilan industri start up untuk membincangkan banyak hal. Muaranya pada strategi menumbuhkan industri yang dinilai memberikan implikasi luas bagi masyarakat itu.

“Banyak masukan, masalah akses regulasi, logistik. Diprediksi e-commerce pada tahun 2020 (nilai penjualannya) akan mencapai $320 miliar, maka kita harus perbaiki ekosistemnya,” kata Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara—salah satu birokrat istana yang dikenal mendukung penuh bisnis berbasis online di Indonesia.

Serupa dengan bisnis lain, bisnis travel online pun mendapat segmentasinya secara alami. Demi menyasar pasar para pelancong muslim misalnya, awal bulan Agustus 2016 muncul situs HalalTrip.com. Fazal Bahardeen selaku Chief Executive Officer, CrescentRating & HalalTrip dalam siaran persnya mengungkapkan bahwa situs tersebut diharapkan menjadi platform online bagi wisatawan muslim.

Sebagaimana dilansir Antara, HalalTrip bisa menjadi rujukan bagi para wisatawan muslim untuk mencari tempat-tempat wisata baik yang Islami maupun umum, mendapat infomasi tempat makan dengan makanan halal, masjid, dan fasilitas ibadah di manapun di seluruh dunia. Tak lupa, situs ini menyediakan informasi tempat menginap terutama penginapan yang Islami.

Keberadaan internet dan intensitas pemakaiannya yang tinggi oleh seluruh lapisan masyarakat memang mengubah lanskap pertarungan ekonomi secara drastis. Pelaku bisnis tinggal mencari segmentasi yang tepat, berani mengambil resiko, dan tentu saja merogoh modal yang cukup. Mumpung sedang “in” dan prospeknya cerah, tunggu apa lagi?

Baca juga artikel terkait BISNIS TRAVEL ONLINE atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Bisnis
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti