tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengakui target pembangunan infrastruktur di Indonesia sulit terpenuhi 100 persen pada 2019. Dia berpendapat, pemenuhan 90 persen dari target saat pemerintahan Joko Widodo-Yusuf Kalla berakhir itu sudah merupakan pencapaian luar biasa.
“Saya kira dua tahun ke depan ini, kalau pikiran saya, kami ingin melihat apa yang dicapai dalam infrastruktur ini bisa mencapai mungkin sampai 90 persen,” kata Luhut dalam jumpa pers tiga Tahun Kabinet Kerja di Kantor Staf Presiden Jakarta, Rabu (18/10/2017) seperti dikutip Antara.
Dia mengimbuhkan, “Kalau bisa capai 80-90 persen dari target, kalau lebih ya alhamdulillah. Itu saya kira sudah pencapaian luar biasa.”
Luhut menjelaskan target pembangunan infrastruktur bisa mendekati tujuan utamanya apabila realisasi penggunaan Dana Desa untuk perbaikan sarana umum, terutama jalan, di kawasan pelosok, juga terjadi.
“Nah kalau infastruktur jalan, dana desa jalan, ini akan bisa mengurangi disparitas, mengurangi rasio gini,” ujar dia.
Menurut Luhut, salah satu indikasi kemunculan dampak dari pembangunan infrastruktur ialah berkurangnya disparitas harga antara wilayah timur dan barat sudah mulai menampakkan hasil. Rata-rata penurunan harga di wilayah timur mencapai sekitar 14-20 persen untuk komoditas berbeda.
“Nanti semakin banyak kami bikin basis logistik, pengaturan semakin baik, saya pikir disparitas akan terus menurun,” ujar dia.
Meskipun demikian, Luhut melanjutkan, pemerintah sedang berupaya meningkatkan keterlibatan swasta di pembangunan infrastruktur. Sumber-sumber pembiayaan baru juga didorong muncul.
“Kami tak mau hanya BUMN pemainnya, kami mau ada pemain lain supaya swasta bisa berkembang juga,” kata dia.
Pemerintah, menurut dia, juga sedang mengkaji skema pembiayaan baru bernama "blended finance" agar dapat membiayai sejumlah proyek infrastruktur. Luhut optimistis skema pembiayaan itu akan mengurangi beban APBN.
“Kalau bertumpu pada APBN, kami enggak bisa 'full speed' (untuk pembangunan infrastruktur),” kata dia.
Dia mengakui skema penggalangan dana baru itu bisa memicu kritik. "Belum tentu semua orang setuju dan senang, tapi saya pikir tidak bayar kok, hanya lihat peluangnya. Karena ada 12 triliun dolar AS duit gentayangan. Dia cari tempat singgah. Nah kami harus bisa buat tempat penampungan (yang menjanjikan keuntungan)," kata dia.
Dia beralasan konglomerat-konglomerat yang menyimpan dananya di bank, tentu ingin agar simpanannya bisa menghasilkan modal kembali. Skema "blended finance", salah satu solusinya.
Tapi, karena kajian tentang skema itu masih mentah, dia belum menjelaskan secara mendetail soal peluang model pembiayaan tersebut akan berhasil atau tidak. ”(Pembahasan) Blended finance ini masih awal sekali,” ujar dia.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom