Menuju konten utama

Misinformasi Perdebatan Sri Mulyani Vs Zulkifli Hasan Soal Utang

Ketua MPR Zulkifli Hasan menyindir soal jumlah beban pembayaran utang pemerintah tidak kurang mencapai Rp400 triliun pada 2018, di luar batas kewajaran dan kemampuan negara untuk membayar. Bagaimana duduk perkaranya?

Misinformasi Perdebatan Sri Mulyani Vs Zulkifli Hasan Soal Utang
Fact Check debat Zulkifli dengan Sri Mulyani. twitter/@zul_Hasan

tirto.id - Pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Kamis (16/8/2018), Ketua MPR Zulkifli Hasan menyinggung soal cicilan dan bunga utang pemerintah yang membengkak. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani membalasnya dengan memuat beberapa klaim melalui Facebook pribadinya, pada 20 Agustus 2018, pukul 9:07.

Saling tanggap-menanggapi terjadi antara kedua pejabat negara itu. Zulkifli lantas memberi tanggapan kembali pada 22 Agustus 2018. Terlihat cuitannya melalui akun Twitter-nya, Zulkifli merilis beberapa tanggapan. Ia juga memberi arsip secara keseluruhan.(PDF) Bagaimana duduk perkara perdebatan keduanya?

Soal Pembayaran Pokok Utang Pemerintah

Zukifli seperti yang termuat dalam cuitannya, mencoba menanggapi tulisan Sri Mulyani yang diunggah di Facebook. Zukifli menyatakan dirinya tidak menemukan angka dan data yang dimaksud di dokumen Nota Keuangan 2018. (PDF)

“Tidak terdapat Pos Pembayaran Pokok utang dengan nilai Rp396 triliun sebagaimana yang dimaksud Ibu Sri Mulyani” Zukifli beralasan.

“Dalam dokumen Nota Keuangan tersebut, kami tidak melihat ada Pembayaran Pokok Utang. Dari mana angka Rp396 T [Triliun] yg dimaksud Ibu Sri Mulyani? #JawabBenar” lanjutnya.

Zulkifli juga menjelaskan “Kami hanya menemukan Pos Pembayaran bunga utang sebesar Rp238 triliun dan Pembiayaan utang sebesar Rp399 triliun (mendekati Rp 400 triliun seperti yang dimaksud Zulkifli). Pernyataan Zukifli soal “Pos Pembayaran bunga utang sebesar Rp238 triliun” dapat dilihat dalam Nota Keuangan 2018 Tabel II.4.6 (PDF). Informasinya menampilkan angka yang dimaksud. Dalam teks di halaman yang sama dijelaskan bahwa “Dalam APBN tahun 2018 alokasi anggaran Program Pengelolaan Utang Negara untuk pembayaran bunga utang direncanakan sebesar Rp238.607,1 miliar”.

Sementara soal “Pembiayaan utang sebesar Rp399 triliun (mendekati Rp 400 triliun)” dapat melihat Nota Keuangan 2018 Tabel II.6.2 (PDF) yang menyebutkan “pembiayaan utang dalam APBN tahun 2018 direncanakan sebesar Rp399.219,4 miliar”.

Selain itu ditemukan juga dalam teks keterangan bahwa “Pembiayaan utang dalam APBN tahun 2018 dipenuhi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman, dimana untuk penerbitan SBN masih menjadi sumber utama pembiayaan utang, namun tidak menutup kemungkinan adanya penambahan pinjaman luar negeri dalam bentuk pinjaman tunai saat kondisi pasar dipenuhi ketidakpastian yang sangat mempengaruhi pasar SBN”.

Sementara itu, klaim Sri Mulyani dalam Facebook yang menuliskan bahwa “Pembayaran pokok utang tahun 2018 sebesar Rp396 triliun, dihitung berdasarkan posisi utang per akhir Desember 2017”, diketahui tidak menggunakan sumber Nota Keuangan 2018. Sri Mulyani membacanya dalam konteks pembayaran utang pemerintah melalui posisi profil jatuh tempo utang pemerintah.

Sri Mulyani tidak menjelaskan dari mana sumber yang diambil. Namun, keterangan soal “berdasarkan posisi utang per akhir Desember 2017” dapat membantu penelusuran konteks tersebut. Dalam dokumen halaman ke-6 berjudul “Profil Utang dan Penjaminan Pemerintah Pusat” dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Dan Risiko, Kementerian Keuangan, per Desember 2017, (PDF) tercatat bahwa total jatuh tempo utang pemerintah untuk tahun 2018 adalah Rp395,97 triliun. Itu terdiri dari dari Rp1,39 triliun pinjaman dalam negeri; Rp71,06 triliun pinjaman luar negeri; serta Rp 323,52 triliun SBN.

Artinya Zukifli dan Sri Mulyani menggunakan konteks dan sumber data yang berbeda. Sementara, untuk klaim lanjutan Sri Mulyani yang menyatakan “Dari jumlah tersebut 44% adalah utang yang dibuat pada periode sebelum 2015 (Sebelum Presiden Jokowi). Ketua MPR saat ini adalah bagian dari kabinet saat itu” maka tidak dapat dilakukan pemeriksaan.

Perbandingan Dengan Anggaran Kesehatan

Zulkifli lantas menggunakan informasi dari Sri Mulyani untuk menghitung total beban utang. Dengan data Pembayaran pokok utang tahun 2018 sebesar Rp396 triliun dari Sri Mulyani, ia lantas menjumlahkannya dengan pembayaran bunga utang sebesar Rp238 triliun untuk tahun 2018 sesuai Nota Keuangan 2018.

Ditemukan angka Rp634 triliun dari penjumlahan tersebut. Zukifli benar untuk menemukan total beban utang. Namun, ketika mencoba membuat perbandingan dengan anggaran kesehatan, Zukifli berbeda konteks dan sumber data kembali dengan Sri Mulyani. Data yang disebutkan Zukifli, berupa anggaran kesehatan Rp111 triliun, memang dapat ditemukan dalam Nota Keuangan 2018 (PDF), lihat boks II.4.3, yang menuliskan “alokasi anggaran kesehatan dalam APBN tahun 2018 secara nominal direncanakan mencapai Rp111,0 triliun”.

Sementara, klaim Sri Mulyani dalam Facebook-nya poin kedua, “Pada tahun 2018, pembayaran pokok utang adalah Rp396 triliun sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp107,4 triliun, atau perbandingannya turun 3,68 kali”. Sri Mulyani tidak tepat mengutipnya. Angka pembayaran pokok utang adalah Rp396 triliun adalah benar total jatuh tempo utang pemerintah untuk tahun 2018 sesuai dengan dokumen Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Dan Risiko, Kementerian Keuangan, per Desember 2017, (PDF).

Namun, untuk alokasi anggaran kesehatan dalam APBN 2018, semestinya adalah Rp111,0 triliun, bukan Rp107,4 triliun. Sementara untuk klaim Sri Mulyani yang menyebut bahwa “Jumlah pembayaran pokok utang Indonesia tahun 2009 adalah Rp117,1 triliun, sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp25,6 triliun” masih dari poin kedua tanggapan, angka Rp117,1 triliun tidak dapat ditemukan pastinya.

Saat melihat dokumen “Profil Utang dan Penjaminan Pemerintah Pusat” dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan, per Desember 2010, halaman 17 (PDF) total profil utang jatuh tempo pemerintah adalah Rp113 triliun rupiah. Sementara, angka Rp117 triliun dapat ditemukan dalam dokumen lain, namun itu adalah posisi per November 2010, lihat halaman 17. (PDF) Namun yang jelas, Zukifli dan Sri Mulyani menggunakan konteks dan sumber data yang berbeda.

Perbandingan Dengan Anggaran Dana Desa

Zulkifli juga melanjutkan perbandingan itu. Ia mencoba menghitung perbandingan total beban utang dengan anggaran dana desa. Anggaran dana desa tahun 2018 dalam Nota Keuangan 2018, halaman 204, tercatat menuliskan bahwa “pagu anggaran dana desa dalam APBN tahun 2018 dialokasikan sebesar Rp60.000,0 miliar”. Zukifli benar dalam mengutipnya.

Namun, lagi-lagi Sri Mulyani menggunakan pendekatan pembayaran pokok utang dan bukan total beban utang. Sri Mulyani menyebut pada poin ketiga unggahan Facebooknya, bahwa “Karena dana desa baru dimulai tahun 2015, jadi sebaiknya kita bandingkan pembayaran pokok utang dengan dana desa tahun 2015 yang besarnya 10,9 kali lipat”.

Karena tanpa keterangan per bulan apa total jatuh tempo pembayaran pokok utang pada 2015, klaim Sri Mulyani itu tidak dapat dipastikan. Dokumen “Profil Utang dan Penjaminan Pemerintah Pusat” dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan, per Desember 2015, halaman 20 (PDF), angkanya mencapai Rp265 triliun. Sementara, anggaran dana desa pada APBN 2015 mencapai Rp9,1 triliun.

Perbandingannya mencapai sekitar 28 kali lipat. Sukar untuk dipastikan informasinya tanpa keterangan yang lebih lengkap. Namun, untuk tahun 2018, angka Sri Mulyani benar. Disebutnya, “Pada tahun 2018 rasio menurun 39,3 persen menjadi 6,6 kali, bahkan di 2019 menurun lagi hampir setengahnya menjadi 5,7 kali”.

Rasionya 6,6 kali. Dalam Nota Keuangan 2018, halaman 204, disebutkan bahwa “pagu anggaran dana desa dalam APBN tahun 2018 dialokasikan sebesar Rp60.000,0 miliar”. Dengan membandingkan klaim pembayaran pokok utang sebesar Rp396 triliun untuk 2018 dari Sri Mulyani, rasionya memang 6,6 kali. Namun yang jelas, Zukifli dan Sri Mulyani menggunakan konteks dan sumber data yang berbeda.

Kesimpulan

Dengan demikian, saling tanggap-menanggapi antara Zulkifli dengan Sri Mulyani terjadi lebih pantas disebut debat kusir. Keduanya saling membuat klaim dengan menggunakan konteks dan sumber data yang berbeda. Tentu, jika debat terus berlanjut, hasil yang akan diperoleh kedua orang itu jelas akan selalu berbeda. Sri Mulyani menggunakan pendekatan pembayaran pokok utang pemerintah dalam arti posisi profil jatuh tempo utang pemerintah.

Sementara, Zukifli menekankan pada posisi total beban hutang. Sri Mulyani tidak hanya menggunakan sumber data Nota Keuangan, sementara Zukifli sekedar berpegang teguh dengan Nota Keuangan. Sehingga, debat kusir mereka berdua lebih kental dan cocok dibaca dengan konteks politik. Terutama berkaitan dengan politisasi politik soal utang. Satu mewakili pihak pemerintah, satunya lagi mewakili pihak oposisi. Jika tidak dibaca dengan cermat, debat kusir keduanya ini berpotensi menjadi informasi berkategori misinformasi karena tak ada penjelasan soal konteksnya.

========

Tirto mendapat akses aplikasi CrowdTangle yang menunjukkan sebaran sebuah unggahan (konten) di Facebook, termasuk memprediksi potensi viral unggahan tersebut. Akses tersebut merupakan bagian dari realisasi penunjukan Tirto sebagai pihak ketiga dalam proyek periksa fakta Facebook.

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Frendy Kurniawan

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Frendy Kurniawan
Editor: Suhendra