Menuju konten utama

KPK Cekal Empat Orang Ke Luar Negeri untuk Kasus E-KTP

KPK melakukan pencekalan ke luar negeri terhadap empat orang terkait kasus pengadaan KTP Elektronik.

KPK Cekal Empat Orang Ke Luar Negeri untuk Kasus E-KTP
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pencekalan ke luar negeri terhadap empat orang. Keempatnya dicekal untuk penyidikan dugaan Tim Pengelola Kegiatan (TPK) pengadaan KTP Elektronik.

"KPK telah mengirimkan surat pelarangan ke luar negeri pada imigrasi terhadap 4 orang dalam Penyidikan dugaan TPK pengadaan KTP Elektronik," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan pada Rabu (21/8/2019).

Keempat orang tersebut adalah Isnu Edhi Wijaya terhitung sejak 7 Agustus 2019, Husni Fahmi terhitung sejak 7 Agustus 2019, Catherine Tannos terhitung sejak 19 Agustus 2019, serta Lina Rawung terhitung sejak 19 Agustus 2019.

Dari keempat orang itu, hanya Husni dan Edhi yang berstatus tersangka.

Dalam perkembangan kasus e-KTP, KPK menetapkan mantan anggota DPR Miryam S Haryani dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos menjadi tersangka baru kasus KTP Elektronik. Bersama dua orang lainnya, mereka diduga mendapat keuntungan miliaran rupiah.

"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, MSH diduga diperkaya USD1,2 juta terkait proyek e-KTP ini," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2019).

Menurut KPK, Miryam sempat meminta uang kepada Irman selaku pelaksana tugas Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Uang itu mencapai 100 ribu dolar Amerika Serikat.

Kemudian Miryam meminta lagi untuk kali kedua. Kali ini, dia memintanya dengan sebutan uang jajan. Meski belum diketahui secara pasti berapa kali pemberian itu terjadi, tapi keuntungan Miryam diperkirakan mencapai belasan miliar rupiah.

"Tersangka MSH juga meminta uang dengan kode “uang jajan” kepada Irman sebagai Dirjen Dukcapil yang menangani E-KTP. Permintaan uang tersebut ia atasnamakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses," tegas Saut.

Sedangkan Tannos ikut menyepakati skenario pemenangan tender e -KTP langsung pada PNRI. Dia juga ikut menyepakati fee yang harus diberikan kepada anggota DPR. Dia sendiri disinyalir mendapat keuntungan paling besar.

"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 Milyar terkait proyek e-KTP ini," ucap Saut lagi.

Sedang tersangka Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik Husni Fahmi mendapat keuntungan 20 ribu dolar Amerika Serikat dan Rp10 juta.

Dia berperan untuk meluluskan tiga konsorsium untuk pengadaan e-KTP yakni PNRI, Astragraphia, dan Murakabi Sejahtera.

"Tersangka HFS diduga tetap meluluskan tiga konsorsium, meskipun ketiganya tidak tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware Security Modul (HSM) dan Key Management System (KMS)," jelas Saut.

Sedangkan tersangka Isnu Edhi Wijaya selaku Direktur Utama PNRI sempat meminta commitment fee kepada Pt Quadra Solution jika ingin ikut ambil bagian. Dia juga melobi pejabat di Kementerian Dalam Negeri agar dapat memenangkan proyek pengadaan KTP elektronik.

"Manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar terkait proyek EKTP ini," tegasnya lagi.

Dengan ini, tersangka KTP elektronik bertambah menjadi 14 orang.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno