Menuju konten utama

Mengenal Lebih Jauh Injeksi Botox dan Dermal Filler

Injeksi neuromodulator Botox bertujuan menghilangkan garis kerutan wajah, sementara injeksi filler dapat mengembalikan volume bagian wajah yang menyusut.

Mengenal Lebih Jauh Injeksi Botox dan Dermal Filler
Header Diajeng Botox dan Dermal Filler. tirto.id/Quita

tirto.id - Hayo, siapa yang hatinya tak dipenuhi rasa dag-dig-dug menjelang pergantian tahun?

Selain excited menginjak lembaran petualangan baru, sebagian dari kamu mungkin merasa gamang karena teringat usia akan bertambah. Bukan tidak mungkin timbul kekhawatiran terhadap perubahan penampilan terutama di area wajah: volume yang menyusut atau kerutan yang kian kentara.

Di samping menjalani rutinitas perawatan kulit atau skincare, tak dimungkiri sebagian orang juga merasa perlu melakukan treatment yang lebih advanced. Dari sekian contoh kecanggihan teknologi kosmetika masa kini, pasti kamu cukup familiar dengan injectables: injeksi atau suntikan.

Salah satunya Botox.

Istilah populer di kalangan artis ini sebenarnya bukanlah suatu treatment, melainkan nama merk dagang untuk obat yang terbuat dari racun bakteri Clostridium botulinum—atau disebut neuromodulator.

Dikutip dari Allure, neuromodulator dari Botox dan beberapa merk lain seperti Dysport, Xeomin, atau Jeuveau biasanya disuntikkan ke area dahi supaya tak lagi bergaris-garis ketika kamu mengernyitkannya.

Ada juga injeksi dengan dermal filler atau sering disebut filler. Kandungan paling umumnya adalah gel hyaluronic acid. Injeksi filler dapat mengembalikan volume bagian wajah yang menyusut seiring bertambah usia. Ia juga dapat membantu mempertegas bentuk dagu, hidung, atau bibir.

Header Diajeng Botox dan Dermal Filler

Header Diajeng Botox dan Dermal Filler. foto/IStockphoto

Terdengar ngeri? Tentu saja! Meski begitu, dunia injectables tak pernah sepi peminat, bahkan di kalangan remaja.

Di Inggris Raya, misalnya, Department of Health memperkirakan sebanyak 41 ribu prosedur Botox dijalani oleh remaja di bawah usia 18 tahun sepanjang tahun 2020.

Penampilan kinclong kalangan influencer klan Kardarshian sampai barisan kontestan dalam serial dating game show Love Islands disebut-sebut sudah memengaruhi tingginya minat kaum muda terhadap treatment suntikan.

Bagaimana dengan di Indonesia?

“Pasien yang datang di klinik kami banyak yang usianya masih 20-an, lho,” tutur dr. Julia Mihardja dari Jade Aesthetic Clinic di Menteng, Jakarta Pusat. “Tujuan mereka datang kemari sangat jelas, yaitu melakukan perawatan seperti Botox atau filler,” tambahnya.

Menurut dr. Julia, perawatan estetika sedini mungkin bertujuan untuk mencegah timbulnya keriput dan garis halus pada wajah yang menetap. Intinya, lebih baik mencegah daripada mengobati.

Injeksi Botox dan filler ternyata juga dapat dipakai bersamaan. “Untuk beberapa kasus, misal wajah asimetris, tentu perlu kombinasi keduanya untuk memberikan hasil yang maksimal,” tambah dr. Jennifer Patra, B.Med.Sc.

Selain itu, beberapa orang melakukan suntik Botox untuk alasan kesehatan.

“Botox dapat memberikan manfaat mengurangi kaku otot, migrain, keringat berlebih, dan lainnya yang tentu saja akan memberikan manfaat bagi pasien,” jelas dr. Jennifer.

Header Diajeng Botox dan Dermal Filler

Katy Perry tiba di MusiCares Person of the Year untuk menghormati Dolly Parton pada hari Jumat, 8 Februari 2018, di Los Angeles Convention Center. Dalam wawancara dengan Refinery29 pada 2018, Katy Perry mengakui pernah melakukan injeksi filler untuk mengatasi lingkaran hitam pada kantung matanya.(Foto oleh Jordan Strauss/Invision/AP)

Injeksi filler pun dapat dilakukan sejak dini. “Para dokter akan melakukan tindakan filler, apabila pasien memang merupakan kandidat yang sesuai,” tutur dr. Julia. Berbeda dengan suntik Botox yang dapat mengatasi isu kesehatan, prosedur filler murni untuk alasan estetika.

Yang jadi pertanyaan selanjutnya, apakah kita bisa kecanduan dengan perawatan yang menjaga kulit wajah senantiasa terlihat segar dan kencang?

Sebelumnya, kamu mungkin pernah baca berita tentang risiko tindakan injeksi pada kesehatan.

“Betul! Untuk itu perlu diketahui benar jenis filler dan Botox yang dilakukan,” jelas dr. Julia.

Lebih detail dr. Julia menjelaskan, apabila kita menggunakan cairan dengan kandungan yang tidak tepat dan dilakukan secara terus-menerus, maka bisa terjadi penumpukan residu yang mengakibatkan kerusakan jaringan sekitar penyuntikan hingga cedera pembuluh darah.

“Efek samping yang paling sering timbul adalah berupa nyeri dan memar di titik penyuntikkan hingga alergi,” tutur dr. Julia, yang menyarankan kita untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter untuk memutuskan filler yang tepat.

Lalu, apakah Botox memiliki efek samping yang sama dengan filler apabila dipakai terus-menerus?

“Tidak sama,” jawab dr. Julia, “[Pemakaian yang aman] tentu saja dengan jangka waktu antartindakan yang tepat—sekitar 4-6 bulan untuk pengulangan—disertai dosis sesuai dan dilakukan oleh dokter berpengalaman.”

Biasanya, karena sudah menggebu-gebu ingin segara punya tampilan baru, tak sedikit orang yang terburu-buru melakukan injeksi. Padahal, ada banyak hal yang perlu dicermati sebelum penindakan.

Tanpa perlu menunggu untuk ditanya oleh pihak klinik, sebaiknya kamu pun proaktif untuk menceritakan riwayat kesehatanmu. Ibu hamil dan menyusui misalnya, tidak diperbolehkan melakukan injeksi Botox maupuan filler.

Apabila kamu punya gangguan neuromuskular (kondisi yang mempengaruhi koneksi antara sistem saraf dan otot), alergi terhadap toksin botulinum, punya penyakit terkait pelemahan otot atau gangguan sistem saraf, Botox is definitely a big no for you!

Header Diajeng Botox dan Dermal Filler

Model senior Cindy Crawford mengakui injeksi vitamin, Botox, dan kolagen sudah membantu menjaga elastisitas kulitnya selama ini. instagram/cindycrawford's profile picturecindycrawford

Injeksi filler juga tidak aman buat kamu yang punya gangguan pembekuan darah atau penyakit autoimun.

Sebelum memutuskan injeksi, kamu perlu sampaikan juga pada tenaga medis tentang riwayat tindakan kesehatan yang pernah kamu jalani, hingga vitamin dan obat yang pernah atau sedang dikonsumsi.

Hal ini dipertegas oleh dr. Jennifer, “Klinik kami akan selalu menanyakan terkait riwayat penyakit serta pengobatan yang pernah dilakukan oleh pasien, dengan tujuan mencegah adanya kontraindikasi sebelum dilakukan tindakan.”

Lantas, bagaimana dengan pasien yang memiliki penyakit serius atau sedang dalam perawatan khusus?

“Pemeriksaan medical checkup bisa diperlukan apabila pasien memang diketahui memiliki penyakit tertentu yang dapat memberikan efek samping setelah tindakan dilakukan,” tambah dr. Jennifer.

Sekali lagi, ingat ya, tindakan mengantisipasi selalu lebih baik daripada mengobati.

Menariknya, meski kerap diasosiasikan dengan dunia kecantikan perempuan, injeksi bukanlah treatment yang punya batasan gender.

Sebagaimana kaum perempuan melakukan perawatan estetika ini untuk mempertegas kontur wajah, laki-laki juga mulai banyak yang meresa perlu menjaga performa wajah dari dahi, kantong mata, hidung, sampai dagu.

Ingat penyanyi Joe Jonas? Dia juga pernah mengatasi kerutan di wajah dengan Xeomin, merk alternatif selain Botox.

joe jonas

Joe Jonas pernah menjalani perawatan dengan injeksi Xeomin, merk alternatif dari Botox, untuk mengatasi kerutan pada wajah. Instagram/joejonas

American Society of Plastic Surgeons menyebut injeksi Botox sebagai prosedur perawatan kulit invasif minimal yang paling populer di kalangan laki-laki Amerika Serikat. Sepanjang 2020, sebanyak 265 ribu laki-laki di AS menjalani prosedur tersebut—meningkat 182 persen sejak tahun 2000.

Hal ini diamini oleh dr. Jennifer, ”Dengan melihat manfaat yang tak melulu estetika tapi ada sisi kesehatannya juga, menjadikan Botox dan filler adalah tindakan yang dibutuhkan tidak hanya oleh perempuan, tapi juga laki-laki.”

Jika kamu tertarik melakukan injeksi, ingat selalu pesan dari dr. Jennifer, “Penting sekali untuk melakukan tindakan tersebut dengan melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter yang ahli dan klinik yang berpengalaman,”

Obrolan seputar perawatan dan kesehatan kulit memang tak ada habisnya. Hal ini mengingatkan pada sepenggal tulisan dari Cameron Diaz dan Sandra Bark dalam bukunya The Longevity Book: Live Stronger, Live Better; the Art of Ageing Well (2016).

Mereka menulis, "Tubuh kita akan melemah secara alami, dan penuaan menempatkan kita pada risiko sejumlah penyakit, namun faktor risiko bukanlah diagnosis. Ini adalah seruan untuk bertindak, untuk mempersenjatai diri, dan untuk memberikan perhatian."

Intinya, kita perlu memberikan perhatian intensif pada kulit dan tubuh seiring bertambahnya usia. Dan momen tahun baru bisa jadi pengingat untuk semakin menyayangi diri kita. Kamu sepakat?

Baca juga artikel terkait DIAJENG atau tulisan lainnya dari Dian Prima

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Dian Prima
Penulis: Dian Prima
Editor: Sekar Kinasih