Menuju konten utama

Ketika Pekerja Menjadi Bos: Kisah Koperasi Mondragon yang Mendunia

Mondragon adalah antitesis dari korporasi kapitalis. Keputusan apa pun ada di tangan pekerja. Mereka menegakkan demokrasi ekonomi meski tetap ada kritik.

Ketika Pekerja Menjadi Bos: Kisah Koperasi Mondragon yang Mendunia
Mondragon Corporation. FOTO/mondragon-corporation.com/

tirto.id - Pada abad ke-21, demokrasi, atau setidaknya gagasan mengenai itu, dapat ditemukan di mana-mana. Demokrasi dipromosikan sebagai sistem paling ideal di hampir seluruh negara. Namun, jika dipandang sebagai cara paling ideal untuk menjalankan organisasi serumit negara, mengapa demokrasi sulit ditemukan--atau bahkan sekadar dibayangkan--dalam organisasi yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari: tempat kerja?

Kira-kira pertanyaan itulah yang diajukan oleh Patrik Witkowsky lewat film dokumenter berjudul Can We Do It Ourselves? (2015). Dalam film itu, Witkowsky menelusuri gagasan alternatif untuk menjalankan aktivitas ekonomi di luar model kepemilikan pribadi dan kekuatan modal yang saat ini dominan. Lebih tepatnya, film itu mencoba mengeksplorasi gagasan dan eksperimen soal demokrasi ekonomi.

Apa itu demokrasi ekonomi? Pemikir tersohor Noam Chomsky menjelaskannya dengan cara sederhana dalam pembuka film itu: “Demokrasi ekonomi pada dasarnya berarti keterlibatan seluruh partisipan dalam institusi ekonomi seperti perusahaan atau toko, untuk ambil peran dalam memutuskan kebijakan institusi tersebut.”

Penerapan demokrasi ekonomi dalam konteks perusahaan berarti penghapusan kepemilikan dan hak suara berdasarkan jumlah penguasaan saham. Sebagai gantinya, kepemilikan dirumuskan menggunakan model koperasi, terutama koperasi pekerja. Pekerja sebagai anggota memiliki hak suara yang setara meskipun menempati posisi struktural yang berbeda. Konsekuensinya, hasil keuntungan juga tidak dibagi berdasarkan jumlah kepemilikan modal atau saham, namun disepakati bersama.

Ide semacam itulah yang mungkin mengilhami José María Arizmendiarrieta saat menginisiasi pembentukan Ulgor pada 1956, salah satu pionir koperasi pekerja modern yang dianggap paling berhasil.

Didirikan lebih dari setengah abad lalu di wilayah Basque, tepatnya kota kecil Mondragón, Ulgor kini telah bertransformasi menjadi Mondragon Cooperative Corporation yang merupakan salah satu grup perusahaan terbesar di Spanyol sekaligus koperasi terbesar di dunia. Grup koperasi yang didirikan oleh para buruh pabrik itu kini telah membawahi lebih dari 96 koperasi lain dengan empat sektor utama yakni finansial, industri, retail, dan ilmu pengetahuan.

Bagaimana semuanya berawal?

Dari Keprihatinan Pastor

Dikutip dari buku karya sosiolog asal Amerika Serikat William Whyte dan Kathleen Whyte berjudul Making Mondragon: The Growth and Dynamics of the Worker Cooperative Complex (1988), kelahiran Mondragon tak bisa dilepaskan dari kedatangan seorang pastor bernama José María Arizmendiarrieta pada 1941. Selain sebagai rohaniawan, ia juga dikenal sebagai orang yang perhatian dan prihatin terhadap kondisi sosial masyarakat, terutama soal kurangnya akses pendidikan dan lapangan pekerjaan.

Tak sekadar prihatin, Arizmendi juga berbuat sesuatu. Suatu ketika ia pernah meminta perusahaan manufaktur peralatan besi Union Cerrajera melatih para pemuda lewat program magang. Permintaan ini ditolak mentah-mentah.

Sejak itu ia berambisi membangun wadah pendidikan inklusif, dengan harapan para pemuda dapat lebih mudah mengakses pekerjaan. Ia lantas membangun sekolah teknik pada 1943 dan mengajak seluruh warga terlibat aktif di dalamnya. Maka terbentuklah The Escuela Politécnica Profesional yang nantinya bertransformasi menjadi Mondragon University pada 1997.

Namun pembentukan sekolah tidak membuat masalah tuntas. Alumni mengeluh minimnya posisi tawar mereka di tempat kerja, dengan contoh, lagi-lagi, Union Cerrajera. Pada awal 1950-an, perusahaan lokal tersebut menjual lebih banyak saham. Arizmendi dan murid-muridnya melobi perusahaan agar mau menjual lebih banyak saham bagi para pekerja namun lagi-lagi ditolak.

Akhirnya murid-murid Arizmendi mengusulkan supaya para pekerja membuat perusahaan yang dimiliki bersama dalam model koperasi.

Untuk membangun perusahaan semacam itu mereka sadar perlu dukungan luas dari komunitas Mondragón. Arizmendi dan murid-muridnya kemudian bergerilya menyebarkan gagasan mereka. “Setiap hari setelah kerja mereka berkumpul di jalan-jalan Mondragón dan pindah dari bar ke bar, menyeruput anggur, berbicara dengan pelanggan dan bartender,” tulis Whyte.

Akhirnya, pada 1955, sekitar 100 orang bersedia memberikan dukungan finansial yang totalnya mencapai 11 juta peseta. Dari uang itu Arizmendi dan murid-muridnya membeli perusahaan alat mekanik yang bangkrut di Vitoria. Mereka memindahkan perusahaan dari Vitoria ke Mondragón pada 12 November 1956. Hari itu kemudian dikenal sebagai hari kelahiran koperasi pekerja Ulgor, yang nantinya berubah menjadi Mondragon Cooperative Corporation.

Pekerja adalah Bos

Meskipun telah berubah menjadi grup koperasi raksasa yang membawahi 96 perusahaan dengan 81 ribu lebih pekerja, Mondragon mengklaim bisnisnya masih dijalankan berdasarkan prinsip yang sama dengan bayangan pastor Arizmendi dan murid-muridnya waktu pertama kali membangun Ulgor. Kekuasaan tetap tidak ditentukan melalui jumlah saham, namun berdasarkan prinsip “one member one vote” yang berarti setiap anggota atau pekerja memiliki suara setara dalam menentukan kebijakan perusahaan. Sementara biaya investasi seragam, dipotong dari gaji selama tiga sampai lima tahun.

Pada korporasi biasa, keputusan ditentukan oleh pemegang saham mayoritas lewat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tanpa melibatkan pekerja sama sekali. Dalam model koperasi, keputusan diambil melalui majelis umum yang menampung aspirasi semua orang. Keputusan yang diambil menyangkut kondisi pekerjaan, gaji, distribusi profit, dan lain-lain.

Mekanisme semacam ini berhasil mempersempit jurang ketimpangan antara elite perusahaan dengan pekerja biasa. Pada 2019 lalu, berdasarkan survei terhadap 350 perusahaan di AS, Economic Policy Institute menemukan bahwa gaji CEO lebih besar 320 kali lipat dibanding pekerja biasa. Ketimpangan yang menganga semacam itu tidak terjadi di Mondragon. Mereka menetapkan gaji tertinggi tak boleh lebih dari enam kali lipat dari gaji terendah. Gaji terendahnya pun sebesar 16 ribu euro per tahun atau tiga kali lipat dari gaji minimum Spanyol. Ini belum termasuk asuransi kesehatan, distribusi profit tahunan, dan dana pensiun.

Model koperasi pekerja yang dijalankan Mondragon juga terbukti berhasil membuat bisnis tetap sehat bahkan saat krisis menghantam.

Pada resesi 2008, berbagai perusahaan di Spanyol melakukan kebijakan pemotongan upah dan pemecatan. Angka pengangguran waktu itu mencapai 26%. Namun, sebagaimana dilaporkan The Guardian, Mondragon tidak banyak berkontribusi terhadap angka tersebut. Di saat perusahaan lain memecat dan memotong upah para pekerja biasa untuk kepentingan para pemegang saham, mereka menerapkan kebijakan sebaliknya. Salah satu perusahaannya yang bergerak di bidang retail, Eroski, malah memotong upah manajer sebanyak 5–10%.

Infografik Koperasi Mondragon

Infografik Koperasi Mondragon. tirto.id/Rangga

Mondragon juga tidak melakukan pemecatan. Mikel Zabala, kepala sumber daya manusia koperasi, menjelaskan mengapa itu bisa terjadi: “Jika salah satu koperasi dalam grup kami memiliki kelebihan anggota, maka kami memindahkannya ke koperasi lain.” Lalu, “jika salah satu koperasi punya uang yang tersisa dan koperasi lain telah habis, maka mereka dapat meminjamkan uang itu.” Semua keputusan itu diambil melalui musyawarah pekerja.

Mekanisme seperti itulah yang membuat Mondragon bertahan selama periode krisis. Bahkan, pada 2010, di saat perusahaan lain masih belum pulih, angka ekspor Mondragon sudah melonjak 10%.

Hal serupa terulang saat pandemi Covid-19 menghantam pada awal 2020 lalu. Melansir The Washington Post, sejak awal pandemi perusahaan ramai-ramai memotong gaji dan memecat ribuan pekerja dan di saat bersamaan malah membagikan dividen dengan total mencapai 700 juta dolar AS kepada para pemegang saham. Hal serupa lagi-lagi tidak terjadi pada perusahaan-perusahaan di bawah Mondragon sebab para anggota tidak menghendaki itu.

Sejak masa pandemi Mondragon memang mengalami penurunan produksi sebanyak 25% sehingga harus melakukan pemotongan upah sebanyak 5%. Namun, dengan strategi yang sama seperti ketika menghadapi krisis ekonomi 2008, mereka sudah bisa berproduksi penuh menjelang akhir 2020.

Satu faktor keberhasilannya adalah pemahaman dan kerja sama dari pekerja--yang juga menyadari posisinya sebagai pemilik perusahaan. “Ketika Anda menjelaskan situasinya dengan sangat jelas, dan ketika orang-orang tahu bahwa mereka adalah pemilik dari perusahaan, Anda dapat melakukan upaya semacam ini,” ujar Presiden Mondragon Iñigo Ucín kepada The New York Times.

Akan tetapi, sebagai model bisnis yang selalu dibandingkan dengan model kapitalis, Mondragon juga tak lepas dari kritik. Antropolog Sharryn Kasmir dalam bukunya The Myth of Mondragon (1996) mengatakan bahwa penggambaran model ala Mondragon adalah alternatif dari kapitalisme sering kali hanya bersumber dari perspektif organisasional dan manajerial tanpa melihat langsung pengalaman pekerja.

Melalui studi etnografi, Kasmir melihat beberapa kontradiksi. Misalnya, meskipun jajaran manajer dan pekerja digambarkan sebagai sama-sama pekerja, pada praktiknya tetap ada konflik kepentingan. Meskipun semua anggota menyumbang satu suara dalam sistem representatif yang dianggap eksklusif, Kasmir menganggap keputusan masih didominasi oleh elite perusahaan.

Sejarawan Giles Tremlett bahkan menuding bisnis terbaru Mondragon di luar Spanyol tak ubahnya bisnis kapitalis tulen, apalagi sejak grup perusahaan itu membuka anak perusahaan ke wilayah seperti Brasil, Cina, Slovakia, Polandia, dan Mesir. “Pekerja di negara-negara tersebut bukan anggota koperasi (kurang dari setengah dari tenaga kerja Mondragon adalah anggota),” tulis Tremlett untuk The Guardian. “Artinya, mereka juga kapitalis yang hidup dari tenaga kerja orang lain.”

Elite Mondragon tahu kritik-kritik semacam ini dan membela diri dengan mengatakan bahwa bagaimanapun bisnis mereka tetap beroperasi di sistem kapitalisme; semacam suatu eksperimen alternatif yang berada di tengah-tengah lautan ekonomi pasar. “Model kooperasi memang melindungi anggota, tetapi tetap harus kompetitif, jika tidak maka akan musnah,” ujar salah satu pejabat bagian program sosial Mondragon Zigor Ezpeleta kepada The New York Times.

Baca juga artikel terkait KOPERASI atau tulisan lainnya dari Mochammad Naufal

tirto.id - Bisnis
Kontributor: Mochammad Naufal
Penulis: Mochammad Naufal
Editor: Rio Apinino