Menuju konten utama

Jumlah Perawan dan Jejaka di Arab Saudi Makin Banyak

Studi terbaru menunjukkan jumlah lelaki dan perempuan di Arab Saudi yang tidak menikah semakin meningkat. Beberapa yang telah siap, harus menunda pernikana karena alasan sosial dan keluarga.

Jumlah Perawan dan Jejaka di Arab Saudi Makin Banyak
Ilustrasi Laki-laki dan Perempuan Arab. [Foto/istock]

tirto.id - Sebanyak lebih dari 5,26 juta orang di Arab Saudi termasuk di antaranya 3 juta lelaki dan 2,26 juta perempuan, berdasarkan survei terbaru, dinyatakan tetap tidak menikah. Laporan berdasarkan statistik terbaru yang dirilis oleh Otoritas Statistik Umum setelah melakukan survei demografi pada kuartal kedua 2016.

Sementara itu, survei yang dilakukan oleh harian al-Watan Arabic menunjukkan bahwa usia rata-rata laki-laki yang belum menikah di negara ini adalah 40 tahun, sedangkan wanita yang belum menikah adalah 36 tahun.

Seorang perempuan Saudi, yang tidak mau disebutkan identitasnya, mengatakan bahwa sebagian besar keluarga di Arab Saudi menikahkan anak perempuan mereka segera setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya, hanya beberapa yang tidak.

"Saya memutuskan untuk menikah setelah lulus," katanya kepada al-Watan. "Ketika saya masih 19, seorang wanita datang kepada saya meminta nomor telepon orang tua saya untuk membahas lamaran buat saya."

Perempuan lain menyela dan berkata, "Anda dapat mencari gadis lain karena akan selalu tersedia. Aku tidak suka komentar buruk wanita itu. Aku bertanya apa maksudnya dan apakah dia menganggap saya seorang gadis. Kurang lebih seperti itu.

Dia menambahkan, "Saya tidak akan melupakan ucapan wanita itu sepanjang hidup saya, meskipun saya sekarang sudah menikah dan menjadi seorang ibu dari tiga anak."

Kondisinya berbeda dengan seorang pria Saudi yang belum menikah. Lelaki berusia 37 tahun itu mengatakan ia telah mencoba menemukan pengantin yang cocok tapi semua gadis menolak untuk menikah dengannya karena perbedaan usia. "Saya kerap bertanya-tanya mengapa saya belum menikah sampai sekarang."

Padahal pria itu adalah seorang mahasiswa yang memperoleh beasiswa luar negeri. Setelah mendapatkan gelar sarjana, dia pergi untuk pendidikan tinggi tetapi tidak punya waktu untuk menikah karena asyik dengan studinya.

Sementara itu, pria Saudi lainnya mengatakan ada alasan yang berbeda ketika memutuskan hidup selibat antara laki-laki dan perempuan Saudi. Ia menambahkan, uang bukanlah faktor utama.

"Beberapa kaum muda siap untuk menikah tetapi tertunda karena alasan sosial dan keluarga. Perempuan di desa tidak akan menikah dini karena keluarga akan menggunakannya untuk berbagai tujuan termasuk membesarkan domba. Ketika gadis itu menikah, keluarga akan berada dalam kesulitan,” paparnya.

Seorang wanita muda mengatakan, kebanyakan wanita menolak untuk menikah dengan seorang pria yang telah melewati usia 35 bahkan jika lelaki itu memenuhi semua kondisi. "Status belum menikahnya menimbulkan beberapa pertanyaan dan keraguan. Apakah ia memiliki penyakit kronis atau melakukan aktivitas tak bermoral?"

Al-Watan melakukan survei terhadap 1.325 orang yang terdiri dari 805 laki-laki dan 520 perempuan. Semua peserta survei tersebut diberikan pertanyaan. Sementara pertanyaan soal pada usia berapa wanita akan dianggap sebagai gadis ditujukan pada laki-laki, pertanyaan tentang usia laki-laki yang dianggap telah selibat diajukan ke perempuan.

Hasil survei menunjukkan bahwa usia rata-rata wanita akan dianggap tidak bisa lagi menikah adalah 36,4 tahun dan 39,9 tahun untuk laki-laki.

Dr. Humaidi Al-Dhaidan, profesor psikologi di Majmaa University mengatakan, meningkatnya batas tuntutan menjadi alasan utama bagi perawan tua di kalangan wanita Saudi. Ia menambahkan bahwa beberapa tuntutan berada dalam dimensi sosial, ekonomi dan psikologis.

"Laki-laki dan perempuan muda mencari pasangan hidup yang cocok dan mereka memiliki impian sendiri tentang pengantin perempuan dan pengantin laki-laki di masa depan. Sebagian besar dari mereka hidup di dunia maya karena revolusi informasi yang dibawa oleh teknologi modern dan media sosial, " kata Al-Dhaidan sebagaimana dilansir laman Al Arabiya.

Dia mengatakan pria dan wanita modern memberikan prioritas utama untuk asmara karena mereka ingin menikmati hidup mereka dengan maksimal. Ini tidak seperti di masa lalu ketika pernikahan sudah ditetapkan oleh orang tua.

“Perbedaan antara usia biologis individu dan psikologisnya adalah alasan lain,” kata Al-Dhaidan. Adat dan tradisi adalah alasan ketiga. Beberapa keluarga tidak akan menikahi putri bungsu mereka sampai anak tertua telah menikah.

Beberapa orang tua, misalnya, akan menjadi serakah dan ingin ambil gaji anak perempuan mereka sehingga tidak akan memungkinkan si gadis untuk menikah. “Namun hukum memungkinkan perempuan untuk mengambil tindakan hukum terhadap pengasuhnya,” tambahnya.

Al-Dhaidan mendesak masyarakat untuk mendukung inisiatif yang menjamin pernikahan dini dengan menurunkan nilai mahar dan mempromosikan pernikahan massal. Selain itu, ia menekankan pentingnya memasukkan prinsip-prinsip pernikahan dalam kurikulum sekolah dan universitas.

Sementara itu, profesor sosiologi Amani al-Harbi telah menemukan alasan penting lain terkait meningkatnya jumlah perawan tua di masyarakat Saudi. "Wanita-wanita ini ingin melanjutkan studi ke luar negeri atau di kota-kota Saudi lain dan mendapatkan pekerjaan untuk memastikan stabilitas keuangan mereka sebelum menikah," katanya.

Dia menekankan perlunya untuk mendidik orang tua tentang pentingnya melindungi hak-hak anak-anak mereka, termasuk menikahkan mempelai laki-laki dan perempuan yang saling menyukai.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari