Menuju konten utama

Novanto Tak Hadir Gara-Gara Siapkan Duplik, Sidang Bimanesh Batal

Setya Novanto mengklaim tidak bisa memenuhi panggilan sebagai saksi di sidang Bimanesh karena fokus pada perkaranya di kasus korupsi e-KTP.

Novanto Tak Hadir Gara-Gara Siapkan Duplik, Sidang Bimanesh Batal
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (tengah) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Persidangan dugaan merintangi penyidikan dengan terdakwa Bimanesh Sutarjo batal digelar, Jumat (20/4/2018). Saksi tunggal perkara Bimanesh, Setya Novanto tidak memenuhi panggilan persidangan. Dalam keterangan yang disampaikan kepada KPK, mantan Ketua DPR itu mengklaim tidak bisa memenuhi panggilan karena fokus pada perkaranya di kasus korupsi e-KTP.

"Kami sudah menyampaikan panggilan secara patut akan tetapi saksi menuliskan pada halaman akhir yang pada intinya menyampaikan kepada kami untuk disampaikan di depan persidangan: 'mohon maaf saya tidak bisa hadir memenuhi panggilan karena sedang mempersiapkan duplik menghadapi keputusan saya sidang hari Selasa tanggal 24 April'," kata Jaksa KPK Takdir Suhan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (20/4/2018).

Novanto meminta penjadwalan ulang pemeriksaannya pada pekan depan. Namun, ia meminta kepada pengadilan untuk diperiksa setelah 24 April 2018. Pasalnya pada tanggal tersebut, putusan perkara korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto akan dibacakan.

Mendengar keterangan tersebut, Hakim Ketua Mahfudin pun menanyakan kembali kepada jaksa tanggal pemanggilan Novanto. Jaksa pun mengingatkan permintaan penundaan hingga minggu depan setelah 24 April. Hakim pun tidak mempermasalahkan namun tetap ada sidang dengan saksi lain.

"Kita tunda persidangannya di hari Senin tanggal 23 untuk pemeriksaan saksi lanjutan kemudian nanti dijadwalkan pemeriksaan saksi Setya Novanto setelah tanggal 24 kita tunda Jumat tanggal 27," kata Mahfudin.

"Jadi Senin tanggal 23 April untuk pemeriksaan saksi lanjutan dan juga tanggal 27 April hari Jumat 2018. Sidang selesai dan ditutup," tegas Hakim Mahfudin.

Bimanesh didakwa dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. Dia didakwa bersama dengan advokat Fredrich Yunadi telah melakukan rekayasa medis terhadap Setnov ketika peristiwa kecelakaan.

Dalam dakwaan, Bimanesh dinilai menyanggupi untuk memenuhi permintaan Fredrich Yunadi yang ingin Novanto dirawat di rumah sakit. Purnawirawan Polri ini pun dinilai mengetahui Setyo Novanto sedang memiliki masalah hukum di KPK terkait kasus tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP.

Selanjutnya, Bimanesh menghubungi dr Alia yang saat itu menjabat sebagai Plt Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau melalui telepon agar disiapkan ruang VIP untuk rawat inap pasiennya. Pasien yang dimaksud adalah Setya Novanto yang direncanakan akan masuk rumah sakit dengan diagnosa penyakit hipertensi berat, padahal terdakwa belum pernah melakukan pemeriksaan fisik terhadap Setya Novanto.

Bimanesh juga menyampaikan bahwa dirinya sudah menghubungi dr Mohammad Thoyibi (dokter spesialis jantung) dan dr Joko Sanyoto (dokter spesialis bedah) untuk melakukan perawatan bersama padahal terdakwa belum pernah memberitahukan kepada kedua dokter tersebut untuk merawat Setya Novanto.

Selain itu, terdakwa berpesan agar dr Alia tidak memberitahukan kepada dr Hafil Budianto Abdulgani, Direktur RS Medika Permata Hijau, tentang rencana memasukkan Setya Novanto untuk dirawat inap. Bimanesh kemudian memberikan telepon selularnya kepada Fredrich Yunadi untuk berbicara langsung kepada dr Alia, yang pada intinya Fredrich Yunadi meminta agar disiapkan ruangan VIP dan memesan tambahan ruangan serta perawat yang berpengalaman untuk merawat Setya Novanto.

Atas perbuatannya, Bimanesh didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri