Menuju konten utama

Industri Pengolahan Paling Banyak Menyumbang Kredit Bermasalah

OJK mencatat nilai utang industri pengolahan mencapai Rp900 triliun dengan kinerja kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) membengkak dari 2,5 persen ke 4,12 persen.

Industri Pengolahan Paling Banyak Menyumbang Kredit Bermasalah
Ilustrasi Industri tekstil. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Rasio kredit bermasalaj atau non-performing loan (NPL) per Oktober 2019 tercatat naik menjadi 2,73 persen dari bulan sebelumnya di angka 2,66 persen.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan salah satu penyumbang NPL sampai Oktober 2019 ini adalah industri pengolahan. Dari sektor itu OJK mencatat ada nilai utang senilai Rp900 triliun dengan pembengkakan NPL dari 2,5 persen ke 4,12 persen.

“Yang dominan itu memang kredit industri pengolahan. Ini memang di Oktober 2019 sekitar Rp900 triliunan. NPL-nya naik dari Desember lalu di sekitar 2,5 persen ke 4,12 persen,” ucap Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK, Slamet Edy Purnomo, Jumat (29/11/2019).

Slamet mengatakan naiknya porsi NPL di sektor industri pengolahan kemungkinan terbesar terjadi karena dampak kasus gagal bayar utang perusahaan tekstil, Duniatex. Dia mencatat Duniatex saat ini sedang menjalani proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Dari catatan OJK, Duniatex memiliki utang sekitar Rp24 triliun baik dari perbankan maupun non bank. Namun, jumlah ini katanya belum final karena PKPU masih melakukan pendataan para kreditur yang terkena masalah gagal bayar Duniatex.

Menurut Slamet, utang Duniatex cukup besar. Jumlahnya mencakup utang pribadi pemilik perusahaan dan korporasi itu sendiri. Sampai saat ini, ia berharap majelis PKPU dapat menghasilkan kesepakatan agar Duniatex tetap bertahan mengingat besarnya jumlah pegawai yang mencapai 50.000 jiwa.

“Jadi industri pengolahan ini terutama yang mungkin terkena dampak dari Duniatex ya. Kan, di industri ini bukan hanya mencatat hilir melainkan hulunya juga,” ucap Slamet.

Selain industri pengolahan, industri lain yang turut menyumbang pembengkakan NPL adalah perdagangan. Slamet menyebutkan NPL-nya memburuk dari semula 3,75 persen di Desember 2018 menjadi 3,92 persen di Oktober 2019.

“Kemudian perdagangan ini sedikit naik. Itu aja yang mendominasi kredit macet,” ucap Slamet.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI PENGOLAHAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Ringkang Gumiwang