Menuju konten utama

Menanti Kado Kemerdekaan dari Owi/Butet

Muka bangsa ini di ajang olahraga akan ditentukan oleh pasangan bulutangkis  Tontowi/Liliyana Natsir. Tanpa mengecilkan peran atlet-atlet lain yang belum bertanding, tetapi memang pasangan inilah harapan-harapan satu-satunya emas di Olimpiade Rio de Janeiro 2016 itu tertuju.

Menanti Kado Kemerdekaan dari Owi/Butet
Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir dari Indonesia setelah mengalahkan Zhang Nan dan Zhao Yunlei dari Tiongkok di babak semifinal Olimpiade Rio 2016 di Riocentro Pavillion 4, RIo de Janeiro, Brazil. [ANTARA FOTO/REUTERS/Jeremy Lee]

tirto.id - Kekalahan pasangan ganda campuran Tontowi/Liliyana Natsir akan mencoreng sejarah olahraga di Indonesia. Jika mereka gagal merebut emas, Indonesia untuk pertama kalinya tersalipi oleh empat negara Asia Tenggara sekaligus dalam hal perolehan medali. Selama ini, Indonesia sudah biasa berada di bawah Thailand dan Malaysia. Namun, Indonesia terancam disalip juga oleh Vietnam dan Singapura secara sekaligus.

Indonesia saat ini ada di peringkat 52 dengan perolehan dua perak dari cabang olahraga (cabor) angkat besi. Di atas Indonesia ada Thailand (2 emas, 1 perak, 1 perunggu), Vietnam (1 Emas, 1 Perak), dan Singapura (1 Emas). Malaysia baru berhasil menyabet 1 perunggu.

Pertandingan Tontowi/Liliyana di ganda campuran akan jadi penentuan bagi Indonesia sebab lawan yang dihadapi adalah pasangan asal Malaysia Chan Peng Soon dan Goh Liu Ying. Jika pasangan Malaysia ini memang, otomatis negeri jiran itu akan menggeser Indonesia. Beda halnya jika Owi/Butet menang, maka bisa menggeser posisi Singapura, Vietnam dan membuat Malaysia. Ini akan menjadi kado terindah pada ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-71.

Kejutan Owi/Butet

Lolosnya Owi/Butet ke final sungguh tidak terprediksi. Penampilan buruk mereka selama satu tahun terakhir membuat banyak pengamat memrediksi pasangan ini paling mentok sampai perempatfinal atau semifinal. Terkaan muncul bahwa Owi/Butet akan tenggelam di bawah bayang-bayang Hendra Setiawan/Muhammad Ahsan (ganda putra), Greysia Polii/Nitya Maheswari (ganda putri) dan pasangan kompatriot muda di ganda campura Praveen Jordan/Debby Susanto.

Tapi prediksi hanyalah prediksi, belum tentu jadi kenyataan. Di saat Hendra/Ahsan terseok-seok di babak grup dan bahkan tak lolos ke perempatfinal, Owi/Butet mampu menyapu bersih tiga laga. Di perempatfinal, undian mempertemukan mereka harus bertemu rekan se-tanah air, Praveen/Debby.

Jika menilik rekaman pertandingan selama beberapa bulan terakhir mestinya Praveen/Debby lah yang menang. Namun, Owi/Butet seolah ingin membuktikan mereka belum habis. Hasilnya, junior mereka digasak dua set langsung 21-16 dan 21-11.

Usai menekuk Praveen/Debby lawan yang dihadapi di semifinal adalah Zhang Nan/Zhao Yunlei. Kegagalan Greysia/Nitya di perempatfinal dan Hendra/Ahsan di fase grup membuat publik sudah pesimistis Indonesia mendapat emas. Berharap pada Owi/Butet adalah kemusykilan.

Apa sebab? Lawan yang dihadapi adalah Zhang Nan/Zhao Yunlei. Pasangan ini adalah momok terberat bagi Owi/Butet. Saat bertemu pasangan nomer satu dunia asal Cina ini, Owi/Butet selalu kalah dalam delapan pertemuan terakhir. Catatan terakhir kali Owi/Butet menang terjadi pada 2014. Wajar jika publik begitu pesimis.

Keajaiban terjadi. Keberuntungan yang dikombinasikan dengan kerja keras membuat Owi/Butet mampu menekuk Zhang Nan/Zhao Yunlei dua set langsung, 21-16 dan 21-15.

“Kuncinya ketenangan, fokus dan kekompakan dari kami,” kata Liliyana. “Kemenangan ini bukan buat membalas pertandingan sebelumnya atau apa. Tapi ini buat final Olimpiade” ujar Tontowi menimpali.

Mereka berdua tampil baik dan selalu berhasil unggul dari Zhang Nan/Zhao Yunlei. Satu hal unik, ketika musuh mau menyalip Owi/Butet tampil tetap tenang – sesuatu hal yang tidak pernah terlihat pada turnamen sebelum Olimpiade.

“Saat sudah unggul, saya nggak berpikir tentang menang. Poin 20 juga saya berpikir masih banyak poin. Saya cuma berpikir poin poin poin aja. Pas liat angka 20 juga saya nggak tau siapa yang 20. Pokoknya fokus aja dulu. Bola masuk aja dulu, kami bikin poin,” ungkap Tontowi.

“Permainan tadi cukup ketat tapi kami nggak memikirkan poin udah berapa leading atau ketinggalan. Kami tetap fokus poin satu persatu,” tambah Liliyana lagi.

Musuh Terbesar adalah Diri Sendiri

Pada laga final malam nanti banyak orang memprediksikan Owi/Butet bisa menyabet emas. Prediksi itu memang wajar mengingat secara rangking Owi/Butet ada jauh diatas Chan Peng Soo/Goh Liu Ying. Pasangan Malaysia ini duduk di peringkat 11, sedang Owi/Butet peringkat tiga.

Secara head to head pun Owi/Butet unggul jauh dengan skor 8-1. Pada fase grup di Olimpiade, keduanya tergabung di grup yang sama di grup C. Pada pertandingan yang digelar Sabtu kemarin (13/8), Chan Peng Soo/Goh Liu Ying dipermalukan dua game langsung dengan skor 21-15 dan 21-11.

Namun, setelah ditekuk Owi/Butet, pasangan ini mampu bangkit dan lolos dari fase grup dengan status runner-up. Status runner-up membuat mereka beruntung dan undian mempertemukan lawan mudah, pasangan Polandia, Robert Meteuisak/Nadiezda Zieba. Chan Peng Soo/Goh Liu Ying unggul 21-17, 21-10.

Di semifinal, lawan berat baru menghadang yakni rangking lima dunia, Xu Chen/Ma Jin. Pasangan Malaysia ini menang dengan bersusah payah 21-12 dan 21-19. Jika menilik perjalanan Malaysia ke final sebenarnya tidak ada yang spesial. Jalan terjal ke final lebih susah didapat Owi/Butet.

Penampilan Owi/Butet di Olimpiade amat cukup baik. Dari lima pertandingan terakhir mereka selalu berhasil menyapu bersih dua game langsung. Tiap setnya rerata selisih poin dengan lawan pun cukup lebar berkisar 5-6 poin, termasuk saat menekuk unggulan nomer satu Zhang Nan/Zhao Yunlei. Modal bagus ini bisa jadi jaminan Owi/Butet untuk membawa pulang Emas. Musuh terberat itu sebenarnya bukan datang dari Chan Peng Soo/Goh Liu Ying, namun dari diri mereka sendiri.

Bagi Owi/Butet status unggulan atau non-unggulan tidaklah berpengaruh. Sebab jika tampil buruk mereka selalu kalah meski itu dari pemain antah-berantah sekalipun. Ini sudah lazim terjadi.

Pada ajang Australia Open dan Indonesia Open yang digelar bulan Juni kemarin misalnya, bagaimana mungkin Owi/Butet bisa disingkirkan oleh dua pasangan asal Denmark, Anders Skaarup Rasmussen/Maiken Fruergaard dan Line Kjaersfeldt/Kim Astrup yang duduk di peringkat 107 dan 196 dunia? Dalam beberapa hal, hasil buruk Owi/Butet memang sulit dicerna logika.

Karena kita tidak boleh terlalu jemawa dan meremehkan Chan Peng Soo/Goh Liu Yin. Owi/Butet harus berkaca dari kasus Malaysia Open 2016, saat mereka berdua hampir saja ditekuk oleh Chan Peng Soo/Goh Liu Yin di laga final.

Momentum yang terjadi di turnamen itu sebenarnya sama seperti Olimpiade. Kala itu Owi/Butet harus bersua dengan lawan-lawan berat di fase gugur seperti Michael Fuchs/Birgit Michels, Chris Adcock/Gabrielle Adcock dan Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen – ketiganya masuk dalam 10 besar rangking dunia. Setelah mengandaskan lawna berat itu, difinal Chan Peng Soo/Goh Liu Yin menanti. Unggul secara rangking dan hasil bagus di fase sebelumnya tentu membuat Owi/Butet diunggulkan.

Tak disangka, Owi/Butet mendapatkan perlawanan yang ketat dan mesti melalui rubber set. Pada game pertama Owi/Butet harus menang lewat rally point 23-21. Set kedua giliran Malaysia yang unggul 21-16. Beruntung pada babak penentuan mental Owi/Butet kembali bangkit dan menang 21-16. Apa yang terjadi di final Malaysia Open bisa saja kembali terjadi di final malam nanti. Malaysia pasti akan tampil ngotot. Hasil Indonesia semuanya akan bergantung pada emosi Owi/Butet mengantisipasi tekanan lawan itu.

Baca juga artikel terkait OLIMPIADE BRASIL 2016 atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti