Menuju konten utama

Kemendagri: RUU Masyarakat Adat Bisa Koreksi Aturan Lain

Pengaturan soal masyarakat adat tercantum di UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan

Kemendagri: RUU Masyarakat Adat Bisa Koreksi Aturan Lain
Sekretaris Jenderal Kemendagri Hadi Prabowo dan Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Nata Irawan di kantornya, Jakarta, Senin (16/4/2018). tirto.id/Lalu Rahadian

tirto.id - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) dapat menjadi koreksi atas berbagai aturan tentang masyarakat adat. Selama ini, peraturan terkait masyarakat adat tersebar di beberapa UU dan Peraturan Menteri.

"Bisa [RUU MHA menjadi koreksi aturan lain]. Intinya pasti di RUU itu harus ada penyelarasan, harmonisasi, klarifikasi terhadap UU yang ada," ujar Sekretaris Jenderal Kemenddagri Hadi Prabowo di kantornya, Jakarta, Senin (16/4/2018).

Berdasarkan penelusuran, pengaturan soal masyarakat adat tercantum di UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 32/2009 tentang Perkindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 39/2014 tentang Perkebunan, dan UU Nomor 6/2014 tentang Desa. Ada juga Peraturan Pemerintah Nomor 43/2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Desa yang mengatur itu.

Pada tingkat Peraturan Menteri, ada 14 beleid yang mengatur masyarakat adat. Belasan aturan itu terdapat di Kemendagri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Ada enam K/L yang terlibat dalam penyusunan RUU MHA yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, DPR, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; serta Kementerian Hukum dan HAM.

"Pada hakikatnya Mendagri dan jajarannya tetap akan melaksanakan dan juga mendukung, menindaklanjuti, pembahasan kaitannya masyarakat hukum adat," ujar Hadi.

Pembahasan ihwal RUU MHA mencuat setelah beredarnya isi surat Mendagri Tjahjo Kumolo kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno Nomor 189/2257/SJ tentang Penyampaian DIM. Dalam salah satu poin resume DIM, Tjahjo mengatakan RUU MHA belum merupakan kebutuhan konkret saat ini.

“RUU MHA akan memberikan beban yang sangat berat bagi APBN dengan adanya konsepsi pemberian kompensasi terhadap Hak Ulayat bagi Masyarakat Adat,” bunyi poin kedelapan di resume DIM pada surat itu.

Isi surat Tjahjo dikritisi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi berkata, logika berpikir yang disampaikan Tjahjo sesat dan fatal. Ia yakin UU MHA dapat mengatasi persoalan dalam mengurus masyarakat adat.

“Peraturan Perundang-undangan terkait Masyarakat Adat yang tersedia saat ini tumpang tindih dan saling menyandera, belum mampu menjawab kebutuhan, bahkan menjadi penyebab utama pengabaian dan kekerasan terhadap Masyarakat Adat,” ujar Rukka dalam keterangan tertulis yang dilansir dari laman resmi AMAN.

Baca juga artikel terkait MASYARAKAT ADAT atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yantina Debora