tirto.id -
Pemerintah Zimbabwe tahun ini telah melarang pernikahan anak di bawah umur namun ternyata masih banyak orangtua dan wali yang menikahkan anak mereka dengan imbalan mahar akibat kemiskinan.
"Saya bertahan hidup dari gaji pensiun yang sangat kecil. Tidak masuk akal untuk merawat cucu saya ketika kita semua tahu siapa yang bertanggung jawab untuk kehamilannya," kata Judith Mhlongo yang merupakan nenek sekaligus wali dari Oriditsi Tlou, seorang anak yang akan dinikahkan akibat hamil pada usia 15 tahun.
Orang tua sering menikahkan anak-anak perempuannya di usia muda untuk mengurangi pengeluaran makan dan pembayaran mahar adalah tambahan penghasilan bagi mereka di Zimbabwe.
Pada Januari tahun ini, Mahkamah Konstitusi Zimbabwe memutuskan bahwa tidak ada seorangpun di negara tersebut dapat melakukan pernikahan dalam bentuk apapun, termasuk melalui hukum adat, sebelum usia 18 tahun.
Namun, pernikahan anak masih marak di daerah pertambangan dan pertanian terpencil, hal yang menyebabkan Wakil Presiden Emmerson Mnangagwa mengatakan kepada parlemen pekan ini bahwa amandemen undang-undang yang terkini akan menarget orang tua dan wali yang menerima mahar.
“Undang-undang harus menegaskan bahwa wali atau orang tua yang melakukan perjanjian mahar terkait seseorang di bawah usia 18 tahun merupakan suatu pelanggaran," kata Mnangagwa kepada parlemen.
Badan PBB untuk anak-anak (UNICEF) memperkirakan sepertiga dari anak perempuan menikah di sebelum usia 18 tahun. Pegiat hak anak menggambarkan pernikahan anak sebagai bentuk pelecehan anak yang merampas haknya untuk memperoleh pendidikan serta meningkatkan kemungkinan terjadinya kekerasan seksual dan menempatkan mereka pada risiko kematian atau cedera saat melahirkan. (ANT)