tirto.id - Frank de Boer didatangkan hanya tiga pekan sebelum musim baru dimulai usai Inter Milan dan Roberto Mancini pecah kongsi. Meskipun dadakan, De Boer diharapkan mampu menularkan sukses yang diraihnya bersama Ajax Amsterdam ke La Benemata.
Optimisme Interisti sempat meninggi setelah De Boer menjalani debutnya dengan mulus berkat kemenangan 2-0 atas Glasgow Celtic di turnamen International Champion Cup pada 14 Agustus 2016 lalu. Sayangnya, itu bukan pertandingan resmi.
Performa Inter justru naik-turun saat mengarungi kompetisi yang sebenarnya. Dalam 12 pertandingan, Nerazzurri hanya menang 4 kali, imbang 2 kali, dan 6 sisanya berakhir dengan kekalahan, termasuk ditekuk tim gurem Atalanta dengan skor 2-1 di laga Serie A terbarunya pada 23 Oktober 2016 lalu.
Berharap Tuah Jejak di Ajax
Jika melihat jejak rekamnya bersama Ajax Amsterdam, Frank de Boer boleh saja disejajarkan dengan barisan pelatih muda Eropa seangkatannya yang sedang naik daun seperti Pep Guardiola, Luis Enrique, Antonio Conte, Zinedine Zidane, atau Vincenzo Montella.
Bagaimana tidak? Menjadi pelatih Ajax sejak 6 Desember 2010 sebagai pengganti Martin Jol, De Boer sukses melanjutkan tradisi juara klub legendaris negeri kincir angin itu. De Godenzonen dibawanya merengkuh gelar kampiun Eredivisie (Liga Utama Belanda) dalam 4 musim beruntun, dari 2010/2011 hingga 2013/2014, ditambah 1 trofi Super Cup 2013/2014.
Persentase kemenangan yang dikoleksi Ajax selama 6 musim ditangani De Boer pun cukup lumayan, yakni mencapai 60,3 persen. Dari total 262 pertandingan, 158 laga di antaranya berhasil dimenangkan, 57 berakhir imbang, dan "hanya" 47 kalah.
Hebatnya lagi, Ajax adalah klub profesional pertama yang dibesutnya. Perjalanan awal karier kepelatihan De Boer dalam hal ini nyaris mirip dengan apa yang pernah ditorehkan oleh Guardiola dengan taburan trofinya bersama Barcelona, atau Zidane yang langsung mengantarkan Real Madrid bertahta di Eropa pada musim perdananya.
Asa itulah yang barangkali diharapkan Inter dengan memboyong De Boer ke negeri pizza. Namun, Frank bukanlah tukang sihir. Mepetnya waktu dan kurangnya persiapan membuat mantan bek tim nasional Belanda yang juga saudara kembar Ronald (de Boer) ini kebingungan dalam meracik skuad Nerazzurri.
Bekal nama-nama top yang menghuni La Beneamata, dari Mauro Icardi, Samir Handanovic, Rodrigo Palacio, Stevan Jovetic, Eder, hingga para rekrutan baru seperti Ever Banega atau Antonio Candreva, ternyata belum terpadu dengan sempurna di tangan De Boer.
Pelatih Sekali Pakai
Jangan terkejut jika nantinya De Boer didepak sebelum musim ini berakhir. Dalam riwayat panjangnya, Inter memang termasuk klub yang gemar gonta-ganti pelatih meskipun ada pula beberapa nama yang bertahan agak lama di klub yang kini dimiliki oleh perusahaan asal Cina, Suning Holdings Group, ini.
Sejarah mencatat, dari 67 pelatih Nerazzurri sejak awal berdiri pada 1909 hingga kini, hanya 5 orang yang bertahan lebih dari 3 musim berturut-turut, yakni Helenio Herrera (1960–1968), kemudian Virgilio Fossati yang juga pelatih pertama Inter (1909–1915), lalu Eugenio Bersellini (1977–1982), Giovanni Trapattoni (1986–1991), serta Roberto Mancini (2004–2008).
Selebihnya, senarai pelatih La Beneamata dari masa ke masa didominasi oleh mereka yang hanya satu atau dua musim saja terpakai jasanya, bahkan ada cukup banyak pelatih yang belum satu musim bekerja sudah ditendang ke luar.
Inter Milan memang sangat berpengalaman dalam hal pergantian pelatih. Salah satu periode yang paling mencolok adalah pada kurun waktu 1940 hingga 1960. Dalam 20 musim itu, terdapat 18 pelatih yang bergantian membesut Nerazzurri.
Di 5 musim terakhir, Inter juga diwarnai bongkar-pasang pelatih. Masa jeda sejak purnanya era Jose Mourinho (2010) hingga kembalinya Roberto Mancini (2014), La Beneamata sempat disinggahi oleh Rafael Benitez, Leonardo, Gian Piero Gasperini, Andrea Stramaccioni, dan Walter Mazzarri, yang semuanya berlangsung relatif singkat.
De Boer bisa saja mengikuti jejak jajaran pelatih sekali pakai yang berserakan di ruang sejarah Nerazzurri andaikata kinerja mantan pemain Ajax, Barcelona, Galatasaray, dan Glasgow Rangers itu tidak kunjung membaik.
Manajemen Inter Milan dikabarkan bahkan sudah mengincar beberapa nama yang disebut-sebut bakal menjadi suksesor De Boer, termasuk mantan pelatih Hellas Verona, Andrea Mandorlini, yang juga pernah berseragam Nerazzurri sekurun 1984–1991.
Terkait masa depannya, De Boer sendiri enggan membahas lebih jauh. Namun demikian, pria 46 tahun ini yakin bahwa dirinya mampu melebur dalam filosofi yang dikehendaki oleh Inter demi harapan yang lebih baik.
“Perlu waktu bagi saya untuk memahami gaya permainan yang lebih ofensif seperti yang diinginkan. Namun, pada saatnya nanti, saya pasti bisa menemukan formula yang paling tepat untuk filosofi itu,” kata De Boer kepada Football Italia.
“Untuk sekarang, saya harus menerima situasi sulit ini. Tapi, kami harus tetap melangkah ke depan, tahap demi tahap, hingga tersusunnya semua kepingan puzzle pada satu titik nanti,” imbuhnya.
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti