tirto.id - Juventus sedang dalam kondisi kurang sempurna sebelum bertanding pada leg kedua babak perempat final Liga Champions melawan Ajax Amsterdam, Rabu (17/4/2019) dini hari. Beberapa pemain kunci mungkin tak turun gelanggang.
Giorgio Chiellini kondisinya masih meragukan setelah absen pada pertandingan pertama. Sedangkan Mario Mandžukić dan Douglas Costa juga hampir dipastikan tak akan menjadi pilihan utama karena alasan yang sama.
“Laga seperti ini [melawan Ajax] akan lebih pantas bagi para pemain yang berada dalam kondisi terbaik, karena mereka harus benar-benar memberikan segalanya,” kata pelatih Juventus Massimiliano Allegri, dikutip dari situs resmi Juventus.
Dengan kondisi seperti itu, Allegri jelas harus memutar otak lebih keras agar dapat lolos ke babak selanjutnya. Meski pada pertandingan leg pertama Juventus berhasil menahan imbang Ajax 1-1, keuntungan tersebut bisa menguap begitu saja saat Allegri salah berhitung.
Terlebih Ajax sedang dalam kondisi bagus-bagusnya. Di Liga Champions musim ini, kualitas anak asuh Erik ten Hag tak pernah menurun meski mereka bermain tandang.
Kemenangan Ajax atas Real Madrid di Santiago Bernabéu bisa menjadi contoh. Dalam pertandingan yang berakhir dengan skor 1-4 tersebut, Jonathan Wilson, analis sepakbola asal Inggris, bahkan berani menyebut bahwa “penampilan Ajax di Bernabéu adalah penampilan terbaik mereka sejak era Louis van Gaal pada pertengahan tahun 90-an silam.”
Pertanyaannya: pendekatan seperti apa yang sebaiknya diterapkan oleh Max Allegeri pada pertandingan nanti?
Meningkatkan Intensitas Pressing
Menurut David Selini, yang menganalisis jalannya pertandingan leg pertama di Total Football Analysis, Max Allegri melakukan pendekatan yang menarik saat Juventus kehilangan bola. Bermain dengan formasi dasar 4-3-3, formasi Si Nyonya Tua bisa berubah-ubah: kadang mereka bertahan dengan formasi 4-3-3, kadang bertahan dengan formasi 4-4-2, dan tak jarang pula bertahan dengan formasi 4-4-1-1.
Perubahan formasi itu dilakukan secara situasional. Formasi 4-3-3 biasanya digunakan saat Ajax melakukan buid-up dari lini belakang. Bertahan dengan medium block yang menyempit, tiga pemain depan Juventus akan turun ke tengah lapangan, sedangkan tiga pemain tengah akan berdiri saling berdekatan.
Sementara itu, formasi 4-4-1-1 dan 4-4-2 digunakan saat serangan Ajax mencapai daerah sepertiga akhir. Sekali lagi, dengan dua formasi tersebut, Juventus akan tetap bertahan secara menyempit.
Tujuan dari perubahan formasi itu ialah untuk menghindari permainan vertikal Ajax. Formasi 4-3-3 menjadi lapis pertama pertahanan Juventus. Kemudian, saat itu berhasil ditembus, formasi 4-4-1-1 dan 4-4-2 akan menjadi pertahanan lapis kedua.
Menariknya, agar pertahanan lapis pertama tak mudah ditembus, terutama saat para pemain Ajax mengumpan ke belakang, Juventus sesekali melakukan high-pressing yang berbasis man-to-man marking.
Pendekatan Juventus itu berhasil memaksa Ajax melancarkan serangan dari sisi lapangan.
Namun, lewat kemampuan dua pemain sayapnya, Hakim Ziyech dan David Neres, Ajax ternyata tetap mampu melancarkan serangan berbahaya. Alhasil, dari 19 percobaan tembakan, 12 di antaranya berasal dari pemain yang beroperasi di sisi lapangan. Ziyech sendiri berhasil melancarkan 7 percobaan tembakan.
Untuk menghindari kejadian serupa, Juventus sebaiknya meningkatkan intesitas pressing mereka dalam pertandingan nanti. Terlebih, ada kemungkinan Frankie de Jong, gelandang bertahan Ajax, tak akan memulai laga dari awal pertandingan.
Itu artinya, selain meminimalisir serangan dari tengah dan sisi lapangan, pressing yang dilakukan Juventus bisa semakin merepotkan Ajax dalam melakukan build-up dari lini paling belakang.
Mempersulit kinerja Donny van de Beek
Salah satu kelebihan yang dimiliki Juventus pada musim ini adalah kemampuan memindahkan bola dari satu satu ke sisi lainnya dengan cepat. Mereka sering memperoleh keuntungan melalui umpan-umpan silang.
Dan sukses tidaknya perubahan arah serangan Juventus tersebut biasanya hanya bergantung pada satu orang: Miralem Pjanić.
Sayangnya, tahu bahwa Pjanić merupakan otak permainan Juventus, dalam pertandingan leg pertama lalu Eric ten Hag menginstruksikan Danny van de Beek untuk melakukan man-to-man marking terhadap gelandang asal Bosnia tersebut.
Alhasil, karena sering tertahan di area pertahanan Juventus, Pjanić tidak nyaman dalam memindahkan alur serangan Juventus. Permainan Juventus pun tidak berkembang.
“Donny van de Beek melakukan pekerjaan mengesankan, mengikuti ke mana pun Pjanić pergi, dan berhasil membatasi pengaruh deep-lying playmaker Juventus tersebut. Karenanya, Juventus sering dipaksa menguasai bola di daerah mereka sendiri tanpa mempunyai kesempatan untuk melewati garis tengah,” tulis Michael Cox, analis sepakbola Inggris, di ESPN.
Dalam pertandingan leg kedua nanti, ada kemungkinan bahwa Donny van de Beek akan kembali melakukan man-to-man marking terhadap Pjanić. Dari sana, Allegri dapat melakukan perubahan komposisi di lini tengah.
Jika sebelumnya Allegri memainkan Pjanić bersama Rodrigo Bentancur dan Blaise Matuidi, ia bisa mengganti salah satunya dengan Emre Can.
Tidak seperti Bentancur dan Matuidi, Can dapat berperan lebih baik saat berdiri di depan garis pertahanan. Itu artinya, saat Juventus menguasai bola, sementara Can menggantikan posisinya, Pjanić bisa bermain lebih ke depan.
Situasi ini tentu tidak akan menguntungkan Ajax saat mereka tetap memaksa van de Beek melakukan man-to-man marking terhadap Pjanić. Sebagai pemain nomor 10 yang juga sering berperan sebagai penyerang dadakan, van de Beek tentu akan berada jauh dari daerah pertahanan Juventus jika mengikuti pergerakan Pjanić. Karenanya, transisi serangan Ajax kemungkinan besar tidak akan berjalan lancar.
Namun, jika van de Beek tidak melakukan man-to-man marking terhadap Pjanić, mantan gelandang AS Roma jelas dapat membikin serangan Juventus lebih menggigit daripada pertandingan sebelumnya.
Penulis: Renalto Setiawan