Menuju konten utama

Lorenzo, Desmosedici dan Eks Yamaha yang Gagal di Ducati

Meski naik podium di GP Spanyol, Lorenzo tampaknya akan kesulitan memberikan perlawanan sengit pada seri-seri berikutnya.

Lorenzo, Desmosedici dan Eks Yamaha yang Gagal di Ducati
Pembalap Ducati MotoGP Jorge Lorenzo menghadiri acara Media Briefing Shell dan Ducati di Jakarta, Kamis (2/2). Shell dan Ducati menegaskan kembali kerja sama teknis ke-19 tahun ini dengan menghadirkan Jorge Lorenzo sebagai pembalap tim Ducati Corse yang baru untuk MotoGP 2017. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/pd/17.

tirto.id - Kepindahan juara dunia MotoGP Jorge Lorenzo dari Yamaha ke Ducati ditanggapi secara sinis oleh publik bahwa Lorenzo akan mendapatkan kegagalan. Anggapan itu kemudian terbukti setelah tiga seri terakhir di musim MotoGP, di seri Qatar, Argentina dan Austin, Lorenzo selalu gagal naik podium.

Namun, di sirkuit Jerez, Cadiz pada GP Spanyol Minggu (7/5/2017), Lorenzo akhirnya bisa kembali merasakan podium. Dia sukses finis di posisi ketiga di belakang Daniel Pedrossa dan Marc Marquez. Hasil positif di GP Spanyol direspons Lorenzo dengan kata-kata metafora yang berlebihan saat jumpa pers kepada wartawan.

"Anda tahu, ini seperti kemenangan" kata Lorenzo dikutip dari Motorsport. "Mendapatkan podium dengan Ducati, motor spesial yang sulit dikendalikan membuat saya sangat bangga, sangat sangat bahagia," katanya lagi.

“Kado terbaik yang pernah ada. Tidak ada yang lebih baik dari kado terbaik untuk ulang tahun ke-30. Ini lebih dari kemenangan bersama Yamaha, karena semua orang tahu bagaimana sulitnya kami untuk kompetitif di trek kering dan di trek seperti Jerez dalam beberapa tahun terakhir,” tuturnya.

Sebagai peraih tiga gelar juara dunia tiga kali dan pernah naik ke podium sebanyak 108 kali, ucapan Lorenzo tersebut tentu kelewat berlebihan dan tak sebanding dengan kariernya selama ini.

Semenjak pindah ke Ducati, Lorenzo mengakui betapa sulitnya mengendarai motor Ducati Desmosedici GP17. Dia menuturkan masih perlu banyak adaptasi untuk bisa memaksimalkan Desmosedici GP17. “Seperti yang saya katakan sebelumnya, ini kombinasi dari banyak hal. Saya membutuhkan banyak kilometer dengan motor ini, karena ini adalah motor yang istimewa," terangnya.Semenjak pindah ke Ducati, Lorenzo mengakui betapa sulitnya mengendarai motor Ducati Desmosedici GP17

“Tapi Anda tahu, butuh waktu lama bagi saya untuk memahami hal-hal tertentu di kategori lain dan dengan motor ini sama saja bukan? Anda jangan meragukan tentang gaya balap dan mentalitas saya. Beberapa orang melakukannya," ucapnya lagi.

Hal teknis yang masih perlu dibiasakan adalah soal penggunaan rem belakang. Saat mengendarai Yamaha YZR-M1, Lorenzo memang tidak mendapatkan rem belakang.

“Saya merasa belum terbiasa memakai rem belakang. Tapi setiap lap yang saya tempuh terasa lebih alami. Cepat atau lambat, saya akan menjadi alami mengendarai motor seperti ini, karena selama sembilan tahun terakhir tidak memakai rem belakang dan tidak sliding ketika masuk tikungan,” ujarnya. “Saya perlu membiasakan diri untuk memakai rem belakang sampai mungkin motor berubah. Dan mungkin jika motor berubah, saya akan tetap memakainya," lanjutnya.

Berbeda dengan Yamaha atau tim-tim lainnya, di Ducati memang pembalap lah yang menyesuaikan motor, bukan motor menyesuaikan pembalap. Ini akan jadi hambatan besar bagi mereka yang terbiasa diberikan motor yang dibangun sesuai kehendak pembalap.

"Ketika saya debut di MotoGP pada 2008, saya langsung cepat karena motor seperti dibuat untuk gaya balap saya.”

Faktor inilah yang membuat banyak pembalap eks Yamaha yang lambat atau gagal total saat pindah ke Ducati, misalnya seperti Valentino Rossi yang pindah dari dari Yamaha Moviestar pada 2011 silam. Selama dua tahun di Ducati, Rossi hanya naik podium 5 kali tanpa pernah sekalipun juara di GP series. Rossi pun sempat mengatakan angkat tangan mengendarai Desmosedici. "Saya tidak pernah bisa mendapat hasil yang baik bersama Ducati karena motor mereka berbeda dengan yang lain. Perbedaannya terdapat di bagian depan dan Anda harus menaiki motor itu dengan cara yang sangat beda," jelas dia.

"Saat itu, saya mencoba untuk memperbaiki masalah tersebut. Namun saya tidak pernah mendapat hasil baik di saat yang tepat. Kami sudah mencari performa terbaik motor di jalan kering dan basah, tapi sayangnya, kami tidak pernah menemukan cara untuk meningkatkan kecepatan motor itu," Rossi pada 2014 silam.

Selain Rossi, adapula Carlos Checca. Pada musim 2006, Checca pergi Gauloises Fortuna Yamaha bergabung dengan Ducati. Hasilnya? rangking dia jeblok. Jika di Yamaha Checca duduk di peringkat 7, saat ke Ducati peringkatnya turun jadi rangking 9.

Partner Lorenzo di Ducati, yakni Andrea Dovizioso sempat mengalami kesulitan sama. Sebelum di Ducati, Dovizioso adalah pengguna Yamaha YZR-MI. Bersama tim Monster Yamaha Tech3 dia sukses duduk di peringkat empat dengan raihan 218 epoin pada klasemen akhir MotoGP musim 2012. Pasca-hijrah ke Ducati, performa Dovizioso langsung anjlok ke rangking 9 pada akhir musim 2013. Keluhan Dovizioso kepada Ducati adalah motor yang susah belok. “Sepeda motor tak mau berbelok. Dia hanya mau berjalan lurus. Sehingga saya tidak bisa mencapai kecepatan lebih tinggi di tengah tikungan karena racing line sulit dijaga,” katanya pada 2013 silam.

Masalah yang dialami Dovizioso ini ternyata belum terselesaikan sampai sekarang. Pada Januari lalu, saat rilis motor Desmosedici GP17, dia mengeluhkan ketidakadaan winglet (sayap aerodinamika) yang membikin motor sulit dikendalikan. "Tanpa winglet sangat sulit untuk mengubah arah motor. Saat tes, semua pebalap yang menguji motor tanpa winglet benar-benar mengubah jalur ketika keluar tikungan. Jadi, kami harus mengubah gaya dan setelan motor. Namun, saya sama sekali tak khawatir," tuturnya.

Dia mengatakan, hal ini juga dikeluhkan oleh Lorenzo yang bahkan meminta kepada Manajer Ducati, Gigi Dall'Igna memodifikasi motor agak mudah dibelokan sehingga jadi lebih cepat saat keluar tikungan, dan tampaknya usulan tersebut belum bisa direalisasikan musim ini.

Baca juga artikel terkait MOTOGP atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti