tirto.id - Menanggapi sejumlah aksi terorisme yang melanda sejumlah tempat di dunia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) merasa perlu mengeluarkan panduan pada guru dan orang tua untuk mengajak anak membicarakan terorisme. Menurut Anandes, Kasubbag Layanan Informasi Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemdikbud, hal ini perlu dilakukan agar arus informasi yang masuk pada anak-anak bisa disaring. “Kan sekarang gampang ya dapat informasi-informasi yang salah lewat media sosial, dan anak-anak pasti masih susah membedakan mana yang perlu atau tidak dikonsumsi,” ungkap Anandes.
Penyebaran panduan tersebut dilakukan Kemdikbud melalui sejumlah media sosialnya, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Dalam panduan tersebut, ada sejumlah pesan yang perlu diperhatikan guru. Misalnya, panduan agar membahas terorisme secara singkat dengan lampiran fakta-fakta yang sudah terverifikasi. “Jangan membuka ruang terhadap rumor, isu, dan spekulasi,” ujar salah satu poin dalam panduan tersebut.
Poin penting lainnya, guru yang biasanya dijadikan tempat mencari informasi bagi siswa diharapkan memberi kesempatan siswa untuk mengungkapkan perasaannya tentang tragedi yang terjadi. Menurut Andes, hal ini penting karena guru jadi akhirnya dapat memahami sudut pandang siswa tentang aksi terorisme. “Kalau ada pandangan aneh yang mereka utarakan, guru bisa membantu meluruskan,” tambah Andes.
Guru juga diharap bisa mengarahkan kemarahan siswa pada sasaran yang tepat, yaitu pelaku kejahatan. “Bukan pada identitas golongan tertentu yang didasarkan pada prasangka”. Hal ini juga penting, agar siswa paham bahwa terorisme adalah tindakan yang menginginkan ketakutan massa, tak peduli apa pun identitas pelakunya. Guru juga diimbau untuk mengajak siswa kembali pada rutinitas normal, karena ketakutan atas aksi teror adalah hal yang diinginkan para terorisme.
Kemdikbud juga memandu guru untuk mengajak siswa berpikir positif. Misalnya mengingatkan siswa kalau bangsa Indonesia sudah melewati banyak tragedi dan tetap tegar dengan semangat persatuan dan saling menjaga.
Ditambahkan Andes, panduan ini telah diedarkan Kemdikbud sejak bom bunuh diri yang terjadi di Thamrin, Jakarta 2016 lalu. “Anak-anak sudah harus paham tentang isu ini sejak dini. Apalagi radikalisme sendiri juga sudah masuk lewat sekolah, seperti yang kita tahu,” kata Andes.
Dalam sepekan terakhir aksi terorisme memang melanda sejumlah tempat di dunia. Senin, 22 Mei 2017, bom di Manchester menjadi kabar teror pertama yang menyedot perhatian dunia. Dalam kejadian itu, setidaknya 22 orang meninggal, dan 59 lainnya luka-luka. Kabar ini langsung tersebar luas karena pelaku bom bunuh diri tersebut mengincar keramaian di Konser Internasional “Dangerous Woman” Ariana Grande, penyanyi pop asal Amerika Serikat.
Keesokan harinya, Selasa, 23 Mei 2017, baku tembak antara militer dan kelompok terorisme terjadi di Marawi, Filipina. Aparat Filipina sedang memburu Isnilon Hapilon, salah satu teroris paling berbahaya dari Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) yang kepalanya dihargai $5 juta oleh Amerika Serikat. Penyergapan itu tak berjalan lancar, karena mendapat perlawanan dari sekitar 100 orang bersenjata. Baku tembak tersebut ditakutkan mengenai warga, sehingga Presiden Rodrigo Duterte menaikkan status Mindanao, pulau tempat Marawi, menjadi darurat militer.
Selang dua hari kemudian, Kamis dini hari, 25 Mei 20017, sebuah aksi bom bunuh diri terjadi di Kampung Melayu, Jakarta. Setidaknya, ada lima orang yang menjadi korban dalam aksi terorisme tersebut. Dua korban diduga pelaku, 3 lagi korban dari aparat kepolisian.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti