tirto.id - Hotline Periksa Fakta Tirto (kontak) menerima beberapa aduan terkait pesan berantai yang beredar mengenai dampak negatif dari vaksin terhadap kesehatan. Kali ini informasi itu diklaim berasal dari pemenang Nobel di bidang Fisiologi atau Kedokteran tahun 2008 bernama Luc Montagnier. Menurut pesan tersebut, Luc menyatakan bahwa tidak ada kesempatan untuk bertahan hidup bagi orang yang telah menerima vaksin dalam bentuk apapun.
"Tidak ada harapan, dan tidak ada pengobatan yang mungkin untuk mereka yang sudah divaksinasi. Kita harus bersiap untuk membakar jenazah," demikian klaim Luc yang dikutip dalam pesan tersebut. Pesan tersebut dilanjutkan dengan potongan klaim Luc lainnya, “Mereka semua akan mati karena peningkatan ketergantungan antibodi. Tidak ada lagi yang bisa dikatakan."
Pesan berantai tersebut juga menyatakan bahwa vaksinasi akan menciptakan lebih banyak varian virus. Pernyataan Montagnier di pesan ini diatribusikan sebagai bagian dari wawancara tokoh tersebut dengan RAIR Foundation di Amerika Serikat.
Lalu, bagaimana kebenaran dari pernyataan-pernyataan tersebut?
Penelusuran Fakta
Sebelumnya, tim riset Tirto menelusuri lebih lanjut mengenai Luc Montagnier. Berdasarkan hasil pencarian kami, ditemukan bahwa Luc merupakan ahli virus asal Perancis. Ia memenangkan Nobel di bidang Kedokteran atau Fisiologi tahun 2008 untuk penemuan human immunodeficiency virus, atau virus HIV, bersama Françoise Barré-Sinoussi.
Luc sendiri memang sosok yang kontroversial. Ia menentang wajib vaksinasi di Perancis dan dikritik habis-habisan oleh sesama peneliti karena menyiarkan pesan yang membahayakan keselamatan masyarakat. Sebanyak 106 akademisi dan ilmuwan menulis surat terbuka padanya, menyatakan bahwa Luc menggunakan status Nobelnya untuk menyebarkan pesan yang membahayakan serta di luar bidang keahliannya.
Pada 2020 lalu, ia mengatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 diproduksi di Wuhan, Tiongkok. Meski teori ini juga tak jelas kebenarannya, pernyataan Luc ini cukup membuat gempar. Teori ini telah dipatahkan oleh banyak pihak.
Misalnya, menurut sebuah artikel di jurnal Nature, investigasi yang dilakukan oleh WHO langsung ke China pada awal 2021, para peneliti tidak memiliki cukup bukti untuk menyimpulkan hipotesis bahwa virus SARS-CoV-2 merupakan kebocoran laboratorium di Wuhan, dan juga belum cukup banyak bukti bahwa virus ini berasal dari alam. Namun, banyak peneliti wabah setuju bahwa virus berevolusi secara alami, dan menyebar dari kelelawar baik secara langsung pada manusia atau melalui hewan perantara. Beberapa penyakit seperti HIV, epidemi influenza, Ebola, dan coronavirus yang menyebabkan SARS dan MERS, juga dimulai dari proses alam dan bukan laboratorium.
Kontroversi Luc lainnya disebutkan oleh situs Perancis, The Connexion. Satu tahun setelah memenangkan Nobel, ia mengklaim bahwa sistem kekebalan tubuh manusia sudah cukup baik untuk melindungi manusia dari AIDS. Laporan itu juga mengutip pernyataan seorang ahli biologi molekuler di lembaga riset Le Centre National de la Recherche Scientifique (CNRS), Alexis Verger, bahwa Luc dikenal sebagai tokoh antivaksinasi, pro-homoeopati (kepercayaan bahwa tubuh punya kemampuan untuk menyembuhkan dengan sendirinya), dan bahkan percaya bahwa air memiliki ingatan.
Terkait wawancaranya dengan lembaga bernama RAIR Foundation USA, hal ini juga perlu dipertanyakan. Organisasi asal AS ini mendeskripsikan diri sebagai gerakan untuk "merebut kembali Republik dari jaringan individu dan organisasi yang berperang melawan Amerika, Konstitusi, dan nilai-nilai Kristen dan Yudaisme."
Pada 18 Mei lalu, organisasi ini membagikan video wawancara dengan Luc dengan headline dengan judul "Bombshell: Nobel Prize Winner Reveals - Covid Vaccine is 'Creating Variants'", yang artinya “Terungkap: Pemenang Hadiah Nobel mengungkapkan - Vaksin COVID Justru 'menciptakan varian baru’”. Adapun wawancara ini disebut merupakan bagian dari wawancara dengan Pierre Barnérias dari Hold-Up Media.
Dalam video sepanjang 2 menit yang dipublikasikan di situs RAIR Foundation, tim riset Tirto tidak menemukan kalimat Luc yang menyatakan bahwa orang yang telah divaksin hanya akan bisa hidup selama dua tahun.
Dalam klip tersebut, Montagnier memang menyatakan beberapa hal mengenai COVID-19. Misalnya, ia memang menyatakan bahwa vaksinasi COVID-19 menyebabkan terbentuknya varian-varian COVID-19 baru, seperti pesan yang beredar.
"Anda melihatnya di setiap negara, semuanya sama: kurva vaksinasi diikuti dengan kurva kematian," katanya.
Montagnier mengklaim bahwa kenaikan kematian ini disebabkan oleh vaksin COVID-19 yang menghasilkan antibody dependent enhancement (ADE), atau peningkatan yang tergantung antibodi. Artinya, antibodi yang terbentuk malah mendukung infeksi tertentu dan bergabung dengan virus. Menurut Montagnier juga, vaksin COVID-19 menciptakan varian-varian yang resisten terhadap vaksin.
Namun, informasi ini tidak akurat. Meski ADE menjadi sesuatu yang diperhatikan para ilmuwan terkait hubungannya dengan vaksin dan terapi COVID-19, data klinis belum bisa menunjukkan peran ADE dalam patologi COVID-19 pada manusia. Selain itu, tidak ada tanda-tanda ADE pada selama uji klinis, seperti yang disampaikan melalui temuan di Medpage Today dan Children’s Hospital of Philadelphia.
Apalagi, vaksin COVID-19 telah terbukti menyelamatkan ribuan nyawa. Di Inggris sendiri, menurut Reuters, vaksin telah mencegah lebih dari 10.000 kematian hingga akhir Maret 2021. Hasil serupa juga telah diamati di Israel, yang memimpin laju vaksinasi tercepat di dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan bahwa varian COVID-19 terbentuk dengan meningkatnya kemungkinan mutasi virus, ketika virus tersebar luas di masyarakat dan menyebabkan banyak infeksi. Semakin banyak kesempatan virus untuk menyebar, semakin banyak virus bereplikasi dan semakin banyak kesempatan untuk virus tersebut untuk berubah dan menjadi varian baru.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa informasi yang dilaporkan melalui Hotline Periksa Fakta Tirto bersifat salah dan menyesatkan (False & Misleading).
Tirto mengundang pembaca untuk mengirimkan informasi-informasi yang berpotensi hoaks ke alamat email factcheck@tirto.id atau nomor aduan WhatsApp +6288223870202 (tautan). Apabila terdapat sanggahan ataupun masukan terhadap artikel-artikel periksa fakta maupun periksa data, pembaca dapat mengirimkannya ke alamat email tersebut.
Editor: Farida Susanty