Menuju konten utama

Menteri-menteri yang Merugi

Kadang hidup bukan semata mencari uang. Hidup kadang tentang mengabdi pada sesuatu yang lebih besar. Pada negara, pada agama, dan pada apa yang kita percayai. Perombakan kabinet terakhir menghadirkan beberapa nama profesional yang meninggalkan pekerjaan dengan gaji tinggi untuk kemudian mengabdi menjadi menteri. Siapakah mereka?

Menteri-menteri yang Merugi
Mantan menteri keuangan Bambang PS Brodjonegoro (kanan) berjabat tangan dengan penggantinya menteri keuangan yang baru Sri Mulyani (kiri) saat serah terima jabatan di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (27/7).[antara foto/m agung rajasa/pd/16]

tirto.id - Januari 2014, Mohamed El-Erian, mantan CEO dari perusahaan investasi PIMCO dengan nilai triliunan rupiah, mengumumkan pengunduran dirinya. Dalam sebuah artikel yang ditayangkan oleh TIME, disebutkan El Erian mengundurkan diri karena putrinya ngambek dan tidak mau menggosok giginya. Putrinya kemudian menuliskan 22 hal yang dilewatkan El Erian selama menjadi ayah. Daftar itulah yang membuatnya memutuskan untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga ketimbang terus menerus bekerja.

Bagi banyak orang, keputusan El Erian dianggap sebagai sebuah hal gila. Pada 2012 Business Insider menyebut bahwa El Erian mendapatkan bayaran 100 juta dolar tahun itu. Tapi, segala kenyamanan, pendapatan, dan jabatan tinggi itu ternyata tak mampu menebus rasa bersalahnya terhadap keluarga. El Erian menyebut bahwa ia sempat merasa sedih dan defensif bahwa apa yang ia lakukan selama ini adalah untuk keluarganya. Tapi pada akhirnya El Erian sadar, ia kehilangan sesuatu dan melewatkan hal yang lebih penting dari sekadar pekerjaan, yaitu kebersamaan bersama keluarganya.

Ada banyak contoh lain yang menggambarkan bagaimana CEO perusahaan-perusahaan besar memutuskan berhenti dari pekerjaan dan gaji tinggi, untuk mengejar sesuatu yang ia percayai. Bagi orang-orang ini ada banyak hal yang lebih berharga dan penting daripada uang, seperti keluarga, hobi, atau bahkan bangsa. Di Indonesia, pengabdian pada negara, bisa jadi contoh bagaimana seorang yang telah mapan meninggalkan pekerjaannya untuk mengabdi pada negara.

Apa yang mendorong seseorang menjadi menteri? Tentu bukan uang, karena berdasarkan data yang ada di Kementerian Keuangan, gaji pokok seorang menteri pada 2005 sebesar Rp5.040.000 dan tunjangan jabatan: Rp13.608.000. Maka total pendapatan seorang menteri per bulan hanya sebesar Rp18.648.000. Berdasarkan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 pasal 76 ayat (2) menyebutkan tunjangan tidak boleh melebihi gaji pokok. Siapa sajakah menteri di kabinet Jokowi yang meninggalkan kemapanan mereka untuk menjadi menteri?

Arcandra Tahar misalnya. Sebelum menjadi Menteri ESDM menggantikan Sudirman Said adalah Presiden dari Petroneering Houston. Perusahaan ini bergerak dalam bidang energi dan perminyakan. Berdasarkan data dari Glassdoor, gaji yang diterima oleh Arcandra Tahar mencapai 149.518 dolar per tahun atau sekitar Rp1,9 miliar. Angka ini tentu lebih tinggi daripada yang diterima ketika menjadi menteri.

Sementara Menteri Pariwisata Arief Yahya, meninggalkan posisi Direktur Utama PT Telkom yang gajinya cukup menggiurkan. Pendapatannya pada 2013 mencapai Rp7,4 miliar per tahun. Angka itu jauh lebih tinggi ketimbang gaji menjadi menteri.

Sudirman Said juga meninggalkan pekerjaan sebagai Direktur Utama PT Pindad. Padahal saat itu gaji pokok bulanan yang ia terima, berdasarkan data pada 2013 sebesar Rp54 juta per bulan. Mantan menteri perhubungan Ignasius Jonan meninggalkan jabatan sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia, ketika menerima tawaran Jokowi. Padahal saat itu Jonan mendapatkan gaji Rp1,2 miliar per tahun dengan tunjangan sebesar Rp504,4 juta dan THR sebesar Rp100 juta. Pada 2013 Jonan juga mendapatkan tantiem sebesar Rp700,7 juta dengan total pendapatan tahun itu Rp2,51 miliar.

Di luar nama-nama itu tentu Sri Mulyani menjadi salah satu yang paling mencuri perhatian. Sebelum kembali ke Indonesia Sri Mulyani menjabat sebagai Managing Director and Chief Operating Officer - World Bank. Gaji bersih tahunan yang ia terima 409.950 dolar per tahun dengan tunjangan pensiun tahunan sebesar 120.566 dolar. Selain itu Sri Mulyani juga mendapatkan tunjangan lain sebesar 99.659 dolar. Total Pendapatan Sri Mulyani jika tak meninggalkan World Bank mencapai 630.175 dolar atau hampir Rp8,2 miliar per tahun.

Lantas kenapa orang memutuskan meninggalkan kemapanan? Ryan Duffy, Ph.D, asisten profesor psikologi di University of Florida, menulis bahwa mengejar mimpi dan meninggalkan karier mapan adalah sebuah kemewahan yang tak semua orang bisa. Penulis buku Make Your Job a Calling menyebut bahwa banyak orang yang tak sadar akan realita, bahwa ada hal di luar mimpi dan idealisme yang akan menghadang. Namun, kadang keinginan untuk memberi dan membuat sesuatu mengalahkan nalar itu sendiri.

Baca juga artikel terkait RESHUFFLE KABINET atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Politik
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti