Menuju konten utama

Pameran Replika Pakaian Korban di 16 Hari Anti Kekerasan Perempuan

Kitasama menunjukkan replika pakaian korban kekerasan seksual disertai narasi terkait kronologi peristiwa untuk membangun empati publik.

Pameran Replika Pakaian Korban di 16 Hari Anti Kekerasan Perempuan
Pameran replika pakaian korban kekerasan seksual dan tubuh perempuan dalam rangka 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan di Ruang Selatan, Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2019). tirto.id/Fadiyah

tirto.id - Koalisi Indonesia untuk Seksualitas dan Keberagaman (Kitasama), turut mengkampanyekan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP).

Mereka melangsungkan pameran sejumlah replika, termasuk sejumlah pakaian dari korban kekerasan seksual.

"Kita mau memperlihatkan bahwa stigma korban kekerasan seksual karena menggunakan pakaian seksi itu salah," ujar Ayunita Xiao Wei, selaku salah satu orang yang tergabung dalam Kitasama, dalam konferensi pers di Ruang Selatan, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2019).

Kitasama merupakan gabungan dari sejumlah organisasi yang bergerak di isu perempuan, yakni Pamflet Generasi, Pusat Kajian (Puska) Gender dan Seksualitas, serta Aliansi Satu Visi. Mereka melangsungkan pamerannya di Ruang Selatan, Kemang, Jakarta Selatan.

Replika ini berbentuk pakaian korban-korban kekerasan seksual yang dipajang seragam Sekolah Dasar (SD) merah-putih perempuan; pakaian gamis dengan hijab panjang berwarna ungu; pakaian perempuan yang digunakan oleh manekin tubuh laki-laki; hingga pakaian kerja laki-laki dalam tubuh laki-laki.

Setiap replika tersebut tertulis narasi kisahnya masing-masing. Salah satunya terdapat dalam kertas yang ditempelkan pada rok perempuan SD.

Narasi tersebut berbunyi:

"Saat itu aku masih kelas 4 SD. Suatu kali aku melihat-lihat mainan yang dijual di depan sekolahku. Si pedagang mainan lalu menyentuh kemaluanku. Kali yang lain sepupuku menghampiriku, dan menggesekan jarinya di kemaluanku. Aku merasa sangat tidak nyaman dan jijik, tapi aku tak berani berteriak atau mengadu.

Baru ketika dewasa aku tahu apa yang kualami adalah pelecehan seksual. Hingga saat ini aku pun aku tak pernah menceritakan pengalamanku karena aku malu."

Kisah tersebut berasal dari salah seorang korban kekerasan seksual di daerah Banten. Identitasnya tak disebutkan.

"Iya, itu replika, tetapi ceritanya nyata," ujar Ayunita.

Konsep dari replika-replika dalam pameran tersebut diusung oleh Rizka Amanditya. Selain replika pakaian, terdapat pula replika sejumlah bentuk vagina dan payudara.

Rizka menghadiri beragam bentuk dan warna vagina dalam pameran tersebut. Salah satu replika payudara pun ada yang terlihat seperti sehabis dioperasi.

Tujuannya, jelas Rizka, adalah untuk meruntuhkan konstruksi sosial atas apa yang disebut cantik, serta bentuk payudara atau vagina apa yang disebut bagus.

"Semuanya cantik," ujar Rizka saat ditemui di pameran tersebut.

Penelitian Puska Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia (UI) Nadira Reza Chairani, menyampaikan, 16 HAKTP merupakan gerakan global atas ketidakadilan dan kekerasan yang terjadi terhadap perempuan.

"Indonesia turut memperingati 16 HAKTP sejak 1991 dan gerakan ini menjadi rutin dilakukan pada tanggal 25 November hingga 10 Desember setiap tahunnya. Pada tahun 2003, Komnas Perempuan menjadi inisiator yang memfasilitasi kegiatan kampanye di berbagai daerah di Indonesia," jelas Nadira.

Komnas Perempuan mencatat 3.168 ada korban kekerasan pada 2001. Jumlah ini meningkat drastis pada 2019 sebanyak 406.178 kasus kekerasan perempuan.

"Setiap tahun angkanya meningkat. Buruk, tapi di sisi lain, ada loh kemajuan teknologi dan informasi, yang membantu orang semakin tahu masalah kekerasan seksual, serta lebih mudah untuk melaporkan. Walau angkanya memang cukup mengejutkan," ungkap Nadira.

Selain itu, Nadira pun menjelaskan bahwa konstruksi sosial mengenai standar kecantikan merupakan hal yang berkaitan dengan fenomena kekerasan seksual.

"Tingginya standar kecantikan serta fenomena kekerasan seksual saling berkaitan, dan rendahnya pengetahuan seseorang terkait otonomi tubuh adalah salah satu sebab terjadinya kekerasan seksual," jelas Nadira.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hard news
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali