Menuju konten utama

Menembus Barikade Berlapis Mako Brimob Saat Kisruh Napi Teroris

Polisi membatasi akses dan mobilisasi wartawan dalam meliput pendudukan dan penyanderaan oleh napi teroris di Mako Brimob atas alasan keamanan. 

Menembus Barikade Berlapis Mako Brimob Saat Kisruh Napi Teroris
Petugas Kepolisian Brimob berjaga di depan Blok C, Rumah Tahanan Mako Brimob pasca proses pemindahan narapidana teroris, Depok, Kamis (10/5/2018). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Wakapolri Komisaris Jendral Polisi Syafruddin meminta maaf kepada media atas sulitnya mengakses informasi dan mobilisasi saat meliput kerusuhan dan penyanderaan yang terjadi di Rumah Tahanan (Rutan) cabang Salemba Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Syafruddin menjelaskan, Polri memang sengaja membatasi akses media demi alasan keamanan.

"Bukan Polri larang peliputan, tapi karena penyandera merampas senjata dari korban [polisi] yang gugur. Ada laras panjang yang jarak tembaknya bisa 500 sampai 800 meter. Jadi mohon maaf," kata Syafruddin, Kamis (10/5) pagi.

Sulitnya mencari informasi sudah dirasakan pewarta sejak Rabu (9/5) pukul 01.00 dini hari. Polisi saat itu menutup akses jalan menuju Mako Brimob dari Cimanggis menuju Universitas Indonesia maupun sebaliknya.

Awak media yang ingin menuju gedung media center di Markas Direktorat Sabhara Polisi Satwa mesti menjalani sejumlah pemeriksaan. Pemeriksaan pertama dilakukan di perempatan Jl. Komjen Pol M. Jasin. Di tempat ini ada seorang petugas polisi bersenjata yang menanyakan nama media dan tujuan kedatangan sembari memeriksa kartu pers.

Pemeriksaan kedua ada di depan SPBU Pertamina yang terletak di jalan yang sama. Di sini petugas polisi yang berjaga lebih banyak, 7 sampai 10 orang. Beberapa dari mereka melengkapi diri dengan senjata laras panjang. Para petugas tak hanya memeriksa kartu pers, tapi juga isi tas yang dibawa pewarta.

Selanjutnya, petugas menanyakan apakah pewarta memiliki rekan satu kantor yang sudah lebih dahulu ada di media center atau tidak. Hanya pewarta yang rekannya telah hadir yang diperbolehkan masuk. Untuk memastikannya polisi meminta wartawan yang lebih dahulu hadir datang menjemput.

Setelah persyaratan terpenuhi, para pewarta harus berjalan sekira 200 meter menuju gerbang utama Markas Sabhara. Di sini para petugas bersenjata lengkap kembali melakukan pemeriksaan kartu pers dan barang bawaan. Petugas juga meminta para wartawan berdiri sambil memegang KTP dan kartu pers untuk difoto. Setelah baru barulah mereka diperbolehkan masuk.

Selama berada di media center, pewarta tidak diperbolehkan keluar area Markas Sabhara. Sementara mereka yang sudah keluar tidak bisa masuk kembali. Di media center para pewarta didampingi oleh Karohumas Mabes Polri Brigjen M Iqbal dan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto.

Jawaban-jawaban yang diberikan Iqbal dan Setyo sangat normatif. Mereka tidak menjawab rinci hal teknis terkait operasi pembebasan rutan seperti pertanyaan berapa jumlah napi teroris yang menguasai rutan; jumlah sandera sipil maupun polisi; berapa pasokan makanan yang diberikan kepada para napi; di mana terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama berada; hingga siapa saja tim negosiator yang diturunkan untuk membebaskan sandera. Setyo tak ingin menjawab pertanyaan teknis karena menurutnya itu menyangkut rencana operasi di lapangan.

Akses Terbatas di Luar Mako Brimob

Pewarta yang berada di luar Markas Direktorat Polisi Satwa dapat lebih leluasa mengabarkan apa yang terjadi. Mereka, yang berdiam di depan Rumah Sakit Bhayangkara Mako Brimob, bisa melihat kendaraan atau pergerakan di sekitar Rutan. Aktivitas lalu lalang bus, truk, dan mobil polisi dapat dilihat dengan terang. Namun awak media tetap tak bisa bergerak mendekati Mako Brimob Kelapa Dua.

Pewarta di luar kawasan kerusuhan hanya diizinkan berada sekitar 300 meter dari gerbang utama Mako Brimob. Berita ditulis dari pinggiran jalan.

Tidak ada informasi resmi apapun yang diberikan polisi kepada pewarta di pinggir jalan. Berita dan perkembangan terkait kerusuhan diperoleh dari pesan pribadi para pewarta di Markas Direktorat Polisi Satwa. Pewarta yang tak masuk media center juga kerap mendapat informasi terkini dari siaran televisi yang dipasang warga di pos ronda. Lokasinya berada tepat di sisi jalan yang ditutup polisi.

Saat Ledakan Terdengar

Keterbatasan akses juga terjadi hingga detik-detik sebelum ledakan terdengar dari dalam kawasan Mako Brimob. Pada Kamis (10/5) sekitar pukul 07.20, empat ledakan beruntun terdengar keras. Bunyi letusan itu mengagetkan para awak media yang meliput. Wartawan yang berada di luar Markas Direktorat Polisi Satwa langsung diarahkan polisi merapat ke tembok GPIB Gideon, gereja yang tak jauh dari tempat kejadian.

"Merapat semua. Menunduk. Itu tripod siapa, ambil," seru petugas kepolisian.

Infografik CI kerusuhan mako brimob

Pada saat yang sama, awak media di media center justru mendekat ke arah bunyi ledakan. Pewarta di sana juga mendengar rentetan tembakan, hal yang tak bisa didengar dari di luar.

"[Wartawan] di sini [media centre] langsung mendekat semua ke tembok. Memang enggak pada takut mati kali ya," ujar seorang pewarta radio swasta kepada Tirto.

Setelah itu, Wakapolri Komjen Syafruddin menggelar konferensi pers. Ia mengatakan bahwa operasi penanganan kerusuhan resmi berakhir setelah kericuhan bermula dari keributan antara petugas dan salah satu napi bernama Wawan Kurniawan alias Abu Afif, Selasa (8/5) sore.

"Seluruhnya bisa terselesaikan tanpa ada korban," kata Syafruddin.

Informasi dari pejabat tinggi kepolisian langsung disebarkan pewarta, meski sinyal internet agak lemah di kawasan media center.

Baca juga artikel terkait KERUSUHAN MAKO BRIMOB atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Lalu Rahadian & Muhammad Akbar Wijaya
Penulis: Rio Apinino
Editor: Rio Apinino