tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga bahan makanan saat memasuki bulan Ramadan tahun ini tergolong terkendali. Menurut Ketua BPS Suhariyanto, stabilnya harga tersebut jauh lebih baik dibandingkan jelang Ramadan tahun lalu.
“Ini hanya sedikit naik saja, karena kalau lihat bulan lalu kan mengalami deflasi,” ujar Suhariyanto di kantornya, Jumat (2/6/2017) pagi.
Suhariyanto menilai terkendalinya harga disebabkan sejumlah upaya yang telah dilakukan pemerintah. Salah satunya seperti meningkatkan pengawasan guna memberantas praktik spekulan harga.
“Pemerintah sudah mengantisipasi untuk mencukupi stok, kemudian meminta para distributor pangan untuk melaporkan stoknya dan tidak menimbun. Saya pikir, pengaruhnya akan besar,” kata Suhariyanto lagi.
Selain menjaga stok bahan pangan, upaya pemerintah dalam melakukan operasi pasar juga dinilai mampu membawa pengaruh.
“Itu bisa dilihat, seperti gula pasir, mengalami deflasi. Kalau nggak ada operasi pasar, gula pasir akan naik. Kemudian, harga daging sapi juga relatif stabil,” ungkap Suhariyanto.
Lebih lanjut, Suhariyanto sempat menjelaskan perihal daging sapi yang mengalami inflasi sangat kecil.
“Sumbangannya masih 0,01 persen lah, nggak ada artinya. Kalau dibandingkan puasa tahun lalu, beda banget. Apalagi sekarang dengan ketersediaan stok yang cukup, impor daging beku, mudah-mudahan tidak ada kenaikan (harga),” katanya menjelaskan.
Berdasarkan catatan BPS, inflasi bahan makanan pada bulan lalu adalah 0,86 persen dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,17 persen.
Sejumlah bahan pangan seperti bawang putih dikatakan menyumbang 0,08 persen terhadap inflasi, begitu juga telur ayam ras dan daging ayam ras yang masing-masingnya berkontribusi sebesar 0,05 persen dan 0,04 persen.
“Memang ada kenaikan pada beberapa komoditas, tapi sebetulnya sudah kita warning pada bulan lalu, seperti bawang putih, dan telur. Ada juga beberapa komoditas yang turun,” ujar Suhariyanto lagi.
Sementara itu, untuk makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau mengalami inflasi sebesar 0,38 persen dan memiliki andil terhadap inflasi Mei 2017 senilai 0,06 persen.
“Nasi dengan lauk pauk, rokok kretek, dan kretek filter masing-masingnya (berkontribusi) 0,01 persen. Gula pasir deflasi 0,01 persen,” ucap Suhariyanto.
Secara umum, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Mei 2017 mengalami inflasi 0,39 persen. Adapun secara tahun kalender 2017, inflasinya tercatat sebesar 1,67 persen, sedangkan apabila dilihat secara year-on-year (Mei 2017 terhadap Mei 2016), besarannya mencapai 4,33 persen.
“Dari 82 kota yang dipantau BPS, 70 kota mengalami inflasi, tapi ada 12 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tual sebesar 0,96 persen, inflasi terendah di Sampit dan Bulukumba sebesar 0,02 persen. Sedangkan deflasi tertinggi di Manado sebesar 1,13 persen, dan deflasi terendah di Pematangsiantar 0,01 persen,” jelas Suhariyanto.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari