Menuju konten utama

Lorenzo Pergi Tinggalkan Beban

Persaingan ketat yang terjadi dalam Tim Yamaha antara Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo menyebabkan Lorenzo mengambil keputusan untuk pindah ke Tim Ducati pada musim mendatang dengan durasi kontrak 2 tahun dengan alasan ingin mengakhiri persaingannya dengan Rossi.

Lorenzo Pergi Tinggalkan Beban
Pembalap Movistar Yamaha Jorge Lorenzo. FOTO/SHUTTERSTOCK

tirto.id - Raut wajah Jorge Lorenzo di MotoGP Jerez, Spanyol, minggu (24/4/2016) terlihat kesal. Dia lebih banyak diam dan cemberut. Saat di atas podium, Lorenzo sesekali terlihat tersenyum kecut. Ia seperti terpaksa berbahagia atas capaian Valentino Rossi.

Suasana di podium memang terasa kaku. Sorotan kamera televisi secara gamblang memperlihatkan Lorenzo dan Rossi yang tidak saling bertegur sapa ataupun berjabat tangan. Padahal, mereka bersebelahan. Rossi seolah enggan memandang rekannya di tim Yamaha Movistar itu.

Saat perayaan di atas podium, Rossi lebih memilih merayakan kemenangan bersama direktur pelaksana tim, Lin Jarvis. Sampanye yang dia buka tak disemprotkan pada Lorenzo. Setelah pesta usai, Rossi pun melenggang pergi, meninggalkan Lorenzo dan pebalap Honda, Marc Marquez yang melakukan sesi pemotretan bersama wartawan.

Dalam MotoGP seri keempat di Sirkuit Jerez, Lorenzo finis di urutan kedua, selisih tiga detik di bawah Rossi. Hasil di Jerez tentu mengejutkan, mengingat dalam enam tahun terakhir Rossi tak pernah finis di urutan pertama. Terakhir kali dia melakukan itu pada 2009 silam.

Ini adalah capaian terbaik Rossi pada musim ini. Pada tiga seri sebelumnya, prestasi paling baik terjadi GP Argentina – duduk di posisi kedua di bawah Marquez.

Hasil di Jerez membuat Rossi menjadi pusat perhatian. Momentum beberapa hari sebelum balapan digelar pun seakan diabaikan. Sebuah momen pengakuan untuk mengakhiri karier Lorenzo di tim Yamaha.

Resmi ke Ducati

Sebelum kualifikasi digelar, untuk kalinya pertama Lorenzo berbicara ke media tentang masa depan kariernya. Dia memutuskan pindah ke Tim Ducati pada musim mendatang dengan durasi kontrak dua tahun. Kabar kepindahannya ini sebenarnya sudah diungkap secara resmi oleh Ducati beberapa jam sebelumnya.

Dikutip dari Crash.net, pebalap Spanyol ini mengakui merasa jenuh dan butuh tantangan baru di tim anyar. “Saya merasa butuh perubahan, tantangan dan target baru serta mempertahankan ambisi,” katanya.

Dari ucapannya kepada media tersirat bahwa sebagai seorang juara bertahan Lorenzo tak peduli masa depannya. Yang terpenting baginya adalah pergi meninggalkan Yamaha dan mengakhiri perang dinginnya bersama Rossi. "Apa yang akan terjadi di masa depan sulit ditebak,” katanya.

Kepergian pebalap Yamaha ke Ducati bukan sekali ini saja. Pada 2010, Rossi sempat pindah sementara ke Ducati. Setelah dua tahun mengalami kegagalan, Rossi kembali ke pangkuan Yamaha. Rossi pun harus bersaing dengan Lorenzo.

Rivalitas Sejak Dini

Sudah jadi rahasia umum saat ini ada matahari kembar di tim Yamaha. Sulit menerka siapa pebalap utama di Yamaha: Rossi atau Lorenzo?

Biasanya, tim yang menentukan siapa pebalap utama dan pebalap kedua. Mereka sama-sama dibebankan meraih prestasi, tetapi beban pebalap utama tentunya lebih berat ketimbang pebalap kedua. Tugas pebalap kedua adalah mendukung pebalap utama saat balapan. Saling mendukung untuk mendulang poin kontruksi bagi tim sendiri.

Namun, kondisi itu tak terjadi di Yamaha. Matahari kembar membuat persaingan berbuah negatif. Hubungan Rossi dan Lorenzo tak mencerminkan seperti sebuah kesatuan, malah menampakan persaingan musuh bebuyutan.

Hubungan tak akrab sudah terlihat sejak Lorenzo datang ke tim Yamaha datang pada 2008. Kala itu, dia masih berada di bayang-bayang Rossi yang jadi juara dunia. Pada 2009, persaingan memanas ketika Lorenzo mulai menunjukan taji dan mengancam posisi Rossi. Pada akhir musim, dia duduk di urutan kedua.

Baru di musim ketiga, posisi Rossi sebagai pebalap utama di geser Lorenzo yang mengkudetanya dari status juara. Tergeser oleh Lorenzo, Rossi pun mengungsi ke tim Ducati sebelum akhirnya bergabung lagi dengan Yamaha pada 2013.

Pada fase pertama hubungan Rossi dan Lorenzo, persaingan di antara mereka sampai-sampai membuat Yamaha membikin sekat di garasi bengkel Rossi dan Lorenzo pada setiap GP series digelar. Sekat diperlukan agar segala data dan perkembangan dari masing-masing pihak tidak diketahui oleh yang lain.

Sekat sempat dihapus pada musim 2013 dan 2014, tetapi kembali dipasang pada musim lalu karena eskalasi konflik yang meningkat. Tahun lalu adalah puncak memanasnya konflik saat Rossi dan Lorenzo berebut gelar juara dunia hingga seri terakhir di MotoGP Valencia.

Mungkin baru kali ini terjadi saat juara dunia MotoGP dicibir para pendukungan sendiri. Nasib apes menimpa Lorenzo, bukannya didukung dia malah dicaci karena kemenangannya menyingkirkan Rossi.

Tak tahan di Sosial Media

Rossi adalah The People Champion. Karisma sang maestro yang telah sembilan kali juara dunia membuat pendukungnya berlimpah. Gap jumlah fans bisa dilihat di akun sosial media (lihat infografis). Prestasi yang didapat Lorenzo tetap tak bisa meruntuhkan image Rossi seketika dan beralih mendukung dirinya.

Musim lalu, jutaan fans berharap Rossi kembali juara setelah enam tahun puasa gelar. Saat kesempatan itu ada, Lorenzo menikungnya di akhir-akhir. Wajar jika kebencian kepada Lorenzo semakin menjadi-jadi.

Sejak musim lalu, Lorenzo semakin intens diserang para haters. Saking tak tahan cemoohan fans Rossi, Lorenzo langsung ngeloyor pergi dari podium tanpa melakukan selebrasi menyemprot sampanye pada GP Malaysia 2015 lalu.

"Sebelum GP Malaysia, hubungan kami baik. Hingga kemudian Rossi mengatakan bahwa saya sering dibantu untuk bisa menang dan dia terus mengatakannya ke publik. Karena sikapnya itu saya diserang di media sosial," keluh Lorenzo seperti dilansir Motorsport.

Pada bulan Januari lalu dia sempat berkisah soal penggemar Rossi yang tak henti mem-bully dirinya. “Hanya penggemar Rossi memiliki keraguan tentang apakah saya pantas untuk memenangkan gelar atau tidak," katanya dikutup dari SuperNews.

“Valentino adalah pebalap yang sangat penting, seperti Michael Jordan untuk basket. Tapi para penggemarnya telah membuat kekacauan besar dan banyak dari mereka tidak memiliki rasa hormat. Valentino harus membuat mereka mengerti apa artinya untuk menghormati seseorang.”

Meski jadi juara balapan, malangnya Lorenzo sering jadi pecundang di dunia maya. "Saya selalu dingin dan berusaha tidak menunjukkan bahwa hinaan itu membuat saya tak nyaman. Saya harus belajar untuk hidup dengan penghinaan ini di media sosial,” jelasnya.

Pernah suatu ketika saking kesalnya kepada para haters, Lorenzo menukil quotes dari novel Auntum Leaves karya peraih nobel sastra asal Perancis, Andre Gide. “It is better to be hated for what you are than to be loved for what you really are not.”

Untuk membandingkan hinaan yang mendarat padanya di media sosial, kita bisa melihat dari Instagram dua pebalap ini usai balapan di MotoGP Jerez.

Hingga pukul 09.00 tanggal 26 April 2016, foto yang diunggah Lorenzo hanya disukai 19,5 ribu orang dengan jumlah komentar 323 kali. Sedangkan foto yang diunggah Rossi disukai 112 ribu orang dengan komentar 2.212 kali.

Dari satu unggahan ini kita bisa melihat sentimen analisis publik terhadap mereka berdua. Dari 323 komentar di akun Lorenzo, hampir 42 persen berisikan komentar negatif - menyindir, mencaci atau membanggakan Valentino Rossi.

Sedangkan pada foto yang diunggah Rossi, hampir 96 persen komentar yang ada di sana adalah puja-puji terhadap dirinya. Sebuah pembuktian tak ada yang berani menyindir atau mencaci sang legenda. Kehidupan di media sosial jadi gambaran bahwa kehidupan dan kejayaan Lorenzo berada di bawah bayang-bayang Rossi.

Pergi Karena Tak Tahan

Musim ini adalah musim terakhir Rossi dan Lorenzo terikat di Yamaha. Produsen motor asal Jepang itu sebenarnya ingin tetap mempertahankan matahari kembarnya. Perpanjangan kontrak sudah disodorkan kepada keduanya.

Masalah muncul saat Lorenzo mengulur waktu. Rumor beredar tak ada kesepakatan soal gaji. Apa yang didapat Lorenzo tak seperti didapat Rossi. Gaji Rossi musim ini mencapai $10 juta sedangkan Lorenzo hanya $8 juta. Dia ingin bayarannya dinaikan tahun depan karena merasa lebih unggul dari sisi prestasi.

Sikap Lorenzo disikapi tegas oleh Lin Jarvis, Managing Director Yamaha. Bayaran untuk Lorenzo dirasa sudah pas. “Maaf, kami tak bisa melakukan gaya tawar menawar. Harga yang kami berikan sesuai pasar dan tak akan melewati batas,” kata Jarvis.

“Ini bukan selalu soal uang, melainkan juga soal paket keseluruhan yang kami tawarkan. Saya rasa kebanyakan rider tertarik untuk terlibat dalam program pabrikan Yamaha. Apalagi kami telah membuktikan bahwa kami begitu kompetitif. Motor dan sistem kerja kami memang menarik,” tegasnya.

Kecemburuan semakin memuncak saat tahu Rossi menekan perpanjangan kontrak selama dua tahun, di sela-sela MotoGP Qatar di gelar. Lorenzo tak terima karena Yamaha lebih dulu menyodorkan kontrak secara serius kepada Rossi ketimbang dirinya.

Nada sinisme langsung Lorenzo lontarkan. “Valentino telah menerima kontrak baru karena ia tidak ada pilihan lain. Tapi saya adalah juara dunia dan salah satu pembalap tercepat . Saya bisa menunggu tawaran yang menguntungkan. Aku tidak mau terburu-buru,” katanya kepada media italia

GPone.

Uang atau Prestasi

Yamaha memang berusaha realistis dengan memilih Rossi ketimbang Lorenzo. Bagaimanapun juga, Rossi adalah daya tarik motoGP saat ini. Basis fansnya teramat besar. Ada pasar maka ada uang. Dalam konteks bisnis, pendapatan dari sponsor Rossi tahun lalu bisa mencapai $12 juta bandingkan dengan Lorenzo yang hanya $2 juta.

Namun, memilih Rossi otomatis tak ada jaminan tim Yamaha bisa berprestasi pada musim 2017 dan 2018. Umur Rossi kini makin menua. Pada MotoGP 2017, umurnya akan menginjak 38 tahun.

Di era modern, kita tak akan menemui rider berusia 38 tahun ke atas yang menjuarai satu seripun di MotoGP. Fergus Anderson (44 tahun), Jack Fidnlay (42 tahun) danLes Graham (41 Tahun) adalah pebalap tertua yang memenangi series MotoGP. Namun, capaian itu terjadi di dekade 50-an hingga 70-an.

Teknologi yang semakin canggih dan kecepatan meningkat pesat membuat orang uzur akan kesulitan mengendarai motor 500cc. Dalam dunia balapan spektrum kemampuan reaksi atau refleks adalah kunci memenangkan balapan. Musuh dari kemampuan itu adalah umur. Amatlah wajar jika kita jangan terlalu berharap Rossi bisa berprestasi pada dua musim depan.

Lalu pada siapa? Penerus Lorenzo tampaknya sulit juga. Setidaknya ada empat nama yang disiapkan untuk mengendarai Yamaha YZR-M1 musim depan, mereka adalah Maverick Vinales, Alex Rins, Pol Espargaro, dan Bradley Smith.

Siapkah mereka hidup di bawah bayang-bayang Rossi? Faktor mental berbicara. Bersanding dengan sang legenda, mau tak mau nuansa dan tuntutannya akan berbeda. Berkaca pada kasus Lorenzo dulu, untuk menggeser posisi Rossi sebagai pebalap utama butuh waktu hampir dua tahun lamanya.

Kondisi pelik ini harus disikapi secara bijak manajemen Yamaha dengan memilih rider yang tak lama beradaptasi serta tak inferior saat bersaing dengan Rossi. Toh, pada dua musim ke depan, Rossi tampaknya tak akan diberi beban berlebih untuk jadi juara dunia.

Kisah kepelikan di Yamaha terjadi akibat Lorenzo pergi meninggalkan beban. Beban masa lalu dan masa depan. Dalam konteks masa lalu, dia berhasil meninggalkan kelegaan di tim Yamaha yang memiliki matahari kembar. Sementara dalam konteks masa depan, kepergian Lorenzo ke Ducati meninggalkan beban Yamaha untuk bisa berprestasi.

Baca juga artikel terkait YAMAHA atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti