Menuju konten utama

KPK Konfirmasi Puji Hartono Terkait Uang Sitaan Rp1,4 Miliar

KPK mengkonfirmasi telah menyita uang dari rumah wakil bendahara PPP, Puji Suhartono.

KPK Konfirmasi Puji Hartono Terkait Uang Sitaan Rp1,4 Miliar
Anggota Komisi IX DPR fraksi Partai Demokrat Amin Santono bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (28/5/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi uang sitaan senilai Rp1,4 miliar dalam pecahan dolar Singapura saat penggeledahan di rumah Wakil Bendahara Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Puji Suhartono.

Puji diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka Amin Santono dalam penyidikan kasus suap terkait dengan usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.

"Beberapa waktu lalu, KPK menggeledah di rumah saksi, pada saat itu ditemukan, kemudian disita uang sekitar Rp1,4 miliar rupiah dalam bentuk dolar Singapura. Penyidik mengonfirmasi terkait dengan uang yang disita di rumah saksi tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK RI, Jakarta, Rabu (8/8/2018).

Dalam penyidikan kasus itu, selain uang, KPK juga menyita dokumen terkait dengan permohonan anggaran dari hasil penggeledahan di rumah Puji di Graha Raya Bintaro, Tangerang Selatan.

"Tentu dilihat lebih jauh dari mana asal usul uang itu dan juga pengetahuan saksi terkait dengan pembahasan anggaran dan juga pengetahuan saksi terkait dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh tersangka Yaya Purnomo ataupun tersangka yang lain dalam kasus ini," ungkap Febri.

KPK total telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut, yakni anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Amin Santono (AMN), Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo (YP), Eka Kamaludin (EKK) seorang konsultan yang juga menjadi perantara dalam kasus itu, dan Ahmad Ghiast (AG) dari pihak swasta sekaligus kontraktor.

KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada keempatnya pada hari Jumat (4/5) di Jakarta dan Bekasi.

Amin diduga menerima Rp400 juta, sedangkan Eka menerima Rp100 juta yang merupakan bagian dari "commitment fee" sebesar Rp1,7 miliar atau 7 persen dari nilai dua proyek di Kabupaten Sumedang senilai total Rp25 miliar.

Uang suap untuk Yaya belum terealisasi meski Yaya sudah menerima proposal dua proyek tersebut, yaitu proyek di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan di Kabupaten Sumbedang senilai Rp4 miliar dan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Sumedang senilai Rp21,85 miliar.

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan sejumlah aset yang diduga terkait dengan tindak pidana, yaitu logam mulia seberat 1,9 kilogram, uang Rp1,844 miliar termasuk Rp400 juta yang diamankan di lokasi OTT di restoran (kawasan Halim Perdanakusumah), serta uang dalam mata uang asing 63.000 dolar Singapura dan 12.500 dolar AS.

Uang selain Rp500 juta untuk Amin dan Eka serta emas tersebut diperoleh dari apartemen Yaya di Bekasi.

Amin, Eka dan Yaya disangkakan Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Ahmad disangkakan Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Baca juga artikel terkait RAPBN-P 2018

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Agung DH