Menuju konten utama

Kemenangan Thailand di Tengah Perkabungan

Meski menang Piala AFF, rakyat Thailand tak merayakannya dengan kegaduhan dan ekspresi sukacita yang berlebihan. Mereka masih berkabung atas mangkatnya Raja Bhumibol, 13 Oktober lalu.

Kemenangan Thailand di Tengah Perkabungan
Warga Thailand untuk memberi penghormatan kepada Raja Bhumibol Adulyadej di luar Grand Palace Bangkok. TIRTO/Petrik M

tirto.id - Tim nasional Thailand dalam laga AFF 17 Desember lalu menang di tengah suasana berkabung. Mereka baru saja kehilangan Raja Bhumibol Adulyadej pada 13 Oktober. Meninggalnya sang raja menjadi dukacita nasional. Sampai 10 bulan ke depan, Thailand menjalani masa berkabung. Laki-perempuan dan tua-muda yang berpakaian hitam-hitam hingga akhir tahun depan akan mudah ditemui di jalanan kota Bangkok.

“Mereka datang dari seluruh Thailand untuk memberikan penghormatan kepada rajanya yang mangkat,” ujar Thomas, warga Jakarta yang dua bulan sekali mengunjungi Bangkok untuk urusan bisnis.

Menurut Thomas, rakyat dari seluruh penjuru negeri gajah putih ini secara bergantian mengantre di sekitar Grand Palace demi memberi penghormatan terakhir kepada raja yang masih disemayamkan di komplek Istana yang terlindungi benteng kuno tersebut. Tempat kremasi raja baru dibangun tahun depan.

Meski sedang masa berkabung ekonomi Thailand jalan terus. Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha meminta kegiatan usaha agar tetap berjalan seperti biasa. Hanya saja, mereka tak merayakan kemenangan tim nasional mereka dengan heboh dan gaduh. Kemenangan itu hanya diberitakan berhari-hari di televisi-televisi berbahasa Thai saja.

Negeri ini masih membuka pintunya dan melayani dengan ramah wisatawan-wisatawan yang masuk. Grand Palace yang selalu dipadati rakyat Thailand yang berkabung pun masih membuka pintunya bagi wisatawan yang ingin menyaksikan sejarah kebesaran kerajaan, termasuk kuil megah Wat Phra Kaew yang berada di dalam kompleks istana. Pihak kerajaan hanya meminta kepada wisatawan agar turut merasakan suasana berkabung tersebut. Tak hanya meminta, mereka pun dibagikan pita hitam. Gratis.

Tentu saja semua yang masuk area ini diperiksa. Badan dicek, semua tas pun diperiksa isinya dengan teliti. Polisi dibantu tentara berjaga siang malam. Pada siang hari, aparat kerajaan itu dibantu pramuka dan pelajar-pelajar sekolah menengah berseragam militer untuk berjaga di ring terluar Grand Palace.

Masyarakat yang mengantre pun umumnya cukup bersabar. Sebelum masuk ke dalam kawasan istana di dalam benteng, mereka yang belum masuk menunggu di tenda-tenda. Bukan tenda yang pengap, tapi tenda-tenda yang tiap beberapa meter diberikan kipas angin agar tidak panas. Sambil menunggu, tak jarang air minum dibagikan kepada mereka.

Bagi mereka yang sudah tua atau sedang tidak bisa berjalan, tersedia kursi roda beserta orang yang bertugas memandunya. Pemerintah mengerahkan tenaga medis. Tak hanya para perawat yang cekatan, tapi juga dokter-dokter yang ramah. Di beberapa titik terdapat pos medis.

Rakyat Thailand yang datang ke Grand Palace nyaris tak membawa barang bawaan. Tak membawa bekal karena tidak khawatir haus dan lapar. Juga tak perlu pusing mengeluarkan uang untuk membeli makanan atau minuman.

Di sekeliling Grand Palace, banyak ditemukan dapur umum dan stand-stand makanan gratis. Mulai dari air putih, sirup, bakpao, bacang, mie goreng, kwetiau goreng, mihun goreng, nasi babi, nasi goreng ikan, dan makanan lainnya. Minuman yang menyegarkan pun tersedia.

Relawan-relawan yang bekerja di stand-stand itu bekerja keras menyediakan makanan-makanan juga minuman kepada orang-orang yang di sekitar Grand Palace. Stand-stand itu dikelola berbagai perkumpulan di Thailand. Tiap perkumpulan punya jatah 100 hari melayani rakyat yang berkabung tersebut. “Setelah 100 hari, organisasi yang mengelola stand akan diganti yang lain,“ terang Sham Phan.

Sham Phan yang usianya tidak muda lagi itu adalah bagian dari perkumpulan yang berafiliasi dengan sebuah universitas di Bangkok. Stand tempat Sham Phan bergabung banyak yang berusia lanjut sepertinya. Tak hanya menyediakan air putih, stand ini menyediakan nasi bungkus daun pisang dan juga bakpao. Makanan-makanan itu disajikan dalam kondisi hangat. Mereka bahkan membawa alat pengukusnya.

Sham Phan begitu melayani pertanyaan saya. Tentu saja dia bertanya saya dari mana. Ketika ditanya daging apa yang disajikan bersama nasi berbungkus daun pisang itu, Sham Phan menjawab, “babi.” Tak hanya nasinya, tapi juga isi bakpaonya. Tapi sejurus kemudian, Sham Phan seperti tersadar bahwa saya orang Indonesia.

“Anda tidak apa dengan babi? Apa agama Anda?” tanyanya.

Saya mencoba bersikap santai demi sopan santun, sebab nasi dan bakpao sudah kadung saya kantongi. Setelah saya menjawab "Muslim", Sham Phan pun dengan sopan meminta kembali bakpao dan nasi bungkus milik saya.

“Sebentar,” minta Sham Phan pada saya sambil berjalan ke juru kukus. Mereka lalu memasukkan sebuah bakpao dengan isian lain. “Limabelas menit lagi. Sedang dikukus,” katanya kepada saya sambil terus membagikan nasi isi babi kepada orang-orang yang mengantri di stand.

Sambil menunggu, saya berbincang dengan polisi setempat. Dia bertanya asal saya dan kami segera bicara soal final Piala AFF. Dari kalimat-kalimat yang diutarakannya dengan bahasa Inggris sederhana, jelas dia begitu bangga dengan kemajuan tim nasional kerajaannya. Tim Thailand baginya adalah yang terhebat se-Asia Tenggara.

Setelah lima belas menit berbincang dengan polisi, Sham Phan memberi kode pada saya, tanda bakpao khusus untuk saya sudah siap. Ketika saya hampiri, dia berikan bakpao itu dengan kedua tangannya. “Ini aman. Silakan,” katanya ramah. Saya bertanya padanya bagaimana mengucapkan terima kasih dalam bahasa Thailand.

Dia memberi tahu saya, dan saya pun meniru ucapannya: Khob Khun Kab.

Setelah berjabat tangan, saya berlalu.

Infografik Penghormatan Terakhir Raja Bhumibol

Pemerintah Thailand sepeninggal Raja Bhumibol Adulyadej, tak sekadar mengumumkan soal masa berkabung semata. Sekretaris Keuangan Kerajaan Somchai Sujjapongse juga mengumumkan ada delapan juta rakyat Thailand yang diberi pakaian hitam gratis. Agar rakyat bisa datang ke Grand Palace dan melihat raja mereka terakhir kalinya.

Raja Bhumibol Adulyadej memang diakui rakyatnya sebagai raja yang baik dan dekat dengan rakyatnya. Di masa pemerintahannya, Thailand adalah negara yang makmur dan modern. Raja Bhumibol dianggap sebagai manusia setengah dewa oleh rakyatnya. Jika di Indonesia, menistakan presiden dengan berbagai penjara sudah jadi hal biasa setelah jatuhnya Soeharto, maka di Thailand berbeda. Tak hanya raja, keluarga raja juga dilindungi dari segala bentuk penistaan oleh pasal 112 .

“Barang siapa yang memfitnah, menista, dan mengancam raja, ratu, dan pewarisnya dapat dihukum penjara selama 15 tahun."

Aturan itu tak hanya mengikat rakyat Thailand saja, tapi juga warga asing. Pada 2009, novelis asal Australia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara karena ada bagian novelnya yang dianggap menghina kerajaan. Sebelumnya lagi, pada 2007, wisatwan Swiss divonis 10 tahun penjara karena menyemprotkan cat untuk mencoret-coret poster Raja Bhumibol ketika ia sedang teler berat.

Begitulah Thailand dalam menghormati rajanya.

Baca juga artikel terkait THAILAND atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Maulida Sri Handayani