tirto.id - Baru-baru ini para ilmuwan di Universitas Wuhan, Cina melaporkan adanya penemuan virus corona NeoCov yang diklaim memiliki tingkat kematian dan penularan yang tinggi.
Dalam studi yang dilakukan, para ilmuwan menyebutkan bahwa virus itu menyebar melalui kelelawar di Afrika Selatan.
Disebutkan juga bahwa satu dari tiga orang yang terinfeksi dapat meninggal karena NeoCov. Virus ini pertama kali ditemukan pada populasi kelelawar dan diketahui menyebar di antara hewan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), NeoCoV bukanlah virus baru atau varian baru dari virus corona, seperti Omicron dan Delta yang menyebabkan COVID-19.
Dilansir dari Khaleej Times, virus ini awalnya ditemukan pada 2012 dan 2015 di negara-negara Timur Tengah, yang memiliki sifat kesamaan dengan virus MERS-CoV dan SARS-CoV-2.
Ilmuwan menambahkan bahwa NeoCov memiliki potensi laten untuk bermutasi dan menembus populasi manusia, tambah para ilmuwan.
Terkait dengan apakah virus NeoCov bisa mengancam manusia, WHO merespons bahwa masih perlu melakukan studi lebih lanjut lagi.
“Apakah virus yang terdeteksi dalam penelitian ini akan menimbulkan risiko bagi manusia akan memerlukan penelitian lebih lanjut,” kata badan kesehatan itu kepada kantor berita TASS Rusia.
Sementara itu, terkait dengan virus MERS, melansirIndia Today, WHO melaporkan bahwa sekitar 35 persen dari pasien yang dilaporkan dengan infeksi MERS-CoV telah meninggal dunia.
WHO memaparkan secara keseluruhan terdapat 27 negara yang telah melaporkan adanya kasus MERS-CoV sejak tahun 2012, dan dilaporkan telah menyebabkan 858 kematian yang diketahui karena infeksi dan komplikasi akibat MERS. Sampai saat ini, belum ada vaksin dan pengobatan khusus yang tersedia untuk MERS.
Asal usul kemunculan MERS, belum sepenuhnya dipahami. Virus ini bersifat zoonosis, yang berarti ditularkan antara hewan ke manusia serta dapat menginfeksi melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan.
MERS-CoV telah diidentifikasi kasusnya di beberapa negara Timur Tengah, Afrika dan Asia Selatan.Virus ini ditransfer ke manusia dari unta yang terinfeksi.
Menurut analisis genom virus yang berbeda diyakini bahwa itu mungkin berasal dari kelelawar dan kemudian ditularkan ke unta.
Sebuah artikel dalam Sage Journalsmengonfirmasi bahwa NeoCoV lebih dekat dengan MERS-CoV daripada SARS-CoV. Karena memiliki struktur primer dan sekunder protein yang sama dengan MERS-CoV.
Infeksi virus NeoCoV sejauh ini hanya ditemukan pada kelelawar. Namun, ilmuwan memperingatkan untuk selalu waspada, sebab mungkin saja dapat menginfeksi manusia jika mengalami jenis mutasi tertentu.
Virus corona jenis ini, tampaknya tidak dapat dinetralkan oleh antibodi manusia yang dilatih untuk melawan SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, atau MERS-CoV.
Penelitian tersebut diterbitkan pracetak dan belum adanya tinjauan oleh sejawat. Hal ini menunjukkan ada ancaman potensial NeoCoV menginfeksi manusia.
Tetapi tidak ada bukti bahwa itu telah terjadi untuk saat ini atau tidak ada indikasi seberapa menular dan fatalnya virus tersebut.
Berdasarkan tes laboratorium, hasilnya juga menunjukkan bahwa kemampuan NeoCoV tergolong buruk untuk menginfeksi sel tubuh manusia.
Seorang ahli virologi di Warwick University, Lawrence Young, mengatakan bahwa perlu adanya survey dan data yang dikumpulkan terkait temuan virus NeoCoV.
Hal ini merupakan tindakan yang penting dilakukan untuk dapat melihat lebih banyak data yang mengkonfirmasikan infeksi manusia dan tingkat keparahan yang ditimbulkan.
Dengan begitu kita dapat mengetahui penyakit menular pada manusia dan hewan terkait sebelum mencemaskannya.
Penelitian mengenai temuan kasus NeoCoV selanjutnya dapat membentuk usaha penanggulangan dan pencegahannya.
Ilmuwan akan memantau terus perkembangan dari virus ini. Penelitian lebih lanjut berguna untuk mengetahui mutasi dari virus NeoCoV yang dimungkinkan dapat menyerang manusia.
Editor: Chyntia Dyah Rahmadhani