tirto.id - Leicester City musim ini memberi kejutan. Layaknya petinju yang memberikan pukulan one-two jab, The Foxes tidak hanya berhasil menjuarai Liga Utama Inggris, namun juga berhasil memporak porandakan bursa taruhan di Negeri Ratu Elizabeth itu.
Pada awal musim Liga Utama Inggris Agustus tahun silam, pasar taruhan di Inggris memasang 5.000 : 1 bahwa Leicester City tidak akan menjadi juara Liga Utama Inggris.
Angka itu jauh lebih kecil dari taruhan monster Loch Ness akan ditemukan. Saat itu, angka taruhannya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan taruhan Leicester menjadi juara liga. Loch Ness merupakan nama danau di Skotlandia yang menjadi pusat rumor adanya makhluk purba dari zaman dinosaurus.
Lucunya, angka taruhan Leicester itu juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan taruhan Kim Kardashian menjadi presiden Amerika Serikat dan bahkan lebih rendah dibandingkan dengan taruhan Elvis hidup kembali.
Namun nasib punya permainannya sendiri dan pada akhirnya fakta berbicara. Sekarang, Leicester City telah menjadi juara Liga Utama Inggris setelah Tottenham Hotspur gagal mengalahkan Chelsea.
Bagi orang yang termakan pasar taruhan itu, Gary Lineker, mantan kapten timnas Inggris yang juga alumnus Leicester yang paling dikenang, punya saran seperti ini, "Kita bisa merayakan kekecewaan [kalah taruhan] terbesar olah raga sepanjang masa."
Nasib Leicester di pasar taruhan agak mirip dengan nasib James 'Buster' Douglas yang sukses meng-KO juara dunia kelas berat Mike Tyson pada1990. Saat itu Tyson seolah mustahil bisa dikalahkan. Atau ketika tim setengah amatir Amerika Serikat menggebuk tim nasional Inggris 1-0 pada Piala Dunia 1950 di Brasil.
Kisah Leicester juga seperti cerita tim hoki Amerika Serikat, yang diperkuat para mahasiswa, yang justru bisa mengalahkan tim hoki jauh lebih profesional dari Uni Soviet pada final Olimpiade 1980.
Keajaiban Leicester mengingatkan orang kepada kejadian tahun lalu dalam olah raga rugby, ketika raksasa Afrika Selatan Springboks ditaklukkan tim liliput Jepang pada Piala Dunia rugby.
Pelajaran yang bisa dipetik dari dongeng indah Leicester sangat berharga, bahwa pencapaian itu dilakukan tidak dalam sehari atau sebulan turnamen, seperti sukses Denmark menjadi juara Piala Eropa 1992 setelah masuk sebagai tim pengganti karena Yugoslavia didiskualifikasi akibat perang saudara di Bosnia.
Dongeng The Foxes adalah salah satu kemustahilan yang berlanjut dan fantastis, merentang dari ketidakpercayaan yang menyelimuti imajinasi sebuah bangsa, dan kesenangan melihat tim underdog selama hampir sembilan bulan yang ajaib.
Tapi akhirnya Leicester meruntuhkan semua imajinasi dan pasar taruhan itu dengan menaklukkan tim-tim terbaik nan kaya raya di sebuah liga yang didominasi oleh elite maha kaya, demikian seperti dikutip dari Reuters.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara