Menuju konten utama

Menteri Kabinet Jokowi Diminta Tak Pegang Jabatan Strategis Parpol

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai ada potensi bahaya di balik Presiden Jokowi memilih menteri dari parpol Koalisi Indonesia Kerja (KIK).

Menteri Kabinet Jokowi Diminta Tak Pegang Jabatan Strategis Parpol
Presiden terpilih Joko Widodo menyampaikan pidato pada Visi Indonesia di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat Minggu (14/7/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu mewanti-wanti memilih menteri yang direkomendasikan partai politik dari Koalisi Indonesia Kerja (KIK).

Menteri dengan latar belakang politikus parpol karena tak memiliki loyalitas penuh kepada presiden. Ada kepentingan lain yang harus ia pikirkan ketika menduduki jabatan menteri.

"Seharusnya, loyalitas menteri harus sepenuhnya kepada presiden [tunggal]. Menteri dari unsur kader partai memiliki dualisme loyalitas [split loyality] memiliki loyalitas ke presiden sekaligus ke parpol asalnya," terang dia kepada wartawan di Jakarta, Rabu (31/7/2019).

Ia menjelaskan, selain melaksanakan platform presiden, para menteri dari unsur partai juga berkepentingan membesarkan partai. Hal ini yang akan membuat menteri yang memiliki background politisi tak akan fokus mengurusi tugas untuk menyelesaikan masalah di sektornya.

"Presiden harus mampu mengendalikan kabinet sehingga potensi loyalitas ganda para menteri dapat diminimalisasi," tandas dia.

Kondisi ini diperparah dengan hampir semua partai oposisi punya gerak gerik untuk merapat ke kubu pemerintah. Sebut saja PAN, Demokrat, sampai Gerindra. Bahkan dua tokoh Gerindra, Edhy Prabowo dan Fadli Zon disebut masuk dalam radar Joko Widodo untuk menjadi menteri di pemerintahan periode kedua Joko Widodo. Selain nama Edhy dan Fadli Zon, nama Sandiaga Uno juga disebut akan dimasukkan sebagai menteri.

Isu ini santer tersebar usai Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra melakukan rekonsiliasi ke rumah Ketum PDI Perjuangan.

Perebutan kursi menteri makin sulit bukan hanya untuk tiga partai itu, melainkan untuk semua partai. Sebab, jumlah partai dalam koalisi Jokowi kali ini sudah berbeda dari sebelumnya.

Kini Jokowi didukung oleh sembilan partai yaitu PDIP, PPP, PKB, NasDem, Hanura, Golkar, Perindo, PKPI, dan PSI. Sementara jumlah pos kementerian saat ini ada 34 dan ada 8 pejabat setingkat menteri. Dan tak semua kursi diberikan kepada partai.

Pada kabinet sekarang, PDIP mendapatkan 5 menteri, PKB 4 menteri, Golkar 3 menteri, NasDem 3 menteri, Hanura 2 menteri, PPP 1 menteri, dan 27 kursi menteri lain diberikan ke kalangan pengusaha dan teknokrat.

Setelah KPU mengumumkan hasil Pilpres dimenangkan Jokowi-Ma'ruf Amin. Jokowi sendiri sempat mengatakan pemerintahannya membutuhkan seorang eksekutor buat mengisi pos menteri.

Perebutan kursi menteri ini bakal makin ketat bila Jokowi akan mengakomodasi PAN dan Demokrat bergabung dalam koalisi. Dua partai ini sudah melakukan komunikasi Jokowi. Khusus Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, putra sulung SBY, sudah melakukan komunikasi secara intens dengan Jokowi. AHY disebut-sebut bakal mendapatkan jatah menteri jika Demokrat akhirnya bergabung dengan kubu pemerintah.

Pada periode pertama, Jokowi sempat menerima PAN dalam pemerintahan. PAN pun mendapatkan jatah satu kursi, yakni menteri aparatur negara yang diduduki oleh Asman Abnur. Jatah minimal 1 kursi kemungkinan akan kembali diperoleh PAN jika kembali bergabung dengan Jokowi.

Pemilihan menteri untuk mendampingi Jokowi pada periode 2019-2024, bagaimanapun, bakal menjadi pertaruhan sekaligus beban moral.

Baca juga artikel terkait KABINET JOKOWI atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Politik
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri