Menuju konten utama

Ma'ruf Amin Jadi Alasan Golkar Tak Solid dalam Menangkan Jokowi

Golkar ingin kader mereka yang dijadikan cawapres oleh Jokowi.

Ma'ruf Amin Jadi Alasan Golkar Tak Solid dalam Menangkan Jokowi
Presiden Joko Widodo (kanan) dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto berolahraga di kompleks Istana Bogor, Jawa Barat, Sabtu (24/3). Presiden Joko Widodo dan Airlangga Hartarto membahas sejumlah hal, diantaranya tentang calon wakil presiden untuk Pilpres 2019. ANTARA FOTO/Biropers-Muchlis.

tirto.id - Dukungan Golkar untuk Joko Widodo (Jokowi)–Ma’ruf Amin belum sepenuhnya solid. Hal ini dipicu kekecewaan sebagian kader atas keputusan Jokowi menjadikan Ma'ruf Amin sebagai cawapres. Imbasnya, kader akan lebih fokus memenangi pemilu legislatif (pileg) ketimbang pemilu presiden (pilpres).

“Tidak ada perpecahan. Tapi kami juga fokus ke perolehan suara. Karena pilkada, pileg, dan pilpres diadakan hampir bersamaan, membuat partai berkonsentrasi dalam ranah internal,” kata politikus senior Golkar M.S Hidayat saat dihubungi Tirto, Rabu (22/8/2018).

Dukungan Golkar untuk menjadi presiden dua periode sudah diputuskan sejak Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) 2017 lalu. Namun Hidayat mengatakan pemilihan Ma’ruf sebagai cawapres Jokowi tidak menjadi kesepakatan resmi partainya. Sehingga Golkar merasa lebih baik berfokus memenangi pemilu legislatif.

“Sekarang kami konsentrasi ke pemilu legislatif,” jelas Hidayat.

Keinginan Golkar memperoleh posisi cawapres bukan tanpa alasan. Dengan mengambil cawapres dari Golkar, mesin partai akan bekerja secara solid dalam pemenangan pilpres. "Itu harus imbang [meraih suara di daerah tertentu] karena berefek pada perolehan suara Golkar,” kata mantan Ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN) ini.

Wakil Ketua Dewan Pakar DPP Golkar Mahyudin mengaku masih gamang apakah akan mendukung pasangan Jokowi–Ma’ruf atau Prabowo-Sandiaga di Pilpres 2019 nanti. “Belum ada yang ajak bergabung ke mana,” kata Mahyudin kepada Tirto, Kamis (23/8).

Mahyudin bahkan mengatakan saat ini kader Golkar terbelah dalam tiga kubu yang terdiri dari pendukung Jokowi–Ma’ruf, Prabowo—Sandi, dan terakhir belum mendukung keduanya.

“Menurut Pak Fadel kan terbelah 2... saya tambahkan 1 jadi 3," kata Mahyudin.

Mahyudin tak bisa memastikan alasan mengapa ada kader yang tidak taat dengan keputusan partai mendukung Jokowi–Ma’ruf. Namun, ia menduga sikap itu karena Airlangga Hartarto selaku ketua umum gagal menjadi cawapres Jokowi. Meskipun begitu, Mahyudin mengaku bersama keluarganya sampai saat ini masih mungkin untuk mendukung Jokowi.

Di Universitas Brawijaya, Kota Malang Sekretaris Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar Fadel Muhammad sempat bilang bahwa kader partainya kecewa dengan keputusan Jokowi memilih Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden (cawapres). Kekecewaan kader muncul lantaran selama ini Golkar sudah total membela kebijakan pemerintah di DPR dan mensosialisasikan Jokowi sebagai capres di berbagai daerah.

Fadel mengatakan para kader ingin Jokowi memilih Ketua Umum Golkar Airlangga Hartato menjadi cawapres. Namun, karena tidak dipilih, para kader yang kecewa menurutnya tidak akan membantu pemenangan Jokowi di Pilpres 2019.

“Ya sudahlah kalau dia ambil Ma'ruf silakan. Tapi Golkar sekarang jadi pecah. Pecah setengahnya itu, sudahlah kita urus legislatif sendiri dan kita tidak dapat keuntungan dari Jokowi,” katanya.

Infografik CI Kontroversi KH Ma'ruf Amin

Direktur Eksekutif Lingkar Kajian Komunikasi Politik (LKKP) Adiyana Slamet mengatakan kekecewaan kader Golkar atas keputusan Jokowi memilih Ma'ruf Amin sebagai cawapres harus segera dibenahi para elite DPP Golkar. Menurutnya, Golkar punya tanggung jawab politik sebagai partai pengusung.

“Perpecahan dukungan kepada Jokowi-Ma'ruf bisa diminimalisasi dengan cara menyelaraskan dan mengetatkan konsolidasi secara nasional,” kata Adiyana.

Sikap mendua kader Golkar di pilres bukan baru kali ini terjadi. Saat Pilpres 2014 lalu sejumlah kader Golkar memilih mendukung pasangan Jokowi-Jusuf Kalla saat keputusan resmi partai mendukung pasangan Prabowo-Hatta. Jika tidak segera dibenahi, bukan tak mungkin kekecewaan kader berpotensi menggembosi suara Jokowi-Ma'ruf.

Adiyana mengatakan Ma'ruf juga harus mampu meyakinkan seluruh elemen Golkar. Hal itu bertujuan agar seluruh elemen Golkar percaya bahwa lelaki yang menjabat sebagai Rais 'Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu layak sebagai pendamping Jokowi dan menjawab keresahan internal Golkar, serta menjaring kesimpatikan konstituen kepada Ma'ruf.

“Harus ada proses dialogis dari Pak Ma'ruf kepada internal Golkar, mulai dari tingkat bawah hingga pusat, dari elit politik hingga konstituen. Ini proses meyakinkan bahwa ia simbol peredam isu politik identitas,” kata dia.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Muhammad Akbar Wijaya

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi & Adi Briantika
Penulis: Muhammad Akbar Wijaya
Editor: Muhammad Akbar Wijaya