Menuju konten utama

Kasus Burning Sun & Narkoba GHB yang Digunakan untuk Obat Perkosaan

Mengenal obat GHB, 'narkoba kelab' yang sering dipakai dalam kasus pemerkosaan

Kasus Burning Sun & Narkoba GHB yang Digunakan untuk Obat Perkosaan
Wartawan memotret obat cair GHB (asam gamma-hidroksibutirat), yang juga dikenal sebagai "ekstasi cair", yang disampaikan oleh polisi pada konferensi pers. Fabian Bimmer / AP

tirto.id - Obat Gamma Hydroxybutyrate (GHB) ramai dibicarakan lantaran kasus skandal Seungri dan kelab Burning Sun di Korea Selatan.

Berdasarkan kasus Burning Sun, para pelanggan kelab diduga mencekoki pengunjung perempuannya dengan narkoba GHB dan diam-diam memperkosa mereka.

Obat ini diklaim bisa membuat yang mengkonsumsinya kehilangan kesadaran secara penuh. Berbahayanya lagi, setelah lebih dari 12 jam obat ini tidak akan terdeteksi dalam urin dan darah.

Di jalanan, obat ini dikenal dengan nama Liquid X, Liquid ekstasi, Bocah asal Georgia (Georgia home boy), Oop, Gamma-oh, Grievous bodily harm, Mils, G, Liquid G, dan Fantasi (Fantasy).

Lantas, apa itu narkoba GHB dan apa kandungan yang ada di dalamnya?

Apa itu Narkoba GHB?

Gamma Hydroxybutyrate (C4H8O3) atau GHB adalah depresan sistem saraf pusat (CNS) yang biasa disebut sebagai obat "obat kelab" atau "obat pemerkosaan". GHB sering disalahgunakan oleh remaja dan orang dewasa di bar, pesta, atau kelab, dan sering dimasukkan ke dalam minuman beralkohol, demikian dilansir Drugs.com.

Setelah dikonsumsi, terdapat efek euforia, peningkatan gairah seks, dan menjadi tenang, sementara, efek lainnya adalah kehilangan kesadaran, mual, halusinasi, amnesia, hingga koma.

GHB mengandung xyrem (sodium oxybate), satu resep obat yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 2002 untuk pengobatan narkolepsi, gangguan tidur. Obat ini menyebabkan kantuk yang berlebihan dan serangan tidur siang hari berulang.

Di Amerika Serikat (AS), penggunaan Xyrem sangat diatur, serta pasien yang menggunakan obat ini harus sesuai dengan resep dokter dan aksesnya juga terbatas.

GHB juga merupakan metabolit yang bisa muncul secara alami dari inhibitor neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA) yang ditemukan di otak. GHB alami dapat ditemukan dalam jumlah kecil di beberapa bir dan Anggur.

Penyalahgunaan GHB

Masih dari sumber yang sama, GHB tidak berbau dan berwarna, sehingga bisa dicampur dalam alkohol dan diberikan kepada korban tanpa diketahui. GHB memiliki rasa seperti sabun atau asin.

Korban menjadi lumpuh karena efek obat penenang yang ada pada kandungan GHB, sehingga mereka tidak bisa membela diri jika terjadi kekerasan seksual. GHB juga dapat menyebabkan amnesia pada korbannya.

GHB yang telah dipostulatkan memiliki efek anabolik karena sintesis protein, dan digunakan oleh body builder untuk membentuk otot dan mengurangi lemak.

GHB diedarkan dalam bentuk cair atau sebagai bahan bubuk putih. Sebagian besar GHB yang ditemukan di jalanan atau di nternet telah diproduksi di laboratorium ilegal.

GHB juga bisa dipalsukan dengan kontaminan yang tidak diketahui dan dapat memperburuk toksisitasnya. Produksi GHB biasanya melibatkan penggunaan larutan alkali atau larutan pembersih lantai (GBL).

Pada tahun 1990, Food and Drug Administration (FDA) mengeluarkan fatwa yang menyatakan penggunaan GHB tidak aman dan ilegal kecuali berdasarkan protokol yang diawasi oleh dokter yang disetujui FDA. Pada bulan Maret tahun 2000, GHB ditempatkan dalam Jadwal I Undang-undang Zat Terkendali.

Cara Kerja GHB

GHB bekerja pada dua lokasi reseptor di otak, yakni GABAB dan reseptor GHB tertentu. Tindakan pada dua lokasi reseptor ini mengarah pada efek penurunan GHB depresan, stimulan dan psikomotorik.

Sekitar 95 persen GHB dimetabolisme di hati, dan bekerja dalam waktu antara 30 hingga 60 menit. Hanya 5 persen dari obat induk yang nantinya bisa diekskresikan melalui ginjal. Sementara, mendeteksi GHB dalam urin mungkin sulit dilakukan setelah 24 jam.

Bahaya Penggunaan GHB

Melansir Alcohol and Drug Foundation (ADF), selain memberi efek euforia, peningkatan gairah seks, dan menjadi tenang, efek lainnya dari GHB adalah berkeringat, hilang kesadaran, mual, halusinasi pendengaran dan visual, sakit kepala, muntah, kelelahan, lesu, amnesia, bingun dan cangggung.

GHB dapat memiliki potensi kecanduan jika digunakan berulang kali. Jika berhenti mengkonsumsinya, pasien bisa menderita insomnia, kecemasan, tremor, dan berkeringat.

Penggunaan GHB dengan alkohol, atau obat penenang lain bisa menyebabkan mual, muntah dan aspirasi, hingga mengganggu pernapasan.

Kemudian, penggunaan GHB dosis tinggi, bahkan tanpa zat terlarang atau alkohol dapat menyebabkan sedasi, kejang, koma, depresi pernapasan berat, dan kematian.

Terjadinya kasus gawat darurat yang terkait dengan penggunaan obat jenis ini biasanya melibatkan penggunaan beberapa zat lainnya, seperti ganja, kokain, dan obat klub lainnya, seperti metamfetamin, Ekstasi, atau Rohypnol.

Perawatan pertama saat terjadi overdosis adalah dengan menjaga saluran udara tetap terbuka.

Perawatan untuk Penyalahgunaan GHB

Kembali dilansir dari Drugs.com, hanya sedikit informasi yang tersedia tentang pilihan pengobatan untuk orang yang kecanduan “narkoba kelab” ini, termasuk GHB.

Beberapa pengguna GHB tidak secara fisik bergantung padanya, dan pasien bisa dirawat jalan. Sementara, pengguna yang kecanduan bisa terkena efek samping seperti efek dari berhenti mengkonsumsi GHB, dan pengawasan medis serta perawatan suportif diperlukan untuk pasien ini. Rawat inap dapat berkisar antara 7 hingga 14 hari.

Untuk berhenti dari kecanduan, pasien biasanya berusaha melakukan detoksifikasi diri menggunakan benzodiazepin atau alkohol. Akan tetapi, menggunakan zat-zat tambahan ini justru dapat memperburuk efek sampingnya, dan menyebabkan depresi pernapasan, koma, hingga kematian.

Obat-obatan seperti benzodiazepin, obat antihipertensi, atau antikonvulsan mungkin diperlukan selama detoksifikasi, tetapi hanya di bawah pengawasan medis.

Sementara, Baclofen kini telah dicatat sebagai pengobatan yang mungkin bisa digunakan pasien untuk berhenti dari kecanduan GHB.

Baca juga artikel terkait KASUS BURNING SUN atau tulisan lainnya

tirto.id - Kesehatan
Editor: Yulaika Ramadhani