tirto.id - Ada banyak alasan orang suka minum minuman yang mengandung alkohol, bisa karena membuat nyaman, segar, membuat seseorang lepas sejenak dari beban masalah. Namun, tak semua orang bisa minum alkohol. Bukan karena tidak suka, tapi karena tubuh yang menolak.
Setelah minum alkohol, mereka akan merasa mual atau gatal-gatal. Mengapa hal itu terjadi?
Penelitian berjudul Prevalence of wine intolerance: results of a survey from Mainz, Germany menunjukkan, dari 4.000 yang menerima kuesioner, sebagian besar melaporkan tidak cocok atau intoleransi terhadap anggur atau memiliki gejala seperti alergi setelah minum anggur. Intoleransi yang dilaporkan lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
Orang-orang yang tidak cocok terhadap anggur ini juga lebih sering melaporkan intoleransi terhadap bir dan alkohol pada umumnya. Gejala yang ditimbulkan seperti alergi lebih umum terjadi setelah konsumsi anggur merah. Reaksi yang paling umum dilaporkan untuk anggur adalah kemerahan pada kulit, gatal, dan hidung tersumbat.
Intoleransi alkohol adalah kondisi di mana setelah seseorang meminum alkohol, kondisi badan jadi tidak enak. Tanda dan gejala yang paling umum adalah hidung tersumbat dan kulit memerah.
Intoleransi alkohol berbeda dengan alergi alkohol, sebab alergi alkohol jarang terjadi.
Dilansir dari Popular Science, Sarena Sawlani, direktur medis Chicago Allergy & Asthma, menjelaskan alergi alkohol cenderung lebih parah daripada hanya sekedar mual yang disebabkan oleh intoleransi terhadap alkohol.
"Setiap reaksi alergi terhadap minuman beralkohol, kita harus benar-benar perlu untuk menyelidiki kandungan minuman terlebih dahulu, karena sebagian besar mungkin mengandung banyak bahan lain yang menyebabkan alergi. Rye, hop, gandum, ragi, anggur, barley, gluten, dan sulfit adalah alergen yang cukup umum yang bisa mengintai minuman beralkohol Anda,”jelas Sawlani.
Intoleransi alkohol dalam bentuknya yang paling ekstrem disebut Asian Flush, yang meskipun namanya merujuk pada etnis tertentu, tapi dapat menyerang orang dari berbagai latar belakang etnis mana pun. Asian Flush disebabkan kerusakan enzim yang disebut alcohol dehydrogenase.
Enzim ini berfungsi untuk memecah (memetabolisme) racun yang terdapat dalam alkohol. Kerusakan atau ketidakfungsian enzim ini biasanya disebabkan oleh sifat-sifat bawaan (genetik) yang paling sering ditemukan pada orang Asia.
Bahan-bahan yang memicu intoleransi alkohol ini selain yang biasa ditemukan dalam minuman beralkohol, seperti bir dan anggur, adalah bahan seperti sulfit atau pengawet lainnya, biji-bijian dan histamin atau produk sampingan fermentasi dalam pembuatan bir.
Saat bahan-bahan itu masuk ke dalam tubuh, menghancurkan enzim, maka etanol akan menumpuk dan menyebabkan gejala seperti kemerahan pada wajah, gatal-gatal, hidung tersumbat, mual, dan tekanan darah rendah. Gejala Ini memang lebih umum terdapat pada orang Asia, yaitu sekitar sepertiganya terjadi pada orang Asia Timur.
Akan tetapi ada beberapa faktor lain yang bisa menempatkan kita pada risiko intoleransi alkohol yang lebih tinggi. Mereka yang menderita asma atau demam lebih mungkin mengidapnya, seperti juga mereka yang sudah alergi terhadap biji-bijian atau makanan lain serta mereka yang menderita limfoma Hodgkin.
Mungkin beberapa gejala seperti kemerahan pada wajah hanyalah efek samping yang normal dari alkohol. Hal ini juga karena alkohol memiliki efek vasodilatasi alami pada kulit yang menyebabkan kita merasa hangat ketika mulai meminumnya.
Namun, hal itu juga dapat menyebabkan hidung tersumbat jangka pendek karena banyak pembuluh darah di rongga hidung yang mengembang. Selain itu, seperti dilansir dari Mayo Clinic Migrain, minum alkohol juga dapat memicu migrain pada beberapa orang.
Hal tersebut karena histamin yang terkandung dalam beberapa minuman beralkohol. Sistem kekebalan kita juga melepaskan histamin selama kondisi ini.
Sayangnya, belum ada obat yang dapat mencegah reaksi terhadap alkohol atau bahan-bahan dalam minuman beralkohol ini. Untuk menghindari reaksi, sebaiknya hindari alkohol atau zat tertentu yang menyebabkannya.
Editor: Dipna Videlia Putsanra