Menuju konten utama

Investasi Bodong Kampoeng Kurma: Judi Berkedok Syariah?

Investor tertarik menanamkan uang ke Kampoeng Kurma karena skema investasi syariah--yang ternyata bermasalah.

Investasi Bodong Kampoeng Kurma: Judi Berkedok Syariah?
Ilustrasi Uang. foto/istockphoto

tirto.id - Salah satu yang 'dijual' Kampoeng Kurma untuk menggaet minat calon investor adalah embel-embel syariah. Bukan bunga yang didapat investor, tapi bagi hasil penjualan.

Promosi gencar dilakukan lewat media sosial. Mereka juga mengundang pesohor untuk turut serta promosi.

Pengelola Kampoeng Kurma mengundang orang-orang untuk jadi investor dengan modal Rp99 juta. Uang itu akan dipakai untuk mendirikan permukiman syariah yang di dalamnya akan dibangun kolam renang, pacuan kuda, dan area memanah.

Kaveling Kampoeng Kurma tersebar di enam wilayah, dari Cirebon, Cipanas, hingga Banten Selatan.

Sebagai imbalan, pengelola memberikan investor lahan 400 meter yang di atasnya ditanami lima pohon kurma. Bagi hasil berasal dari penjualan pohon ini yang, menurut Irvan Nasrum, salah satu investor yang sudah menanamkan uang Rp417 juta, diklaim pengelola bisa dijual seharga Rp30 juta per pohon.

Tapi ternyata itu tak seindah yang dipromosikan. Kepada reporter Tirto, Kamis (14/11/2019), Irvan mengaku sampai saat ini tak juga mendapat uang setelah memutuskan berinvestasi pada Januari 2018. Dia merasa tertipu dan berupaya meminta uangnya kembali.

Kasus Kampoeng Kurma segera jadi perhatian media massa terutama setelah para investor termasuk Irvan mendatangi kantor pengelola di Bogor pada 8 November lalu. Respons juga muncul dari pihak terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

OJK bicara dari aspek keuangan dan legalitas usaha, sementara MUI lebih banyak menyinggung soal embel-embel syariah.

Sekjen MUI Anwar Abbas mengatakan ada dua dari tiga unsur yang dilanggar pengelola sehingga tak bisa disebut tengah menjalankan bisnis syariah. Salah satunya adalah "ada dimensi judi," katanya di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (19/11/2019).

Disebut judi karena investor tengah berspekulasi saat investasi. Sementara "berspekulasi dalam Islam itu enggak boleh. Itu masuk perjudian. Mirip dengan perjudian."

Karena itu dia lantas menyarankan masyarakat untuk "jangan terlalu cepat percaya kalau ada orang menyatakan [bisnis] ini syariah." Cara memverifikasinya adalah dengan memperhatikan kelengkapan perusahaan. Apakah mereka, misalnya, memiliki dewan pengawas syariah atau tidak.

Pernyataan MUI lantas dikonfirmasi kuasa hukum korban, Zentoni, yang juga menjabat Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bogor. Salah satu ciri judi itu adalah "lahan belum dikuasai semua [oleh Kampoeng Kurma] tapi sudah jual beli."

Kepada reporter Tirto, Selasa (19/11/2019) malam, Zentonia menemukan fakta itu di lahan di Jonggol. "Ada beberapa pembayaran kepada pemilik lahan belum beres sementara konsumen sudah lunas [bayar]." Akhirnya konsumen mendapat tahan yang tidak dia pesan.

Zentoni juga memastikan pengelola tidak punya dewan pengawas syariah sebagai salah satu syarat menjalankan bisnis syariah. Hal serupa ditegaskan Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tonggam Lumban Tobing yang sudah menghentikan izin Kampoeng Kurma April lalu. "Modus seperti ini kurang lazim karena tidak ada izin dari DSN (Dewan Syariah Nasional–Majelis Ulama Indonesia/DSN-MUI)," katanya.

Sepengetahuan Zentoni, Kampoeng Kurma hanya perusahaan perseroan tanpa embel-embel syariah. "Syariahnya mereka pakai tokoh-tokoh saja," jelasnya.

Beberapa tokoh yang mempromosikan Kampoeng Kurma adalah almarhum Arifin Ilham, seorang ustaz terkenal semasa hidupnya. Ada pula Syekh Ali Jaber, pendakwah yang sering tampil di televisi, termasuk jadi juri pada acara Hafiz Indonesia.

"Bukan Investasi Syariah"

Berdasarkan profil yang didapat dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM, PT Kampoeng Kurma Jonggol didirikan pada 2 Desember 2016 dengan jenis perseroan PMDN non-fasilitas.

Perusahaan ini mencatatkan diri bergerak di banyak bidang, termasuk perdagangan, konstruksi, hingga properti dengan modal dasar sebesar Rp500 juta.

Ada dua orang yang tercatat sebagai pengurus dan pemegang saham. Mereka adalah Dedi Sobari, menjabat sebagai komisaris, beralamat di Kampung Batu Gede Cilebut, Bogor; dan Arfah Husaifah, menjabat sebagai direktur, tinggal di Jalan Rante Gunungbatu, Bogor. Masing-masing memegang saham 125 lembar dengan total nilai Rp125 juta.

Kuasa hukum Kampoeng Kurma, Nusyirwan, menegaskan Kampoeng Kurma tidak menerapkan bisnis investasi syariah dan tidak memiliki dewan pengawas syariah. Soalnya, Kampoeng Kurma murni perusahaan jual-beli tanah.

"Intinya usaha Kampoeng Kurma adalah jual beli kaveling dengan bonus 5 pohon kurma. Bukan bergerak dalam bidang jasa keuangan /investasi yang selama ini beredar di publik," Kata Nusyirwan kepada reporter Tirto, Selasa (19/11/2019) malam.

Masalahnya, 'investasi syariah' itulah yang mereka promosikan dan membuat orang-orang seperti Irvan tertarik. Di salah satu situs resminya, mereka bahkan menerbitkan artikel dengan judul terang: "Investasi Syariah Bersama Kampung Kurma."

Soal pemindahan sepihak lahan, Nusyirwan bilang setidaknya ada dua alasan. Pertama, lahan yang dipesan belum beres legalitasnya dan ada hambatan administrasi. Kedua, kaveling yang dipesan tidak cocok ditanami kurma.

Nusyirwan mengklaim investor selalu diberi tahu jika ada pemindahan kaveling.

MUI sebenarnya sudah mengatakan ciri lain investasi ini tak bisa disebut syariah adalah karena investor tidak tahu jelas perkara-perkara detail, misalnya soal status kepemilikan lahan.

Pada akhirnya Nusyirwan membantah jika perusahaan tidak memenuhi janji, apalagi tipu-tipu. Dia menegaskan segala kendala yang terjadi ada di level teknis. Toh, katanya, sudah ada investor yang mendapat kaveling dengan status legal.

"Yang jadi permasalahan Kampoeng Kurma adalah pengurusan administrasi pertanahannya yang tidak mudah. Belum lagi gangguan preman setempat, aparat desa yang kurang kooperatif, dan lain-lain. Cukup kompleks masalah di teknis operasional mereka itu," pungkas Nusyirwan.

Baca juga artikel terkait INVESTASI BODONG atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Bisnis
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino