tirto.id - Jasad Michael menggantung dengan jeratan sling baja di lehernya. Kondisinya sangat mengenaskan. Michael adalah seekor singa Afrika berusia 1,5 tahun, penghuni Kebun Binatang Surabaya (KBS), Jawa Timur. Polisi menyatakan Michael mati terbunuh. Namun, apa yang menyebabkan ia terbunuh masih misterius hingga kini.
Kisah tragis Michael melengkapi catatan kematian hewan-hewan lain yang di KBS. Kebun binatang yang berdiri sejak 1918 ini punya sejarah kelam, banyak hewan mati tak terurus sejak beberapa tahun sebelumnya seperti kematian Melani, sang Harimau Sumatera “kurus kering”. Penyebabnya konflik manajemen pengurus KBS yang berlarut-larut.
Kabar menyedihkan lain datang dari Kebun Binatang Bandung, Jawa Barat, awal Mei lalu. Seekor gajah Sumatera bernama Yani sekarat berhari-hari karena penyakit paru-paru hingga akhirnya ajal menjemput. Penyebabnya diduga karena masalah manajemen pakan yang buruk oleh pengelola kebun binatang. Petisi online “Selamatkan Kebun Binatang Bandung” sempat muncul di dunia maya.
“Kalau lihat kebun binatang sekarang kayak nggak peduli pengurusnya, binatang pada sakit, dan sampai mati juga,” kata seorang remaja wanita dalam sebuah video yang diunggah di Youtube bertajuk Save Bandung Zoo.
Kejadian di Kebun Binatang Bandung itu memunculkan kontroversi. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mendorong agar publik melakukan boikot terhadap Kebun Binatang Bandung sebagai sanksi bagi pengelola. Namun, sikap ini justru bertolak belakang dengan pemerintah provinsi.
"Kalau pengelolaannya ada yang kurang atau keliru ayo kita perbaiki dibantu pengelolaannya agar baik. Jangan dihukum sampai ditutup. Itu bahaya itu," kata Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar dikutip dari Antara.
Ridwan Kamil maupun Deddy Mizwar sadar bahwa ada persoalan di manajemen Kebun Binatang Bandung. Masalah manajemen memang kerap kali dianggap sebagai biang kerok yang berimbas pada nasib hewan-hewan yang tak berdosa. Di Indonesia ada puluhan kebun binatang yang beroperasi, umumnya dikelola oleh swasta dan pemda. Bila masalah manajemen ini tak diatasi, maka tinggal menunggu kabar-kabar menyedihkan dari kebun binatang lainnya.
Tujuan Mulia
Kebun binatang di Indonesia sedikitnya ada 32 lokasi yang tersebar dari Sumatera, Jawa, Bali hingga Kalimantan. Mereka tergabung dalam Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI). Sebagai sarana konservasi, kebun binatang juga sebagai sebuah bisnis yang menjanjikan bila dikelola dengan profesional. Rata-rata pengunjung yang mendatangi kebun binatang di Indonesia bervariasi, di 2004 saja berdasarkan www.zoos.org, tercatat ada ratusan ribu hingga 2 juta pengunjung per tahun untuk setiap satu kebun binatang.
Keberadaan beberapa kebun binatang sudah ada sejak era kolonial Belanda. Tujuan utama pembangunan kebun binatang sebagai tempat pemeliharaan atau pengembangbiakan satwa liar di luar habitatnya agar spesies langka tidak punah. Artinya, fungsi utama kebun binatang adalah untuk konservasi satwa termasuk juga pendidikan, penelitian, dan sarana rekreasi.
Di Indonesia, dasar pendirian kebun binatang diatur oleh pemerintah pusat. Aturan itu antara lain Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 35/1997 tentang Pembinaan dan Pengelolaan Taman Flora Fauna di daerah dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 479/Kpts – II/1998 tentang Lembaga Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar.
Pendirian kebun binatang di Indonesia harus mendapatkan restu menteri kehutanan dan mendapatkan rekomendasi dari pemerintah daerah setempat termasuk pengurus PKBSI. Keterlibatan pengelola kebun binatang Indonesia dalam pengelolaan satwa di luar habitatnya merupakan bentuk kontribusi masyarakat terhadap upaya pelestarian satwa Indonesia yang terancam punah.
"Anggota PKSBI, sebagian besar telah menjalan upaya konservasi dengan penangkaran seperti banteng, babi rusa dan anoa. TSI Cisarua behasil menangkarkan banteng dan mengembalikan populasinya ke alam. Tetapi ada juga yang belum bisa karena standar kandang yang belum memadai," kata Sekjen PKSBI Tony Sumampau dikutip dari Antara.
Mulia Jadi Neraka
Kesadaran para pengelola swasta maupun pemda untuk melakukan konservasi dengan mendirikan kebun binatang perlu diapresiasi. Namun, dari kasus-kasus yang ada, terlihat bahwa tak semua pengelola atau manajemen yang patuh aturan dan profesional dalam pengelolaan hewan di kebun binatang mereka, termasuk soal ketersedian pakan.
Misalnya yang terjadi di kebun binatang Gembira Loka Yogyakarta. Oknum pekerja menggelapkan dana pembelian daging untuk 5 harimau penghuni kebun binatang tersebut. Aksi oknum pekerja itu sudah berlangsung sejak April 2015-Februari 2016. Anehnya, kejahatan itu tak terendus cukup lama oleh pengelola. Uang Rp90 juta yang seharusnya untuk jatah anggaran pakan sang raja hutan ternyata masuk ke kantong oknum pegawai. Hasilnya, sang harimau tidak terurus pakannya.
Persoalan pakan ini menjadi salah satu isu yang kerap terjadi ketika ada kasus buruknya pengelolaan manajemen sebuah kebun binatang. Seperti dikutip dari Indonesian Society fo Animal Welfare (ISAW) dalam www.isaw.or.id, hewan yang berada di kebun binatang harus mendapatkan kesejahteraan (animal welfare). Caranya dengan memberikan lima kebebasan kepada para hewan yang dikonservasi di kebun binatang. Para hewan harus bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari sakit dan luka, bebas dari ketidaknyamanan, bebas berperilaku liar, dan bebas dari stres.
KBS di Surabaya sempat dianggap sebagai kebun binatang “pembunuh” dengan daftar panjang hewan-hewan yang mati di sana. Berdasarkan data yang dikutip dari Antara, sejak awal Januari-Februari 2014 saja, ada 11 hewan mati di KBS antara lain singa, kambing gunung, rusa, dua ekor kijang, komodo, babon, sapi afrika, anoa dan unta. Sebelum rentetan kematian itu, manajemen KBS sempat merilis ada 84 ekor hewan yang dalam kondisi kritis. Mereka tak berbuat banyak, selain persoalan anggaran, perihal kisruh manajemen makin memperparah nasib para hewan yang malang.
Biaya Operasional
Memberikan pakan kepada para penghuni kebun binatang jadi beban operasional utama bagi pengelola kebun binatang. Pengelola lebih banyak mengandalkan pembiayaan operasional pakan dari biaya tiket masuk dan hibah pemerintah daerah. Saat ini rata-rata biaya tiket masuk kebun binatang di Indonesia Rp 15.000-25.000 per orang.
KBS yang mengoleksi 2.200 satwa, menggantungkan 92 persen pendapatan dari tiket masuk pengunjung. Pada 2015, biaya operasional KBS rata-rata mencapai Rp1,7 miliar per bulan. Sedangkan pendapatan mereka hanya sebesar Rp1,6 miliar per bulan, ada defisit yang cukup lebar.
"Kami sudah usulkan agar ada kenaikan tarif masuk. Tapi belum ada persetujuan (dari Pemkot)," kata Kepala Humas PDTS KBS Ryan Adi Djauhari dikutip dari Antara.
Sementara itu, Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta dengan koleksi hewan mencapai 1.450 ekor justru biaya operasionalnya mencapai Rp 1,2 miliar per bulan untuk periode 2009-2012. Alokasinya 42,5 persen untuk membayar gaji karyawan, 30 persen untuk membeli pakan hewan, 12 persen untuk membeli obat hewan, dan 3,9 persen untuk perbaikan, dan pemeliharaan kandang.
Pada 2008, Kebun Binatang Bandung dengan koleksi hewan sekitar 900 ekor membutuhkan biaya operasional Rp 600 juta per bulan. Artinya bila melihat rasio biaya operasional dengan jumlah koleksi hewan yang ada, maka kebun binatang Bandung paling rendah, disusul oleh KBS, dan Kebun Binatang Gembira Loka.
Peran Pemerintah
Kesadaran pemerintah untuk “hadir' dalam melindungi hewan di kebun binatang sudah ada. Pada akhir September 2015, Presiden Jokowi menerima pengurus PKBSI di Istana Negara. Jokowi ingin kebun binatang Indonesia dikelola secara profesional dan dikembangkan untuk skala internasional, sebagai sarana rekreasi, edukasi, dan konservasi satwa.
"Pesan Presiden agar dibantu taman hewan (kebun binatang) yang ada hingga mencapai kelayakan sesuai etika pelestarian satwa," kata Ketua Umum PKBSI Rahmat Shah dikutip dari Antara.
Orang nomor satu di Indonesia itu mendorong PKBSI menyiapkan beberapa kebun binatang untuk diprioritaskan sebagai kebun binatang unggulan. Selama ini, selain persoalan keuangan, pengelola tidak memiliki kompetensi yang cukup untuk mengurus kebun binatang. Pegawai yang ditempatkan selalu berpindah dari satu dinas ke dinas yang lain sehingga tidak memiliki keahlian yang cukup. Sementara Kepala pengelola kebun binatang tidak memiliki pengalaman yang cukup untuk mengelola manajemen kebun binatang. PKBSI mencatat setidaknya ada 10 kebun binatang di Indonesia yang standarnya masih jauh dari harapan.
"Mohon maaf, biasanya yang dikelola oleh pemerintah daerah," kata Rahmat.
Upaya turun tangan pemerintah untuk “hadir” dalam memecahkan persoalan dunia kebun binatang juga dilakukan di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Masalah KBS yang sangat pelik akhirnya terpecahkan pada Agustus 2014. Menteri Kehutanan yang pada waktu dijabat oleh Zulkifli Hasan, menyerahkan izin Lembaga Konservasi kepada KBS, di bawah Pemerintah Kota Surabaya, yang dipimpin Wali Kota Tri Rismaharini. Pemerintah Kota Surabaya melalui Perusahaan Daerah Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya (PDTS KBS) akhirnya mengelola KBS setelah konflik manajemen yang berkepanjangan.
Perkembangan KBS terus mendapat perhatian dunia. Pada awal 2016, KBS mendapat kunjungan dari pakar satwa dunia dari Wild Wellife asal Afrika Selatan, Dave Morgan yang pernah ke KBS sebelumnya.
“Ia mengaku terkejut karena kemajuan KBS semakin pesat,” kata Pelaksana Tugas Direktur Utama PDTS KBS Aschta Boestami Tajudin.
Pemerintah pusat harus turun tangan dan bertindak nyata terhadap persoalan yang mendera pengelolaan kebun binatang di Indonesia. Upaya nyata itu antara lain memastikan setiap tata kelola pengelola kebun binatang dalam kondisi sehat. Harus ada audit total terhadap pengelola termasuk dalam hal operasional pemberian makan hingga audit keuangan.
Hasil audit bisa jadi dasar untuk memperbaiki pengelolaan dengan memberikan solusi seperti revitalisasi usaha hingga langkah strategis seperti akuisisi atau merger sesama pengelola kebun binatang. Pilihan terburuk perlu langkah tegas untuk menutup kebun binatang yang sudah terbengkalai.
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti