Menuju konten utama

Jadi Gaya Hidup, Simak Untung Rugi Pakai Paylater

Paylater mengalami pertumbuhan pesat di Tanah Air. Tak sedikit masyarakat merasa terbantu oleh fitur ini di tengah kondisi keuangan yang sedang menipis.

Jadi Gaya Hidup, Simak Untung Rugi Pakai Paylater
Ilustrasi belanja online. SHUTTERSTOCK

tirto.id - Metode pembayaran untuk menunda atau mencicil tanpa kartu kredit alias paylater mengalami pertumbuhan pesat di Tanah Air. Tak sedikit masyarakat merasa terbantu menggunakan fitur ini di tengah kondisi keuangan yang sedang menipis.

Paylater saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup milenial. Beberapa e-commerce bahkan menawarkan promo menarik yang bisa diperoleh jika menggunakan fitur tersebut.

Hasil survei Katadata Insight Center (KIC) dan Kredivo, penggunaan paylater menempati peringkat ketiga terbanyak digunakan setelah e-wallet dan transfer bank/virtual account. Survei itu juga menunjukkan bahwa mayoritas atau 56 persen konsumen e-commerce di Tanah Air telah menggunakan paylater selama lebih setahun.

Berikutnya, sebanyak 21 persen responden telah menggunakan paylater untuk transaksi e-commerce selama 6-12 bulan. Ada pula sebanyak 14 persen responden yang menggunakan fitur bayar nanti ini selama 3-6 bulan terakhir. Sementara itu, sebanyak 9 persen responden mengatakan baru menggunakan paylater selama kurang dari 3 bulan.

Dari survei itu, diketahui sejumlah alasan mengapa konsumen Indonesia memilih menggunakan paylater untuk transaksi e-commerce. Diantaranya karena membeli kebutuhan secara mendesak, belanja dengan cicilan jangka pendek, mendapatkan berbagai promo menarik, membatasi pengeluaran bulanan, membeli barang selain keperluan bulanan, dan ada pula yang hanya sekedar mencoba-coba.

Lantas apa untung rugi menggunakan fitur paylater?

Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho mengatakan, secara kegunaan paylater menguntungkan bagi masyarakat untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan cepat dan tanpa ribet. Misalnya, ketika akhir bulan rekening sudah menipis, maka alternatif untuk memenuhi kebutuhan barang seseorang bisa melalui fitur ini.

"Misal kita mau pinjam dulu diomelin, saudara diceramahi, kan males kan. Padahal saya butuh banget ini barang misal beli pampers anak atau beras. Akhirnya untuk bisa mendapat dengan cepat dan mudah tanpa ribet ya paylater ini hadir," kata Andi saat dihubungi Tirto, Jumat (9/9/2022).

Walaupun menguntungkan, dia mengimbau agar masyarakat tetap secara bijak menggunakan fitur ini hanya untuk barang-barang diperlukan dan dibutuhkan. Bukan justru barang-barang bersifat diinginkan saja.

"Ini menjadi senjata ampuh untuk kita mengatasi persoalan kita bukan justru nambah masalah ketika kita belanjanya memang barang barang diperlukan dan dibutuhkan," jelasnya.

"Buat saya semua produk finansial menguntungkan kita tergantung bagaimana kita menggunakannya," sambung dia.

Hati-hati Kecanduan

Walaupun menguntungkan, penggunaan paylater ini juga bisa memberikan dampak kerugian bagi si pengguna. Menurutnya, masyarakat bisa menjadi kecanduan terus ingin belanja. Apalagi fitur ini menawarkan konsep kemudahan dan tanpa ribet.

"Kerugian apa sih? Tanpa kita sadari kita akan kecanduan dan jadi bersifat konsumtif, kenapa? Itu tadi dengan konsep mudah dan tanpa ribet mendapatkannya kita tinggal 'klik' aja bahkan kita bisa bayar 12 bulan ke depan dan itu memudahkan banget memiliki barang tersebut. Itu yang mendorong kita menjadi sifat konsumtif," jelas Andi.

Ketika masyarakat sudah bersifat konsumtif ini menjadi bahaya. Mereka akan menggunakan fitur ini untuk mencicil barang atau kebutuhan lainnya tidak hanya satu sampai dua saja. Namun bisa tiga sampai empat barang dengan jangka waktu berbeda.

"Nah kalau sudah klik berapa barang dan belanja berapa barang, otomatis lama kelamaan akan bertumpuk cicilan paylater kita. Ketika cicilan paylater makin bertumpuk. Jangan sampai kemudian ketika gajian langsung habis untuk membayar cicilan tadi," jelasnya.

Perlu diketahui, secara kesehatan finansial rasio utang itu mestinya hanya 30 persen. Jika lebih dari 30 persen maka bisa dipastikan kesehatan keuangan seseorang tidak terlalu baik.

"Kalau memang utangnya dalam kondisi sekarang misalnya BBM naik ada kemudian harus beli kebutuhan sehari hari beras dan pempers gunakan paylater saya masih bisa maklumi. Kalau belinya barang barang bersifat hanya untuk gaya-gayaan doang itu jadi masalah," pungkas dia.

Baca juga artikel terkait PAYLATER atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang