tirto.id - Semangat, rendah hati dan percaya diri, itulah pesan yang disampikan pria berkulit hitam kelahiran 14 Januari 1991 di Silama, Papua. Seseorang yang terlahir sebagai penyandang disabilitas serta pernah bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah rumah makan, menarik becak hingga menjual TTS di kampung halamannya.
Dapiel Payage, yang terlahir dengan cacat kaki kirinya lebih pendek dari kaki kanannya atau dalam istilah kedokteran disebut PFFD (proximal focal femoral dislocation) tidak menyurutkan semangatnya untuk mencapai puncak kemenangan dengan meraih sejumlah medali di arena Paralympic di Bandung.
Dengan bimbingannya pelatih yang juga atlet altletik nasional asal Papua Efrem Hilapok, ia berhasil meraih prestasi nasional pertamanya di ajang kompetisi bagi atlet penyandang disabilitas Indonesia atau dikenal dengan Pekan Olahraga Paralympic Nasional (Peparnas) XIV 2012 di Riau dengan meraih dua medali perunggu di nomor lempar lembing dan lompat jauh.
Pada Peparnas XV di Bandung, Jawa Barat, 2016, Ia kembali mengharumkan nama daerahnya dalam ajang atletik yaitu di nomor lompat tinggi medali emas, lempar lembing medali perak dan lompat jauh medali perunggu pada klasifikasi F42 putra, dan berhasil memecahkan rekor lompat tinggi dengan lompatan 165 cm.
Mesti telah banyak meraih prestasi ia tetap rendah hati dan tak lupa untuk selalu berdoa dan berterima kasih kepada Tuhan atas apa yang telah diberikan. Ia juga berkeinginan untuk memiliki kios sembako untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonominya nanti apabila kelak tidak lagi menjadi atlet.
Perjuangan kerasnya tak sia-sia, Ia kini dipanggil untuk mengikuti Pelatnas untuk persiapan ajang skala Paralympic Internasional, dan berharap nantinya akan mencatatkan namanya dalam kacah dunia dan mengibarkan sang merah putih di negara lain.
Foto dan Teks: Muhammad Adimaja