Menuju konten utama

Kerugian Rp800 Miliar Pertamina demi BBM Satu Harga

Komitmen Presiden Jokowi menerapkan kebijakan BBM satu harga di Papua dan Papua Barat dinilai sebagai langkah maju. Namun, diharapkan program ini tidak hanya dibebankan pada Pertamina semata. Pemerintah sedang mengkaji dan menyiapkan regulasi teknis demi kelancaran program ini.

Kerugian Rp800 Miliar Pertamina demi BBM Satu Harga
Prajurit Satgas Pembangunan Jalan Trans Papua Denzipur 12/OHH Nabire dan Denzipur 13/PPA Sorong Zeni TNI AD (POP 1) mengoperasikan alat berat untuk mendorong truk pengangkut BBM di Distrik Mbua, Kabupaten Nduga, Papua. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Harga BBM di Papua dan Papua Barat sering dianggap tidak masuk akal. Misalnya, harga BBM Premium berkisar antara Rp25.000 – Rp55.000 per liter, bahkan pernah mencapai Rp150.000 – Rp200.000 per liter.

Padahal jika mengacu pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 7174 tahun 2016 yang berlaku mulai 1 Oktober, harga Premium setiap liternya dipatok Rp6.450, sedangkan untuk solar sebesar Rp.5.150, dan minyak tanah Rp2.500.

Karena itu, Presiden Joko Widodo mencanangkan kebijakan program BBM satu harga sebagai upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Presiden menilai, ketimpangan harga BBM itu sebagai bentuk ketidakadilan bagi masyarakat Papua yang selama ini terus dibiarkan. Padahal, di daerah lain di luar Papua, harga BBM sama.

“Harganya seperti yang sekarang, contoh Rp6.450 per liter, sedangkan sudah berpuluh-puluh tahun di Papua harganya dari Rp50 ribu per liter, ada yang Rp60 ribu per liter, sampai Rp100 ribu per liter. Bayangkan,” ujarnya seperti dilansir laman setkab.go.id.

Mahalnya harga BBM di bumi cenderawasih ini disebabkan karena biaya distribusi yang tinggi, mengingat wilayah pegunungan dan pedalaman Papua sulit dijangkau dan konektivitas antar-daerah belum sepenuhnya terhubung akibat terbatasnya infrastruktur transportasi darat.

Satu-satunya transportasi yang dapat diandalkan dalam distribusi BBM ini hanya moda transportasi udara, sehingga mengakibatkan biaya logistik untuk mengangkut BBM menjadi sangat tinggi.

Pertanyaannya adalah apakah mungkin kebijakan BBM satu harga dapat direalisasikan?

Bagi Presiden Jokowi kebijakan tersebut sangat mungkin diterapkan. Meskipun ia menyadari untuk mewujudkan kebijakan BBM satu harga ini dibutuhkan biaya logistik yang cukup besar untuk menyalurkan BBM ke seluruh wilayah Papua yang masih sulit dijangkau oleh layanan transportasi umum.

Berdasarkan perkiraan Direktur Utama PT Pertamina, Dwi Soetjipto, jika kebijakan BBM satu harga tersebut diterapkan di Papua, maka perusahaan pelat merah itu akan mengalami kerugian sebesar Rp800 miliar. Sayangnya, Presiden Jokowi tidak terlalu merisaukan potensi kerugian yang akan diderita Pertamina.

Presiden tetap bertekad mewujudkan program tersebut. Ia juga menginstruksikan Pertamina untuk mencari solusinya. Salah satunya, misalnya melakukan subsidi silang dengan memanfaatkan kompensasi dari usaha-usaha milik Pertamina lainnya.

“Saya sampaikan, ini bukan masalah untung dan rugi. Ini masalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jumlah Rp800 miliar itu terserah dicarikan subsidi silang dari mana, itu urusan Pertamina. Tapi yang saya mau ada keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga harganya sekarang di seluruh kabupaten yaitu Rp6.450 per liter untuk Premium,” kata Jokowi.

Infografik BBM Papua

Kebijakan BBM Penugasan

Sebelum Presiden Jokowi mengumumkan kebijakan BBM satu harga di Papua dan Papua Barat, Pertamina sudah menyadari hal tersebut. Pada April 2016, Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengatakan, pihaknya mendapat informasi tentang harga BBM di pedalaman kedua wilayah tersebut lebih mahal dari yang ditetapkan pemerintah.

Namun, perbedaan harga yang cukup mencolok itu hanya terjadi di level pengecer, di luar garis distribusi Pertamina. Sementara perusahaan pelat merah itu memastikan hanya menjual BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Agen Premium Minyak dan Solar (APBM) Stasiun Pengisian Dealer Nelayan (SPDN) dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN).

Khusus di wilayah Papua dan Papua Barat, lokasi penjualan BBM milik Pertamina mencapai 36 unit SPBU, 97 unit APMS, 16 unit SPDN dan 4 ‎unit SPBN.

Dalam konteks ini, perbedaan harga BBM tersebut terjadi di luar garis distribusi Pertamina. Artinya, disparitas harga yang cukup jauh itu sudah bukan tanggung jawabnya sebagai perusahaan yang mendapat amanah melakukan distribusi BBM penugasan atau subsidi.

Seperti diketahui, setelah dilantik menjadi Presiden ke-7, Jokowi mengubah ketentuan subsidi BBM agar tepat sasaran. Misalnya, pada 31 Desember 2014, Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

Ada tiga jenis BBM yang diatur dalam regulasi ini, yaitu: Pertama, jenis BBM tertentu. Kedua, jenis BBM khusus penugasan. Ketiga, jenis BBM umum.

Jenis BBM Tertentu terdiri atas minyak tanah dan solar, sementara BBM Khusus Penugasan merupakan BBM jenis bensin RON 88 atau Premium untuk didistribusikan di wilayah penugasan seluruh wilayah NKRI kecuali DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Tmiur, DI Yogyakarta, dan Bali. Sedangkan jenis BBM umum terdiri atas seluruh jenis BBM di luar jenis BBM Tertentu dan BBM Khusus Penugasan.

“Penyediaan dan pendistribusian atas volume kebutuhan tahunan Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus dilaksanakan oleh Badan Usaha melalui penugasan oleh Badan Pengatur,” demikian bunyi Pasal 4 Perpres tersebut.

Dalam konteks ini, berdasarkan Perpres di atas, maka harga jual BBM jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan ditetapkan oleh Menteri ESDM dengan mempertimbangkan berbagai aspek, di antaranya (1) kemampuan keuangan negara atau situasi perekonomian, (2) kemampuan daya beli masyarakat, serta (3) ekonomi riil dan sosial masyarakat.

Respons Pertamina

Meskipun demikian, Pertamina telah merespons keinginan Presiden Jokowi untuk menerapkan kebijakan BBM satu harga ini. Langkah pertama yang dilakukan adalah mendatangkan pesawat khusus, Air Tractor untuk mempermudah pengiriman BBM via udara.

Sedangkan langkah kedua adalah melalui pendirian lembaga penyalur Pertamina di 8 Kabupaten Pegunungan dan Pedalaman, di antaranya Puncak, Nduga, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Yalimo,Tolikara, Intan Jaya dan Pegunungan Arfak.

Dwi Soetjipto mengatakan, BBM Satu Harga ini merupakan bagian dari kontribusi Pertamina yang mendapatkan mandat dari pemerintah untuk mendistribuskan BBM di seluruh wilayah Indonesia.

Kini, harga BBM di delapan kabupaten di Papua sudah sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 7174 Tahun 2016 yang berlaku mulai 1 Oktober. Mengacu pada regulasi ini, maka harga tiap liternya di daerah tersebut, yaitu: minyak tanah Rp2.500, solar Rp5.150, dan Premium Rp6.450.

Untuk merealisasikan program ini, Pertamina berupaya menggunakan berbagai moda transportasi baik darat, laut maupun udara guna mendukung kebijakan pemerintah agar masyarakat di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal bisa mendapatkan BBM dengan harga sama dengan daerah lainnya.

Pemerintah Siapkan Regulasi

Dalam rangka mendukung kebijakan BBM satu harga ini, Kementerian ESDM akan membuat regulasi sebagai payung hukum berupa Peraturan Menteri ESDM. Regulasi ini akan memberikan petunjuk teknis dan aturan pelaksanaannya.

“Mekanismenya sekarang lagi disusun Peraturan Menteri. Tapi prinsipnya begini, ini arahan Presiden yang luar biasa. BBM satu harga dari Sabang sampai Merauke. Dari Miangas sampai Pulau Rote,” kata Menteri ESDM, Ignasius Jonan seperti dilansir laman kementerian, Kamis (20/10/2016).

Saat ini, lanjut Jonan, mekanisme pelaksanaannya masih disusun. Misalnya, apakah akan ada kewajiban untuk membangun SPBU di daerah-daerah yang biasanya harganya lebih tinggi dari di Jawa. Selain itu, apakah kebijakannya semua badan usaha penyalur retail BBM harus mau terima penugasan ini dalam rangka subsidi silang dan sebagainya.

Menurut Jonan, pelaksanaan kebijakan ini kemungkinan baru akan berjalan efektif pada tahun 2017 mendatang, setelah peraturannya selesai dibuat. Pelaksana program ini, bukan hanya dilaksanakan oleh Pertamina, namun juga oleh semua operator seperti, Total dan Shell.

“Wajib.. wajib.. masak peraturan khusus dibuat untuk BUMN saja. Kan gak mungkin,” kata Jonan.

Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak Dan Gas Bumi, IGN Wiratmaja Pudja mengatakan, sesuai Perpres 191 tahun 2014, pemerintah menugaskan Pertamina untuk mendistribusikan BBM jenis tertentu di seluruh Indonesia dan BBM penugasan dengan harga sama di titik serah atau lembaga penyalur. Pemerintah akan membayar biaya perolehan BBM yang meliputi biaya penyediaan, penyimpanan, dan distribusi BBM.

Terkait harga BBM di Papua dan Papua Barat yang selama ini tinggi, Wiratmaja mengatakan, hal tersebut diakibatkan masih belum meratanya penyebaran lembaga penyalur, sehingga BBM dari lembaga penyalur dibawa lagi ke pelosok oleh pedagang dan kemudian dijual ke masyarakat.

Untuk itu, pemerintah meminta Pertamina memperbanyak lembaga penyalur sehingga rakyat dapat menikmati harga yang sama, tentu konsekuensinya biaya distribusi akan meningkat. Dalam hal ini, pemerintah bersama Pertamina akan menghitung biaya alpha per wilayah, sehingga akan lebih transparan dan akuntabel serta diharapkan secara bertahap lembaga penyalur diperluas, untuk mendapatkan BBM satu harga.

Komitmen Presiden Jokowi membangun daerah-daerah terpencil di seluruh Indonesia, termasuk bumi cenderawasih patut diapresiasi. Keinginan Jokowi agar negara hadir dan memberi keadilan bagi masyarakat seperti kebijakan BBM satu harga juga perlu didukung. Sudah saatnya negara hadir di tengah-tengah masyarakat dari Sabang sampai Merauke.

Baca juga artikel terkait HARGA BBM atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti