Menuju konten utama

Omnibus Law RUU Kesehatan Disebut Rugikan Petani Tembakau

Pasal 154 RUU Kesehatan menyebut petani takkan bisa menanam tembakau karena dianggap sebagai tanaman ilegal padahal nilai keekonomiannya sangat tinggi.

Omnibus Law RUU Kesehatan Disebut Rugikan Petani Tembakau
Petani memetik daun tembakau saat panen di persawahan Dusun Welar, Toroh, Grobogan, Jawa Tengah, Senin (7/9/2020). Menurut petani, meskipun kualitas tembakau ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/wsj.

tirto.id - Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menyebut bahwa Omnibus Law RUU Kesehatan yang sedang digodok Kementerian Kesehatan dan DPR RI merugikan berbagai pihak di Indonesia, termasuk pelaku industri hasil tembakau khususnya petani tembakau.

Menurut Juru Bicara KNPK, Moddie Alvianto, aturan sapu jagat RUU Kesehatan tersebut bisa berdampak buruk. Salah satunya, kata Moddie, tercantum dalam Pasal 154 draf RUU tersebut.

“Dampak dari pasal 154 adalah petani tidak akan bisa menanam tembakau karena bakal dianggap sebagai tanaman ilegal padahal nilai keekonomiannya sangat tinggi,” katanya lewat keterangan tertulisnya yang diterima Tirto, Jumat (12/5/2023) sore.

Padahal, menurut Moddie, kretek di Indonesia punya banyak manfaat. "Sumber penerimaan negara khususnya cukai, paling tinggi adalah industri hasil tembakau. Penerimaan Cukai Hasil Tembakau selalu meningkat dan bahkan melampaui target dari tahun 2018-2022,” katanya.

Tak hanya itu, Moddie juga menyoroti Pasal 156 yang mengatur persoalan peringatan kesehatan.

“Di pasal 156 ayat 2 Kementerian Kesehatan berupaya melampaui kewenangannya dalam aturan perundang-undangan dengan membuat aturan teknis dari UU lewat Peraturan Menteri. Padahal, aturan perundang-undangan kita jelas menyatakan jika Peraturan Pemerintah yang punya kewenangan terhadap itu,” katanya.

“Kemudian pada pasal 157, terlihat Kementerian Kesehatan berupaya menghilangkan kekuatan hukum dari Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan penyediaan ruang merokok di tempat umum adalah wajib. Pada RUU terbaru ini, kata "wajib" dalam urusan menyediakan ruang merokok dihilangkan oleh mereka,” tegas Moddie.

Karena itu, Moddie menilai Kementerian Kesehatan berupaya main kuasa untuk menghapuskan dan menambahkan hal tertentu yang mereka inginkan. Padahal, apa yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan jelas sebuah abuse of power. "Melihat hal ini, sudah sepantasnya pembahasan RUU Kesehatan ditolak dan dibatalkan,” tutupnya.

Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan Omnibus Law menuai polemik, hingga memicu ribuan tenaga kesehatan menggelar demo pada hari ini, Senin, 8 Mei 2023, lalu.

Aksi penolakan itu dilakukan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) di beberapa daerah dan rumah sakit.

Sebelumnya, pada 3 Mei 2023 lalu, Ketua PPNI Harif Fadillah sempat melakukan konferensi pers bertajuk “Stop Pembahasan RUU Kesehatan”.

Menurut Harif, aksi demo itu beranjak dari keprihatian para tenaga kesehatan terhadap pembahasan RUU Kesehatan yang terlalu tergesa-gesa hingga memuat pasal kontroversial. RUU tersebut diduga berpotensi melemahkan perlindungan dan kepastian hukum bagi perawat, nakes dan masyarakat, serta tak mampu menampung masukan dari organisasi kesehatan.

Baca juga artikel terkait RUU KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Restu Diantina Putri