Menuju konten utama

Kemenaker Minta Universitas Kaji Ulang Relevansi Pendidikan

Kementerian Ketenagakerjaan mendesak universitas-universitas di Indonesia untuk mengkaji ulang relevansi pendidikan yang diberikan dengan dunia kerja.

Kemenaker Minta Universitas Kaji Ulang Relevansi Pendidikan
Muhammad Hanif Dhakiri. Antara Foto/Widodo S. Jusuf.

tirto.id - Kementerian Ketenagakerjaan meminta perguruan tinggi atau universitas untuk mengkaji ulang relevansi pendidikan yang diberikan dengan dunia kerja untuk semakin menekan angka pengangguran.

"Jadi jangan sampai produksi sumber daya manusia kita melalui perguruan tinggi, hanya menghasilkan para pengangguran baru," ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dakhiri dalam acara rapat kerja nasional Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia/ LP3I di Jakarta, Senin (8/8/2016).

Menurutnya, kondisi yang terjadi saat ini banyak perguruan tinggi dan sekolah kejuruan yang justru menghasilkan pengangguran baru. Jika dibandingkan dengan bidang edukasi lain seperti SD dan SMP memang kecil jumlah lulusan perguruan tinggi yang menganggur.

Namun persentase jumlah pengangguran terus naik. Persentase pengangguran lulusan SD dan SMP saat ini mencapai 62 persen.

"Tantangan kita semua yang bergerak di bidang pendidikan vokasi dan profesi, adalah mengkaji ulang kembali relevansinya dengan pasar kerja. Kalau memang perlu ada program studi yang tidak relevan dengan dunia industri jangan dipaksakan terus keberadaannya," kata dia.

Hanif memberi contoh, ada seorang bernama Slamet yang menempuh pendidikan selama 17 tahun mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Tapi ketika lulus dari perguruan tinggi dan bekerja hanya mendapatkan gaji Rp1,7 juta/bulan.

Kondisi itu berbeda, jika Slamet tersebut mengambil pendidikan profesional pengelasan yang hanya berlangsung selama tujuh bulan namun begitu lulus dan mendapatkan pekerjaan meraih upah Rp7 juta.

"Upaya peningkatan sumber daya manusia harus berorientasi pada kebutuhan pasar tenaga kerja di dalam dan luar negeri," imbuh dia.

Hanif memaparkan bahwa tugas negara di bidang tenaga kerja pada hakikatnya hanya mengurusi karakternya saja. Sementara untuk urusan kompetensi diserahkan ke dunia usaha yang lebih paham mengenai kebutuhannya sendiri.

"Kalau kemudian pemerintah mencoba menerjemahkannya hasilnya reka-reka, mulai dari kebutuhan teknisi berapa, dimasukkan ke kurikulum, lalu dimasukkan ke pendidikan dan pelatihan, begitu lulus tidak nyambung dengan dunia industri. Ini banyak sekali terjadi," tambah Hanif.

Sementara itu, Direktur Utama LP3I, Dr Ir Adriza MSi, mengungkapkan bahwa perguruan tinggi sebagai pencetak tenaga kerja memang sebaiknya harus selaras dengan kebutuhan industri.

"Memang harus diselaraskan dengan kebutuhan industri, karena yang nanti yang akan menampung lulusan perguruan tinggi adalah industri itu sendiri," kata Adriza.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI

tirto.id - Pendidikan
Sumber: Antara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara