Menuju konten utama

KPK: Dewan Pengawas Bisa Rangkap Jadi Komisaris & Bertemu Tersangka

KPK menilai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK terkait rendahnya standar etik bagi anggota Dewan Pengawas sehingga rentan konflik kepentingan.

KPK: Dewan Pengawas Bisa Rangkap Jadi Komisaris & Bertemu Tersangka
Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Antaranews/Benardy Ferdiansyah.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengidentifikasi masalah dalam revisi undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Hasilnya, komisi antirasuah menemukan rendahnya standar etik bagi anggota Dewan Pengawas sehingga rentan konflik kepentingan.

"Standar larangan etik, dan anti konflik Kepentingan untuk Dewan Pengawas lebih rendah dibanding Pimpinan dan Pegawai KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah lewat keterangan tertulis pada Rabu (25/9/2019).

Pernyataan itu bukan tanpa dasar. Merujuk pada draf yang siap ditandatangani, DPR dan pemerintah tidak mengubah pasal 36 UU KPK yang mengatur soal standar etik pimpinan KPK.

Sebagai catatan, pasal 36 secara umum menyatakan pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak-pihak yang ada hubungan dengan kasus yang ditangani KPK; dilarang menangani kasus korupsi yang dilakukan keluarganya; dilarang merangkap menjadi komisaris atau direksi suatu perseroan organ yayasan, pengawas atau pengurus koperasi dan jabatan profesi lainnya atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan jabatan tersebut.

Namun, Pasal 36 itu hanya berlaku untuk pimpinan, tapi tidak berlaku untuk Dewan Pengawas.

"Sehingga Dewan Pengawas tidak dilarang menjadi komisaris, direksi, organ yayasan hingga jabatan profesi lainnya; Dewan Pengawas tidak dilarang bertemu dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara yang ditangani KPK," kata Febri.

"Sementara itu pihak yang diawasi diwajibkan memiliki standar etik yang tinggi dengan sejumlah larangan dan ancaman pidana di UU KPK," lanjutnya.

Padahal di sisi lain, Dewan Pengawas memiliki kewenangan yang luar biasa terkait penindakan KPK, antara lain memberikan atau tidak memberikan izin Penyadapan, penggeledahan dan penyitaan.

"Bagaimana jika Dewan Pengawas tidak mengizinkan? Siapa yang mengawasi Dewan Pengawas?" kata Febri.

Selain itu, persyaratan untuk jadi anggota Dewas lebih kendur dibanding untuk jadi komisioner.

Misalnya saja, untuk jadi komisioner harus berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman paling sedikit 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan atau perbankan. Namun itu tak diatur untuk Dewan Pengawas.

Sejauh ini KPK menemukan setidaknya 26 persoalan dalam revisi UU KPK yang berpotensi melemahkan. Tim juga masih bekerja untuk mendalami persoalan-persoalan lain dalam RUU yang tinggal ditandatangani Jokowi itu.

"Jadi, jika ada pihak-pihak yang mengatakan revisi UU KPK saat ini memperkuat KPK, baik dari aspek penindakan ataupun pencegahan, dilihat dari 26 poin di atas hal tersebut tidak dapat diyakini kebenarannya," kata Febri.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri